Setelah mengalami masa-masa krisis diri yang begitu jungkir balik aduhainya, semakin ke sini saya justru jadi punya pemahaman-pemahaman baru tentang kehidupan. Dan kadang malah sampai pengen nangis saking “baru DONG nya”. Oh ternyata hidup tuh begini ya. Oh ternyata memang begitu ya.
Termasuk konsep rezeki. Dulu-dulu mungkin saya sering iri lihat orang lain. Kok dia bisa ya begitu. Kok dia enak ya liburan terus. Kok dia bisa ya beli barang-barang yang bermerek dan mahal itu. Dan bla bla bla lainnya. Sampai kemudian saya yang mengalami sendiri dikomentari, barulah saya tahu rasanya!
Semua orang punya medan perangnya sendiri
Orang melihat saya, enak sekali punya suami pengusaha. Enak ya suaminya sudah mapan. Enak ya rumahnya lega. Enak ya sering jalan-jalan bolak-balik naik pesawat. PADAHAL, semua itu hanya kulit luarnya saja. Orang-orang tidak tahu urusan di dalam rumah tangga kami. Bagaimana jungkir baliknya kami berumah tangga dan berjuang. Bagaimana suami dengan sabarnya nemenin saya yang mengalami krisis diri parah ini. Dan bagaimana saya yang harus sering menangis berjuang untuk bersahabat dengan diri sendiri.
Oh dari situ saya baru paham, bahwa apa yang dulu-dulu saya iri-kan, itu sungguhlah tidak ada artinya. Karena semakin lama saya jadi yakin bahwa semua orang punya medan perangnya masing-masing. Dan kita, seringkali tidak tahu apa yang sudah dialami di dalam diri mereka.
Ini bukan semata dari kasus saya, tapi saya sendiri juga beberapa kali menerima curhatan dari orang-orang yang saya pikir mereka “hidup enak”. Saya banyak mendengar cerita kesedihan mereka, kekecewaan, kemarahan, dan ujian-ujian yang mereka hadapi. Walhasil, saya tahu bahwa seluruh manusia di dunia ini, sebetulnya punya porsi yang sama. Ada kesedihan, ada kebahagiaan. Ada ujian, ada bahagia.
Jadi even di media sosial yang ditampilkan hanya indah-indah saja, sesungguhnya orang-orang itu pun ada ujiannya sendiri. Jadi apapun yang kita lihat, itu memang sangat terbatas. Kalau secara lahiriah mereka kelihatan bahagia, tapi kalau diselami, kita pasti akan tahu bahwa setiap manusia punya medan perangnya sendiri.
Porsi kita saat ini sudah paling pas
Bahkan nulis ini pun rasanya saya mau nangis. Gimana ya, kehidupan kadang kalau dipikirin bisa bikin stres. Karena rasanya kok “ternyata gini banget ya”. Saya bahkan sampai pada detik, “ingin lenyap saja”. Tapi untung saja saya masih punya banyak orang terdekat yang mendukung saya. Dan merekalah yang perlahan-lahan memberi saya pemahaman baru tentang kehidupan agar lebih baik.
Back to the topic. So, konsep rezeki itu porsinya sudah sangat pas. Saya pernah nulis juga soal Rezeki dan Kapasitas Manusia, sebetulnya apa-apa yang kita terima saat ini adalah SUDAH PALING BAIK untuk kita. Even kita mungkin merasa kurang, tapi Allah sungguh benar-benar tahu APA YANG KITA BUTUHKAN. Dan kalau mau direnungi dan disadari, kita akan mengakui bahwa semua yang kita terima saat ini memang benar-benar pas.
Iri akan mengikis percaya diri dan rasa syukur
So, positifnya, lama-lama saya tidak lagi merasa iri dengan orang lain. Orang terkaya di dunia pun pasti punya ujian. Negara yang katanya terbahagia pun, pasti akan ada saja rintangannya. Jadi sekarang saya lebih sering melihat ke dalam diri. Apa yang sudah saya lakukan. Sudah lebih baikkah saya dari diri saya yang kemarin. Apa yang masih bisa saya perbaiki lagi.
Karena yakinlah, iri itu akan mengikis percaya diri dan rasa syukur kita. Tidak akan ada habisnya bila terus-terusan melihat ke luar. Karena sungguh, dunia ini kalau mau diikuti dengan hawa nafsu, yang ada kita akan lelah sendiri. Dan rasa lelah, membuat kita malah jadi orang yang mudah putus asa. Naudzubillahimindzalik.