Ayah. Rasanya melihat usiamu sekarang orang akan berpikir bahwa kau sudah tua, pikunan, tenaga juga sudah berkurang. Namun ternyata mereka salah ayah. Kau masih kuat, tenagamu masih berlimpah, ingatanmu masih bagus. Banyak orang yang berpikir heran tentangmu. Bagaimana bisa di usiamu yang sudah menginjak bulat 60 tahun kau masih segar. Masih mampu berjalan jauh menggunakan motor pula. Ya ayahku masih mampu bekerja jauh.
Sungguh kadang aku tak mampu melihatmu masih harus bekerja. Anak-anakmu sudah besar ayah, kami sudah mampu membiayai hidup kami sendiri. Namun apa yang kau katakan, “Ayah masih bisa kerja kok, do’akan saja ayahmu ini agar sehat selalu”. Ayah.. sungguh bukan kau jika tak keras kepala.
Ayah, jika ku perhatikan mungkin sudah tabiat para ayah yang baik. Kau selalu mengalah demi istri dan anak-anakmu. Kau selalu lebih mengutamakan kami. Setiap saat kau pulang kerja membawa makanan, kau selalu bilang “Sudah makan saja, Ayah sudah makan tadi.” Meski kami tahu bahwa kau sebenarnya belum makan. Namun kau hanya ingin kami bisa menyantap makanan itu seluruhnya agar tak tersisa karena harus membagi untukmu. Nyatanya kau lebih memilih makan makanan Ibu. Ya, ketika anak-anakmu mengeluh karena masakan yang tidak cocok, namun kau malah melahapnya hingga habis dan membelikan kami makanan diluar.
Dan yang paling aku ingat adalah ketika dulu kita masih sering jalan-jalan keliling kota Jakarta menaiki kereta, saat kereta sudah penuh kau selalu bilang “Sini nak, duduk dikaki ayah agar kamu tidak lelah.” Dan aku menurutinya. Kau sudah berdiri ayah, kau juga sudah lelah, namun kau masih rela kakimu diduduki oleh anakmu, bukankah itu hanya membuatmu semakin lelah? Ah, aku yang kecil dulu belum mampu memahami sejauh ini. Yang aku tahu, aku senang bisa duduk meski hanya dikakimu ayah…
Setiap saat kau punya rezeki lebih kau pasti akan mengajak kami jalan-jalan. Tak peduli uang yang baru kau dapat itu meski baru kemarin. Kau sungguh royal. Yang penting kebahagiaan istri dan anak-anak katamu. Tak peduli pada anak-anakmu yang sering berkata “Ditabung saja uangnya, jangan boros-boros”. Namun lagi-lagi bukan kau jika tak keras kepala.
Ketika Ibu mengeluh karena berbagai bahan pokok yang melulu merangkak naik, biaya sekolah yang semakin hari semakin mahal hingga rezeki yang dirasa selalu kurang. Hanya kau balas dengan senyuman. Lalu kau akan berkata “Bersyukurlah. Seberapapun rezeki yang Allah berikan. Karena hanya dengan bersyukur hidup kita akan tenang. Ayah akan selalu berusaha selama ayah masih kuat.” Allah, melihat usiamu kembali rasanya sungguh berdosa kami, jika tak membahagiakanmu.
Ayah, ketika anak-anakmu dilecehkan, dihujat, atau bahkan dihina oleh orang lain, kau langsung maju bak tidak peduli pada siapapun itu yang berani mengganggu anak-anakmu. Yang kau tahu kau tidak terima anak-anakmu diperlakukan semena-mena. Meski sering kami berkata “Jangan ayah, kami akan malu. Apa yang akan mereka katakan nanti tentangmu. Kami tak ingin kau dibilang sangar, galak, atau apapun.” Lagi-lagi kau tak peduli, yang kau mau anak-anakmu tetap mendapat perlakuan yang baik.
Ayah, ketika ibu marah karena kau berpaling saat ibu sedang bicara maka kau selalu menenangkan, kau akan kembali menatap ibu dengan penuh kehangatan dan senyum khasmu untuk menggoda agar ibu tidak marah lagi. Ayah, pesan ibu jadilah pendengar yang baik.
Ayah, aku tak tahu bagaimana isi hatimu sebenarnya, apa yang kau rasa sesungguhnya. Adakah kau pernah menyimpan kecewa, marah pada kami anak-anak yang sering membuat ulah? Ayah, namun tak tampak raut itu semua. Yang ku lihat, yang kami lihat hanya raut wajah ketegaran yang selalu memberi kekuatan lebih pada keluarga. Mungkinkah karena posisimu sebagai kepala keluarga hingga akhirnya kau jarang menampakkan kelemahanmu?
Meski terkadang jua kau tak bisa menyembunyikan amarahmu karena ulah anak-anakmu yang sudah keterlaluan tapi aku sadar ayah. Bahwa sesungguhnya kemarahanmu hanya untuk melindungi kami, membuat kami menjadi lebih baik.
Pernah suatu ketika kakak ku bicara, “Tau ngga apa yang membuat ayah kita begitu kuat?”
Kami yang lain hanya tersenyum.
Kakakku kembali meneruskan, “Karena ayah tidak pernah memikirkan masalah, lihat saja ayah kita begitu enjoy, easy going, itulah hebatnya ayah.”
Aku mengingat kembali. Ayah memang selalu berkata “Tenang saja, tak masalah.” Allah, sebesar apapun masalahnya tetap saja ayah akan berkata seperti itu. Aku juga masih ingat kata-katanya tadi pagi yang berkata padaku, “Kau masih muda, belajar bijaklah menghadapi segala masalahmu, jangan mengeluh, teruslah bersyukur, serahkan semuanya kepada Allah, hanya berserah diri yang membuat hati kita tetap tenang.”
Ayah, sifat selalu ceriamu yang sering mengherankan kami, bagaimana bisa engkau sekuat itu padahal masalahmu selalu jauh lebih berat dari kami. Kau masih bisa tertawa, kau masih bisa menciptakan lelucon ditengah ketegangan. Dan, ya trade mark kata-katamu selalu “tenang saja, tak masalah.” Hatimu terbuat dari apa sih ayah..
Ayah, ketika aku menatap wajahmu dalam, ketika aku menatapmu dengan sepenuh hati, aku sungguh bersyukur ayah. Aku punya ayah yang begitu hebat, yang sedemikian kuat, tegar, tak peduli seberat apapun masalahnya, tak sekalipun kau mengeluh.
Bersyukur pula aku masih bisa melihatmu sampai saat ini. Banyak anak-anak diluar sana yang merindukan kasih sayang seorang ayah. Namun aku, aku sudah mendapatkannya sejak kecil, bahkan hingga aku dewasa sekarang.
Do’aku agar kau selalu diberikan kesehatan, kekuatan, panjang umur juga selalu dilindungi Allah SWT dimanapun kau berada.
Hangat tanganmu akan selalu ku rindukan
Senyum tawamu akan selalu ku ingat
Jasamu,
Peluhmu dalam mencari rezeki,
Kekuatanmu,
Nasihat yang selalu kau berikan,
Tak kan ku biarkan lekang dalam ingatanku..
Aku berharap, biar saja aku yang meninggalkan lebih dulu,
Karena aku tak mampu membayangkan bagaimana rasanya kehilangan
Seorang yang ku sayangi..
Ayah..
Semburat kata ini untukmu..
Maafkan kami anak-anakmu yang s’lalu penuh dengan kekurangan..
Yakinlah ayah.
Kami akan selalu menjaga, melindungi dan menyayangimu..
Comment on “Tentangmu Ayah”