Tidak akan bisa menjadikan mereka keinginan kita. Sama halnya kita yang tak bisa menjadi keinginan mereka.
Mungkin
kalian akan sedikit bingung dengan kalimat di atas. Bukan. Saya bukan ingin
membuat ‘label’ kata-kata seperti biasa yang saya lakukan. Memang kemarin-marin
entah kenapa banyak ide berkelebat dalam otak saya tentang cara menyampaikan
sebuah makna tanpa harus terang-terangan memberitahunya. Tapi kali ini hanya
sebuah – meminjam istilah Azhar Nurun Ala tentang – kontemplasi pikiran saya
tentang subjektifnya sebuah tulisan. Oh dalam tulisanpun kita tidak bisa
menyenangkan semua orang.
kalian akan sedikit bingung dengan kalimat di atas. Bukan. Saya bukan ingin
membuat ‘label’ kata-kata seperti biasa yang saya lakukan. Memang kemarin-marin
entah kenapa banyak ide berkelebat dalam otak saya tentang cara menyampaikan
sebuah makna tanpa harus terang-terangan memberitahunya. Tapi kali ini hanya
sebuah – meminjam istilah Azhar Nurun Ala tentang – kontemplasi pikiran saya
tentang subjektifnya sebuah tulisan. Oh dalam tulisanpun kita tidak bisa
menyenangkan semua orang.
Benarlah
jika penulis bijak bilang bahwa tugas penulis sudah selesai ketika ia selesai
menulis, sisanya terserah pembaca. Jeleknya, saya pernah berpikir bahwa setiap
penulis harus menjelaskan apa yang ditulisnya agar pembaca tidak salah
mengartikan. Tapi dalam beberapa tulisan tidak bisa seperti itu. bahkan pernah
saya temukan penulis yang benar-benar menyerahkan hasil tulisannya pada
pembaca. Terserah mau bilang bagus atau tidak. Terserah mau diartikan seperti
apa.
jika penulis bijak bilang bahwa tugas penulis sudah selesai ketika ia selesai
menulis, sisanya terserah pembaca. Jeleknya, saya pernah berpikir bahwa setiap
penulis harus menjelaskan apa yang ditulisnya agar pembaca tidak salah
mengartikan. Tapi dalam beberapa tulisan tidak bisa seperti itu. bahkan pernah
saya temukan penulis yang benar-benar menyerahkan hasil tulisannya pada
pembaca. Terserah mau bilang bagus atau tidak. Terserah mau diartikan seperti
apa.
Benar-benar
subjektif. Kita sebagai penulis tidak bisa memaksakan bahwa semua orang harus
menyukai tulisan kita. Mungkin si A suka tapi si B tidak. Mungkin C bilang
tulisan ini bagus, tapi si D bilang itu biasa saja. Kita tidak akan bisa
membuat semua ‘setuju’ dengan tulisan kita. Toh mereka bukan ingin kita, kitapun
bukan ingin mereka. Coba saja kita balikkan pada diri sendiri, bahwa kita
dituntut harus menyukai si A padahal hati kita bilang si A biasa saja, nothing
special. Enak? Tentu tidak. Lagi-lagi mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah
menuruti dan melakukannya sesuai kata hati, ah
hati tak pernah bohong bukan. Dan satu, totalitas. Kita akan dapat
totalitas itu kalau kita melibatkan hati sepenuhnya.
subjektif. Kita sebagai penulis tidak bisa memaksakan bahwa semua orang harus
menyukai tulisan kita. Mungkin si A suka tapi si B tidak. Mungkin C bilang
tulisan ini bagus, tapi si D bilang itu biasa saja. Kita tidak akan bisa
membuat semua ‘setuju’ dengan tulisan kita. Toh mereka bukan ingin kita, kitapun
bukan ingin mereka. Coba saja kita balikkan pada diri sendiri, bahwa kita
dituntut harus menyukai si A padahal hati kita bilang si A biasa saja, nothing
special. Enak? Tentu tidak. Lagi-lagi mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah
menuruti dan melakukannya sesuai kata hati, ah
hati tak pernah bohong bukan. Dan satu, totalitas. Kita akan dapat
totalitas itu kalau kita melibatkan hati sepenuhnya.
Maka
begitu halnya dengan buku. Dari sini saya sadar, oh saya tahu mengapa buku yang
saya bilang bagus belum tentu bagus menurut orang. Dan buku yang dielu-elukan
orang bisa saja tak semenarik yang saya kira. Karena memang pada dasarnya
manusia memiliki rasanya masing-masing.
begitu halnya dengan buku. Dari sini saya sadar, oh saya tahu mengapa buku yang
saya bilang bagus belum tentu bagus menurut orang. Dan buku yang dielu-elukan
orang bisa saja tak semenarik yang saya kira. Karena memang pada dasarnya
manusia memiliki rasanya masing-masing.
Sebenarnya
ini bukan saja terkait dengan tulisan, tapi bahwa dalam segala aspekpun sama.
Seperti yang pernah saya tulis di sini. Hidup ini memang
bukan tentang mereka. Bagus, buruk ya hanya diri kita sendiri. Kebaikan dan
keburukan orang lain, bisa jadi itu adalah kumpulan perilaku kita selama ini.
Lagi pula sudah Tuhan jelaskan, bahwa apa-apa yang menimpa kita ya karena diri
kita sendiri.
ini bukan saja terkait dengan tulisan, tapi bahwa dalam segala aspekpun sama.
Seperti yang pernah saya tulis di sini. Hidup ini memang
bukan tentang mereka. Bagus, buruk ya hanya diri kita sendiri. Kebaikan dan
keburukan orang lain, bisa jadi itu adalah kumpulan perilaku kita selama ini.
Lagi pula sudah Tuhan jelaskan, bahwa apa-apa yang menimpa kita ya karena diri
kita sendiri.
Lalu
untuk apa sering kita khawatir, takut kalau orang tidak menyukai kita. Selama
yang kita lakukan baik dan tak menyalahi aturan bukankah ada Tuhan Maha
Menjaga? Dan satu hal yang sadari, mungkin kehidupan ini memang subyektif. Sebab memang kita hidup dan mati masing-masing kan 🙂
untuk apa sering kita khawatir, takut kalau orang tidak menyukai kita. Selama
yang kita lakukan baik dan tak menyalahi aturan bukankah ada Tuhan Maha
Menjaga? Dan satu hal yang sadari, mungkin kehidupan ini memang subyektif. Sebab memang kita hidup dan mati masing-masing kan 🙂
Alenia terakhir sangat benar 🙂
Tetap menulis dan berbagi kisah 🙂
Terima kasih 🙂