http://picturerumahminimalis.com/rak-buku-unik/ |
“Dengan buku, kau bebas memenjarakan aku di mana saja. Karena dengan buku, aku bebas.”
– Soekarno –
Seperti yang pernah saya tulis di sini, kesukaan saya membaca buku karena didikan orang tua. Juga karena mereka memang sama-sama suka membaca buku. Hanya saja selera bacaannya berbeda. Mereka lebih senang membaca buku-buku yang serius, sedangkan saya lebih suka buku yang diramu secara santai dan menarik. Soal membeli buku, dulu saya masih sangat jarang. Yah maklum, masih sekolah dan belum punya penghasilan. Alhasil hanya mengandalkan pemberian orang tua ataupun kakak-kakak. Terkadang kalau sedang tak dibelikan buku, malah buku mereka yang saya baca 🙂
Namun sekarang, buku apapun yang saya mau, saya bisa membelinya. Etz meski begitu tidak semua buku saya beli. Tetap standar saya adalah apa yang saya butuhkan. Selain itu, ada dua standar yang biasanya saya gunakan. Yang pertama, saya tahu penulisnya. Ketika sekali saya membeli bukunya dan tak ada kekecewaan, maka tidak akan ragu saya akan beli untuk kedua, ketiga bahkan bisa seterusnya. Itulah sebabnya beberapa buku di rumah ditulis dari penulis yang sama. Yang kedua, karena saya ini tipe yang auditori. Maka rekomendasi teman seringkali berpengaruh. Saya percaya, orang tak akan berani bilang bagus jika buku tersebut tak bagus.
Ah ya, penerbit juga bisa jadi bahan pertimbangan. Bisa dibilang saya jarang sekali membeli buku dari penerbit yang belum diketahui atau penerbit indie. Entahlah saya yang nge’sok’ atau seperti apa. Tapi balik lagi ke tiga standar utama tadi. Kalau saya butuh, tahu penulisnya dan rekomendasi dari orang-orang bagus. Maka tak akan ragu saya membelinya.
Berbicara soal penerbit, rasanya tak ada masalah yang paling krusial selain pada isi buku itu sendiri. Masih ingat kan masalah yang baru-baru ini mencuat terkait konten yang dirasa kurang pantas pada sebuah buku. Ini menjadi masalah yang tidak bisa dikatakan sepele. Apalagi jika buku tersebut diterbitkan dari sebuah penerbit besar yang sudah punya nama. Sebab pada akhirnya konten atau isilah yang menjadi pertimbangan seseorang membeli buku atau tidak.
Sudah seyogyanya, terutama pihak penerbit itu sendiri untuk menyaring buku-buku yang memang layak terbit. Budaya negara pun hendaknya tidak dipisahkan. Adat timur dan agama tetap harus dijunjung tinggi. Organisasi seperti IKAPI dan pemerintah juga harus turut dalam penerbitan sebuah buku. Juga sasaran pembaca dicantumkan. Agar tak ada lagi kasus-kasus buku yang ‘salah sasaran’ atau dirasa kurang pantas dengan budaya Indonesia.
Menulis memang suatu kebebasan, tapi menerbitkan sebuah tulisan menjadi layak atau tidak tetap harus dipertimbangkan. Semoga dengan ini, Indonesia semakin giat membaca. Lahirnya penulis yang bermanfaat juga tentu menjadi dambaan kita semua.
hai ade, iya sih saya juga kalo milih buku sering nggak mau beli yg indie *kecuali kalo udah ada rekomendasi dari temen2 kalo buku bagus hehee
Hihi toss Mbak 😀
Semangatkan minat baca… gerbang meraih kesuksesan
Setuju 🙂
Artikelnya bagus nih mengena
Makasih Mak 😀
Manis banget tulisan ini. Semoga jadi juara ya mak.
Aamiin. Makasih Mak ^_^
klo beli buku pertama yang gw liat penulisnya, klo penulisnya gw suka pasti gw beli bukunya entah kata orang jelek atau membosankan.
Good luck GAnya
Hehe terima kasih 🙂