Ini teruntuk seorang wanita, sahabatku. Kita sebut saja dia D. Ya, dia yang masih kupanggil sahabat, walau mungkin ia tidak pernah menganggapku sahabatnya lagi. Bahkan aku tidak tahu apakah masih ada namaku di hatinya 🙂
D,
apa kabarmu hari ini?
Sebuah pertanyaan yang mungkin terkesan basi. Tapi memang begitulah cara kita menyapa setiap orang yang belum pernah lagi kita jumpai.
D,
beberapa hari lalu aku memimpikanmu. Sebelum sebelumnya juga beberapa kali memimpikanmu. Aku tidak tahu apakah ini memang bentuk kerinduan atau bukan. Yang jelas sudah lama aku tidak memikirkanmu (lagi).
Aku memang masih suka melihat media sosialmu. Sekedar untuk tahu bagaimana kabarmu. Dan ternyata semua baik-baik saja. Bahkan kau terlihat lebih bahagia dibanding dulu.
D,
syukurlah kau sekarang lebih sering tersenyum. Aku yakin senyuman itu bukan sekedar dalam bingkai foto saja. Karena terlihat sangat jelas bahwa senyum itu benar-benar hidup di matamu.
Aku masih ingat bagaimana dulu kita berbagi duka. Seolah harapan-harapan kita jauh sekali. Tapi yang aku salut, disitulah letak keyakinanmu bahwa suatu hari kau mampu membuktikan pada banyak orang bahwa kau akan sukses. Kau akan membuktikan pada mereka bahwa kau bisa mewujudkan semua mimpi-mimpimu. Dan kini kau bisa mewujudkannya! Maka wajar kalau kau begitu bahagia.
Hanya satu pesanku. Semoga kesuksesanmu bukan sebagai ajang balas dendam pada siapapun. Tapi murni karena kau memang bekerja keras demi dirimu dan keluargamu. Itu saja sudah cukup kan, D.
D,
aku tidak mau bercerita tentang masa lalu kita. Tentang bagaimana kita masih bersama. Tentang bagaimana hanya aku yang kau panggil sebagai sahabat. Tidak. Karena barangkali kau sudah muak mendengarnya. Ya, aku tahu. Ada hati seseorang yang harus kau jaga.
Tapi izinkan aku bercerita tentang mimpi-mimpi yang hadir di malam-malam itu. Mimpi yang kelihatannya adalah bentuk harapanku. Di dalam mimpi itu kau masih tersenyum padaku. Memanggil namaku. Dan kita berjalan sebagaimana biasanya (dulu). Kau masih menganggapku sebagai sahabatmu seperti sedia kala. Suasananya sama seperti sekarang. Tapi kau masih menganggapku ada.
Di setiap itulah, saat bangun aku langsung tersadar bahwa itu hanyalah mimpi. Kenyataannya sekarang aku ada di sini. Kita sudah berbeda dan memang sudah tak seperti dulu. Sedih, pasti. Karena tidak ada dirimu di sini. Bahkan tidak dengan sapaanmu. Ah entah kapan terakhir kali kau menyapaku.
Tapi ketahuilah, D. Mimpi-mimpi itu yang mampu jadi hiburan sesaatku. Paling tidak, Allah mengizinkanku bertemu denganmu meski hanya di dalam mimpi.
D,
sekarang aku sedang hamil anak kedua. Bagaimana, kau terkejut tidak? Sebagaimana teman-temanku yang terkejut aku hamil lagi di saat anakku masih bayi dan butuh perhatian. Anakku yang pertama sekarang sudah 9 bulan D. Ingin rasanya kau bisa menggendong anakku. Sebagaimana dulu kau memintaku untuk mengundangmu di hari pernikahanku. Sayang D, waktu itu kau tidak datang. Bahkan memberi selamatpun tidak :’) Tak apa.
D,
aku tidak berharap muluk-muluk lagi. Aku tidak akan berharap bahwa kau bisa menganggapku sahabatmu seperti dulu. Aku tidak berharap kita bisa berjalan bersama lagi. Hanya satu harapanku D. Harapan yang selalu terpatri, tepatnya semenjak kita mulai menjauh.
Semoga kau selalu bahagia. Itu saja 🙂
Salam untuk keluargamu ya. Aku juga rindu dengan mamamu 🙂 Sampaikan bahwa aku sudah tidak pernah main ke rumahmu karena dilarang anaknya hehehe bercanda :’)
Sudah ya D. Semoga kau bisa mampir membaca surat ini. Bagaimana pun jalannya.
Terima kasih.
Salam sayang,
Ade. Yang selalu menganggapmu sahabat 🙂
Sahabat itu…kadang sulit dihilangkan dari dalam hati jejaknya ya
Betul Mbak :')
Semoga D dapat membacanya ya mba, bahagianya mempunyai sahabat sepertimu
Kayaknya saya yang bahagia punya sahabat seperti dia hehe
Tetaplah doakan sahabatmu walau dia tidak tahu…
Selalu Mbak :')
Huhu so sweet banget Mba, aku tak bisa merangkai kata seindah dan setulus itu, dari lubuk hati yang terdalam aku sering merasakan kehilangan sahabat, kami dulu seperti nadi sekarang sejauh matahari. Mungkin kesibukan menjadi alasan atas bedanya frekuensi, yang bikin nyesek adalah kita masih berharap pada mereka, sedang mereka tak pernah mikirin kita. Yasudah semakin dewasa sahabat akan terfilter semesta, semoga ada sahabat baru yang lebih seenergi dan tulus sama kita ya, mengajak pada kebaikan dan mendoakan kesuksesan bersama aamiin, saatnya bertemu dengan orang berkualitas, bukan kuantitas geng gengan lagi hehhehe tfs ya
Aamiin, aamiin ya Rabbal alamin 🙂