وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya; janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak padanya. Wajib atas mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. (QS an-Nur [24]: 31).
Pertama kali aku mulai menutup aurat ketika kelas 2 SMP, saat itu bukan karena aku sudah paham bahwa menutup aurat itu hukumnya wajib, hanya saat itu aku ingin menutup rambutku saja. Allah, lucu sekali jika dipikir. Namun dari situlah keistiqomahanku berjalan. Lagi-lagi bukan karena paham menutup aurat itu wajib, hanya karena baru punya niat untuk menutup kepala. Hmm…
Saat lulus SMP, aku disekolahkan di sekolah Islam, jika teman-teman yang lain (yang belum mengenakan jilbab.red) terkejut karena peraturan sekolah mewajibkan siswinya untuk mengenakan jilbab, aku bersyukur karena aku sudah terbiasa mengenakan jilbab sejak SMP.
Oke, tak cukup sampai sini, keistiqomahan akan pemahaman kewajiban memakai jilbab belum muncul. Justru muncul ketika umurku sudah menginjak 19 tahun. *Apa? 19 tahun? Sementara kau mengenakan jilbab sejak SMP?* Ya begitulah. Dulu aku belum serius benar-benar memahami Islam. Hanya sebatas menjalani kewajiban-kewajiban yang aku tahu.
Lagi-lagi karena keaktifanku di dunia maya. Maklum, setelah masa transisi aku memutuskan untuk tak lagi berpacaran, aku banyak me-like fanspage Islami. Disitulah dijelaskan tentang mengapa wanita diwajibkan untuk menutup aurat kecuali dihadapan muhrimnya. Dan disinilah rasa syukurku bertambah, hanya karena niat awal menutup rambut, ternyata aku malah mendapat hidayah yang sungguh luar biasa dampaknya bagiku.
Lalu apakah ceritanya selesai? Belum. Cerita ini belum selesai. Sudah menutup aurat? Kan sudah. Tapi apakah sudah sempurna? Huh…belum :'(. Aku masih mengenakan celana jeans, baju yang kadang ketat lalu hanya kepala yang ditutupi jilbab, eh aku kira itu sudah terhitung menutup aurat. Ternyata belum :'(. Ayat belum cukup memberi pemahaman besar padaku, aku mendapat penjelasan selebihnya dari fanspage sang ustadz, dan disitulah aku baru mendapat pemahaman bahwa menutup aurat tak sekedar tertutup, bukan betis kaki yang masih kelihatan lekuknya, tangan 7/8 yang nanggung untuk dikatakan menutupi, baju yang kelihatan ketat yang dikatakan menutup aurat, juga jilbab yang transparan. Tapi berjilbab ialah lebih dari sekedar itu. Sekarang aku berpikir, buat apa pakai jilbab tapi lekuk betis masih kelihatan, buat apa pakai jilbab jika baju masih ketat, dan buat apa menutupi kepala tapi rambut masih kelihatan. Allah, malu sekali rasanya.
Dan ini ceritaku, saat itu aku pergi menggunakan bus transjakarta, aku dan kedua temanku ingin mengunjungi pameran buku-buku islam, dan terkejutnya ialah ketika menaiki bus, aku banyak menemukan wanita-wanita muslimah dengan jilbab yang lebar, baju yang di double dengan manset juga rok dengan dalam celana yang tidak ketat (ternyata mereka bertujuan sama dengan kami). Entah mengapa saat melihatnya aku merasa iri. Dalam hati, duuh mengapa aku bisa iri seperti ini. Untung saat itu aku sedang pakai celana bahan yang tidak ketat, jadi rasa maluku bisa sedikit ditepis :). Begitu sampai, Allah.. semakin banyak saja para muslimah cantik yang menutup aurat yang menurutku sudah sangat sempurna. Ditengah kesesakan juga terik panasnya matahari mereka berangkap-rangkap dalam berbusana. Loh, tapi justru aku bukan beranggapan “ih ngga gerah ya,” namun rasa iri itu malah bertambah. “Apa aku bisa ya menutup seperti itu”. Sekarang ku katakan BISA. Semua tergantung niat toh? Sebesar apa niat kita ingin menutup aurat, sebesar apa harapan kita dalam mencari ridhoNya.
Sekarang banyak juga buku-buku dan aku lebih mendalami ayat-ayatNya, aku mulai bisa menguatkan tekad untuk menutupi aurat dengan lebih syar’i. Tak ada lagi celana jeans ketat, tak ada lagi baju lengan 7/8 yang nanggung, tak ada lagi baju ketat dan tak ada lagi rambut yang terlihat. Semua sudah bisa ku tinggalkan 🙂
Benar. Bahwa menutup aurat bukan menunggu akhlak baik dulu, karena manusia akan selamanya tak sempurna, akan selamanya punya salah, namun niatkan saat kita menutup aurat untuk menjalankan perintahNya dan ini kewajiban loh :), maka dengan sendirinya kita akan malu jika akhlak tak baik, jika lisan tak terjaga, dan jika amal belum banyak.
Dengan begitu ku katakan mari kita menutup aurat kita, bukankah ia akan lebih terjaga, dan yang belum sempurna, mari kita sama-sama menyempurnakan, karena Allah suka dengan umatNya yang senantiasa memperbaiki diri.
Adapun kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita Mukminat dijelaskan di dalam surat al-Ahzab ayat 59. Allah swt berfirman :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”.[al-Ahzab:59]
Subhanallah… suka banget aku ukh tulisannya, mirip-mirip sama pengalaman beberapa waktu lalu yang sempat aku tulis di –> http://al-ihtisyam.blogspot.com/2012/10/ukhtuna-ana-uhibbukum-fillah.html
Anti masih beruntung sedari SMP sudah 'berjilbab' (baca, khimar)walaupun belum tau dalilnya. Hmmm, tapi memang Allah selalu mempunyai cara yang unik untuk hamba-Nya yang suka memperbaiki diri
Salam ukhuwah (^_^)/
Barrakallah.. salam ukhwah juga, terima kasih sudah berkunjung yaa 🙂
Ya begitulah 🙂 Rencana Allah memang selalu lebih indah dari yang kita duga 😀
Yang penting niat untuk menutup aurat dengan sempurna sudah ada ya ukh ^_^