Event Mozaik Blog Competition sponsored by beon.co.id
Jujur, saya suka kagum sendiri setiap kali melihat tulisan-tulisan saya di blog ini. Gile, ini tulisan gue ni. Kok bisa sih gue nulis kayak gini. Waktu itu gue makan apa ya. Entahlah. Tapi ada rasa kebanggaan sendiri. Dan mungkin setelah ini saya akan kembali tersenyum melihat tulisan ini. Satu hari, satu bulan, satu tahun, bahkan bertahun-tahun ke depan, rasanya tulisan-tulisan ini yang akan menjadi langkah jejak saya. Langkah jejak yang tak kan hilang selama blog ini ada. Langkah jejak yang insya Allah selama blogspot masih terus ada. I hope.
Ya. Terkadang saya merenung, saya ingin memberi tahu pada seseorang -yang entah siapa- semua password akun saya. Tujuannya, agar ketika saya nanti sudah menghadap Yang Kuasa, semua akun akan ditutup olehnya. Tapi satu akun yang saya minta untuk tidak ditutup, ya blog ini. Blog yang satu-satunya menjadi tempat curahan publik saya. Pengalaman-pengalaman, dan segala hal suka duka yang saya bagikan. Sekalipun mungkin ada yang dirasa ‘kurang bermanfaat’, tapi bagi saya, tulisan tetaplah tulisan. Bagaimanapun bentuknya, ia tetap tulisan. Jejak yang selamanya tak pernah mati. Bukankah para pembesar meninggalkan jejaknya dengan tulisan. Sebagian mereka memang sudah tidak ada, tapi jejak mereka tak pernah mati. Terlebih menempel di hati para pembacanya. Dan saya ingin seperti itu.
Mungkin kalimat di atas menjadi alasan pertama mengapa saya suka sekali menulis. Bisa dibilang saya bukan orang yang terbuka. Kebanyakan, saya hanya menyimpannya sendiri. Bukan membatin, bukan pula tak ingin bercerita. Siapa yang tak ingin mengeluarkan segala keluh kesahnya di depan sahabat. Tapi sayang, mungkin inilah yang jadi kekurangan saya. Menjadi orang yang kurang cukup komunikatif. Kadang setiap kali bercerita lisan, saya selalu merasa tak bisa berbicara. Membosankan, cerita yang berantakan, tidak runtut dan yah hal-hal semacamnya. Dan ketika kecil, saya lebih suka menulis. Menulis apa yang tersimpan dalam benak, menulis apa yang menjadi kekesalan, kemarahan, kebahagiaan dan segala hal yang saya alami. Sampai saya dewasa saat ini dan menyadari, inilah jalan yang akhirnya saya pilih. Jalan yang membawa saya pada titik dimana saya ada sekarang. Komunitas, teman-teman baru, kebahagiaan, perubahan, semua ada karena menulis.
Beberapa pengalaman terkait menulispun saya alami. Berkali-kali kali saya ikut lomba, mengirim tulisan ke media massa, Alhamdulillah tak satupun menang, tak satupun diterima. Tapi beberapa waktu terakhir ini, saya sedang senang-senangnya mengikuti berbagai giveaway di blog. Alhamdulillah beberapa kali saya bisa meraih juara. Dan hadiahnya mulai menumpuk di rumah ^_^. Insya Allah, suatu saat Allah akan mengizinkan saya untuk punya buku sendiri. Walaupun sementara, masih buku-buku antologi yang lahir. Insya Allah. Aamiin.
Buat saya, menulis adalah segalanya. Saya bangga dengan jalan yang saya pilih. Saya bangga dengan hobi saya saat ini. Meski belum satu bukupun lahir dari tangan tunggal saya, setidaknya dengan blog ini, cukuplah saya dikenal beberapa orang. Cukuplah saya membuktikan bahwa saya memang senang menulis. Belum lagi dengan berbagai komunitas kepenulisan yang saya ikuti saat ini. Membawa saya pada kopi darat, lomba, kuis dan semacamnya. Dan bertemu mereka, adalah kebahagiaan saya. Bersatu bersama orang-orang yang punya minat dan visi sama.
Dukungan? Alhamdulillah, keluarga perlahan-lahan mendukung. Dan mulai mengakui bahwa saya memang ‘penulis’. Buku-buku yang ada di lemari salah satu buktinya. Pernah suatu kali saat ibu berbicara, “Baca buku mulu.” Dengan celetukkannya, ayah juga angkat bicara, “Mungkin mau jadi pengarang.” Aamiin. Kata saya sambil tersenyum. Bukankah omongan adalah sebuah doa. Hehe. Terlebih dari orang tua. Insya Allah. Ah ya, tak ketinggalan teman-teman dan sahabat dekat juga mendukung. Dengan norak-nya saya promosi blog ini ke mereka, promosi buku-buku antologi saya. Saya tak butuh pengakuan bahwa ‘saya bisa’, cukuplah dengan mereka mau membaca dan tidak ‘mengganggu’ hobi saya satu ini. Itu menjadi dukungan bagi saya.
Balik lagi, para pembesar-pembesarlah yang akhirnya menjadi inspirasi saya. Siapa pembesar yang tak menulis? Rasanya jarang, atau bahkan tidak ada. Ketika ditanya, lagi-lagi jawaban yang keluar nyaris serupa. Ingin meninggalkan jejak. Sampai kapanpun tulisan tak pernah mati. Tulisan tak pernah lekang. Bahkan status atau twitt singkat kita di media sosial, itu juga bisa disebut tulisan. Dan kita telah meninggalkan jejak di sana. Tinggal memilih, jejak seperti apa yang ingin kita tinggalkan. Mudah-mudahan hanya yang positif.
Siapapun kita. Seperti apapun kita, sehebat apapun kita, tetaplah menulis. Tulisanlah yang akan menjadi jejak abadi kita. Tak ada yang bisa mengubah pemikiran kita. Selama kita punya ide, rencana, tujuan, atau bahkan gagasan terhebat jika tidak ditulis, semua akan terasa sia-sia. So, keep smile and keep writing 😉
Delina, nice post nih…
Oh, jadi menulis itu sebagai penyeimbang dari ketidakkomunikatifan dalam bersosial. Jadi, penyeimbang dari apa yang “kita” anggap sebagai kelemahan. Sebenarnya, bukan hanya kakak yang merasakan hal tersebut. Aku pun juga mengalami masalah yang sama, sampai memutuskan untuk menulis saja daripada ‘banyak’ berbicara,..
Semoga segera terbit buku-solonya ya.. entar kalau udah terbit adakan giveaway. Terus aku yang jadi pesertanya.. hehahaha..
Salam kenal…
Terima kasih sudah berkunjung dan atas pendapatnya.
Yaph 🙂 benar. Mungkin bisa dibilang juga sebagai penyeimbang.
Insya Allah mudah"an. Aamiin ^_^
amin…. terus berkarya ya dik…
semangat… cemungut…hehehe
Yaph ^^
tulisan bisa merekam banyak kejadian yang kita alami, jadi bisa buat sharing dengan teman2 jg.
Yaph. Thats right mbak Ila ^_^