“Kebanggan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali ketika kita jatuh.” (Confusius)
Rasanya tak ada manusia yang luput dari kegagalan, sehebat apapun ia akan ada saat dimana ia harus berlapang hati untuk menerima kegagalan.
Sembilan tahun silam..
Kelas enam SD saat semua sibuk menentukan sekolah negeri pilihannya, aku dilanda dilema. Sebenarnya aku punya niat untuk masuk sekolah negeri favorit, namun pada saat itu sudah banyak anak yang tidak berhasil masuk sana. Alhasil ibu menyuruhku masuk sekolah negeri pilihan kedua. Sedang sahabat-sahabatku semua sudah bulat untuk mencoba tes di sekolah negeri favorit itu. Aku sedih, kucoba yakinkan ibu tapi beliau tetap pada pendiriannya, katanya, “Daripada nanti gagal dan masuk swasta, lebih baik masuk sekolah negeri yang biasa saja. Toh yang penting tetap negeri.” Karena takut durhaka, aku pun menurutinya.
Tanpa dinyana, nilai tesku di sekolah negeri (pilihan ibu) itu mendapat peringkat ke-20 dari 600 lebih yang mendaftar. Kesal, marah. Tapi tak ada lagi yang bisa kuperbuat. Toh tes masuk negeri sudah lewat, mau tidak mau aku harus menerima sekolah yang dipilih. Sahabat-sahabatku pun demikian, mereka semua berhasil lolos tes dan masuk sekolah favorit tersebut. Banyak sahabat yang menyesalkan aku, namun apa mau dikata, sudah terlanjur. Ya terima saja.
Satu tahun sekolah di sana membuatku tak tenang. Bukan saja karena harus berpisah dengan semua sahabatku, tapi rasa penyesalan yang juga masih terus menggelayuti pikiran. Sampai saatnya kelas dua aku mulai sadar. Melihat semua teman baruku, guru-guru yang begitu baik, membuat aku bisa berpikir jernih, kalau saja aku tak sekolah di sini, aku tak bisa bertemu mereka semua. Maka sejak itu aku mulai bisa menerima.
Kejadian serupa kembali terjadi saat aku masuk sekolah menengah atas. Saat itu pilihan jatuh pada sekolah menengah kejuruan negeri. Bedanya, kali ini aku bisa mencoba tes di sana. Namun apa daya, Allah belum mengizinkan aku lolos di sana. Mau tidak mau aku harus masuk sekolah kejuruan swasta. Lagi-lagi berdasar pilihan ibu.
Awalnya sempat tak menerima, namun ibu terus mencoba meyakinkan bahwa sekolah swasta tersebut baik. Berbasis islam dan sudah terkenal di kalangan rumahku. Akhirnya akupun sekolah di sana. Benar saja, orang tua memang tak pernah salah. Lama-kelamaan aku belajar di sana, dampaknya mulai terlihat. Ilmu agamaku kian hari kian bertambah, belum lagi sekolahku sering melaksanakan qiyamul lail. Tak hanya pada bulan Ramadhan, melainkan ketika akan ujian pun diadakan qiyamul lail. Aku juga aktif di kegiatan Marching Band dan English Club.
Begitulah, terkadang apa yang kita inginkan tak selamanya baik di mata Allah. Kadang orang tua lebih tahu yang terbaik untuk anaknya. Meskipun dua kali gagal masuk sekolah favorit, namun seiring perjalanan mengalahkan waktu, aku disadar dan di’bahagia’kan dengan hal yang sebelumnya tak pernah ku duga. Bertemu dengan teman-teman baru, guru-guru yang baik dan segala kegiatan yang kuikuti membuat aku bisa melihat dengan jeli bahwa bukan almamater sekolah yang terpenting, melainkan ‘cara pembelajaran’ kita yang mempengaruhi langkah kesuksesan di masa depan.
Kalau tak ada kejadian itu, mungkin aku tak belajar dan bersyukur dengan pilihan Allah.
Rencana Allah jauh lebih indah (#GA_PMW)
OST Perjalanan Mengalahkan Waktu
Diikutsertakan dalam Give Away “Perjalanan Mengalahkan Waktu” bersama Penerbit Mizan dan EMBRIO HARDSYSTEM
7 comments to “Kalau Tak Gagal, Aku Tak Belajar”
Destiany Prawidyasari - Februari 3, 2014
Iya, kalau tidak pernah gagal, kita nggak akan pernah tahu bagaimana rasanya berhasil, dan bangkit dari kegagalan.
nice post, salam kenal ya 🙂
Asep Haryono - Februari 3, 2014
orang bilang pengalaman adalah guru yang baik, tapi tidak semua guru itu berpengalaman. Salut dengan pencerahan hari ini yang saya baca di sini. Bahwa justru dengan kegagalan itulah kita bisa belajar untuk bangkit kembali
Ade Delina Putri - Februari 3, 2014
Yaph. Trimakasih Pak sudah mampir. Dan makasih juga sudah memenangkan saya di GA nya ^_^
Titis Ayuningsih - Februari 3, 2014
Karena kegagalan ada guru terbaik 🙂
Ade Delina Putri - Februari 3, 2014
Mbak Titis: Yaph ^_^
Mbak Desti: Yaph. Salam kenal juga, terima kasih sudah mampir ^_^
Aan - Februari 4, 2014
kegagalan memberikan arti dan nikmatnya perjuangan. tidak ada yang sia-sia di dunia karena pasti akan ada hikmah yang terpendam… berprasangkalah positif pada Rencana Allah. apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, tapi apa yang baik menurut Allah pasti baik untuk kita…
Ade Delina Putri - Februari 5, 2014
Yaph. Terima kasih ^_^