“Bukan besar kecilnya rezeki atau panjangnya usia, yang terpenting adalah berkahnya.”
Kalimat itu yang selalu saya ingat dari beliau. Seorang guru laki-laki yang untuk pertama kalinya mampu menjembatani saya untuk memperdalam agama. Yang membuat saya mantap mengenakan kerudung yang bukan sekadar penutup kepala, tapi juga benar-benar untuk menutup aurat.
Seorang guru yang memiliki suara merdu pada saat baca Al-Qur’an dan bersholawat. Guru favorit, karena sifatnya yang sangat supel, ramah dan rendah hati. Inilah yang membuat semua murid lainnya pun banyak yang mengaguminya.
Ya, beliau adalah guru IPA di SMK saya dulu. Bukan hanya mengajar IPA, beliau pun kebagian mengajar Aqidah Akhlak dan Bahasa Arab. Maka wajar di sela-sela mengajar IPA pun terkadang beliau masih menyelipkan ajaran-ajaran agama.
Rezeki dan usia itu yang terpenting adalah berkah
via Pixabay |
Berkah. Dari sekian banyak yang beliau ajarkan, perihal berkah inilah yang paling sering beliau sampaikan. Barangkali karena beliau (atau bahkan kita semua) tahu, bahwa sering kita sebagai manusia menuntut lebih apalagi dalam urusan rezeki. Kita merasa rezeki itu harus dalam bentuk uang yang jumlahnya besar. Padahal bukan besar kecilnya rezeki yang menentukan kebahagiaan manusia, melainkan yang lebih penting adalah berkah.
Jika rezeki kita berkah, walaupun kecil, akan ada saja jalannya untuk bertambah. Misal punya uang 100 ribu, kita sedekahkan 50 ribunya ke masjid. Setelah pulang dari masjid, ada orang membeli dagangan kita sebesar 100 ribu. Itulah berkah. Atau setelah kita sedekah, kita menjadi sembuh dari sakit, itulah berkah. Berkah = bertambah.
Tapi sebaliknya, bila kita mengeluarkan 50 ribu untuk hal yang sia-sia, dan saat pulang kita justru kekurangan uang, itu artinya uang kita tidak berkah. Tidak berkah = berkurang.
Demikian pula soal usia. Jika semakin panjang usia, kita menjadi semakin produktif dan bermanfaat, itu artinya usia kita berkah.
Inilah ajaran beliau yang paling selalu saya ingat. Sampai-sampai saat mau berbuat apapun saya hanya memikirkan “ini sudah berkah belum ya?” Karena ngeri rasanya kalau rezeki atau usia kita semakin hari bukan semakin bertambah, tapi malah sia-sia berkurang, naudzubillah.
Terima kasih Pak. Terima kasih sudah mengajarkan tentang keberkahan ini. Terima kasih sudah menjadi guru yang baik untuk semua murid-murid Bapak. Semoga Bapak selalu dalam lindungan Allah SWT, sehat, dan selalu diberi keberkahan. Aamiin.
petuah yg sll diingat sll…. 🙂
Harus selalu diingat 🙂
keberkahan yang sering terlupakan ya mbak
Iya Mbak 🙁
semoga hidup kita dipenuhi keberkahan ya mba
Aamiin aamiin ya Rabbal alamin 🙂
Ajarannya sangat membekas.
Siapa nama gurunya, mbak?
Pak Fairuz Mbak 🙂