Bagi yang suka gratisan kayak saya, ini ada kutipan yang mungkin bisa menyadarkan kita hehe.
Dilematis seorang penulis buku yang juga aku rasakan :
(Copy paste dari status Bang Dimas Jayadinekat, karena saya juga mengalami perasaan yang sama)
Teman-teman, ini SERIUS… mohon untuk tidak coba-coba meminta buku gratis pada seorang penulis yang bukunya baru saja terbit. Nggak peduli itu buku perdana atau buku ke seratus. Apalagi dengan embel-embel “Kan kita teman…”. Bukan berarti penulis itu jahat bin pelit, tapi ini ada beberapa alasannya:
1) Beberapa penulis benar-benar menulis untuk bertahan hidup, maka bila kita merasa temannya, justru kita harus membantunya dengan membeli bukunya. Malah kalau mungkin beli langsung ya bayarnya dilebihkan 5 ribu-10 ribu… kan buat teman…
2) Kalaupun ada penulis yang menulis cuma sekadar iseng, percayalah bahwa mereka juga perlu bayar tagihan, makan, dan pulsa. Sama seperti manusia biasa.
3) Kalian mungkin dapat buku gratis jika memang dari awal sudah perjanjian akan barter dengan sesuatu yang nilainya sama atau lebih besar dari nilai buku tersebut, misalnya: novel barter novel, janji buku itu akan ditawarkan ke penerbit luar negeri, akan dibuatkan resensinya dan dimuat di koran nasional, akan coba ditawarkan ke PH tertentu untuk dijadikan film, atau akan disimpan di perpustakaan kampus-kampus di negeri luar negeri, dll.
4) Kalian mungkin akan dapat gratis bila memang penulisnya dari awal sudah niat memberikan buku itu. Yang ini sih nggak usah diminta, dikirim langsung malah ke rumah.
5) Kalian mungkin akan dapat gratis bila memang penulisnya membuat buku tersebut untuk menyebarkan ideologinya dan dia sudah kebanyakan duit, misalnya: para anggota DPR lagi kampanye diri. Nah itu pasti seneng tuh bagi-bagi gratis!
6) Analogi sederhana, silahkan dipikirkan: Bila kalian membuat novel selama enam bulan, tebalnya 200-250 halaman, itu semua hasil begadang nyaris tiap malam, menghabiskan 8-9 kali revisi, dengan riset yang teliti… lalu setelah terbit ada yang minta gratis… apa rasanya? dengan proses yang melelahkan seperti tadi, dijual 75 ribu saja rasanya masih terlalu murah.
Di copas dari kawan sesama penulis, Hendra Veejay
sumber: FB Ramaditya Adikara
Membaca kutipan di atas membuat saya merasa berdosa sendiri, meskipun saya belum pernah meminta langsung pada penulis untuk memberikan bukunya yang baru terbit. Kecuali mungkin jika si penulis mengadakan kuis, give away atau semacamnya yang dengan suka rela membagikan secara gratis baru saya suka banget ikutan. Buat saya saat ini hadiah buku sudah merupakan hadiah istimewa. Entahlah kian hari kecintaan saya pada buku semakin bertambah *alhamdulillah.
Kutipan tersebut sempat di share di Komunitas Bisa Menulis. Saya makin terhentak dengan salah satu komentar penulis yang juga bukunya baru terbit. Beliau berbagi terkait pengalamannya menulis hingga akhirnya diterbitkan. Daaaan saya terhentak dengan kalimat beliau, saya lupa bunyi persis kalimatnya, yang jelas intinya untuk menulis satu buku itu, beliau butuh riset bertahun-tahun dengan biaya yang tak sedikit, belum lagi juga harus revisi berkali-kali. Memang. Memang nyesek banget dengan keadaan yang seperti itu, kita sudah berjuang mati-matian untuk menulis sampai akhirnya bisa diterbitkan, tiba-tiba dengan seenak jidat, gue minta dong alias minta gratisan (meskipun itu temen sendiri). Masya Allah. Sekalipun saya belum menerbitkan buku, tapi rasanya memang nohok banget. Hmm
Bukan hanya tentang buku, pagi ini saya juga menemukan salah satu tweet seorang teman. Mungkin ia baru buka usaha, bunyi tweetnya begini, “Wuaa baru buka udah minta diskon.” Saya terbayang beberapa hari yang lalu mencoba-coba jualan, dan kalau ada yang berkata pada saya seperti itu rasanya juga nohok banget alias nyesek. Kita baru buka usaha, baru ‘belajar’ jualan, dan temen kita sendiri bukan mendukung melainkan, “diskon kek.” O my God, plak.
Tak dipungkiri, siapa sih yang nggak suka gratisan. Saya aja suka. Saya bersyukur ketemu kutipan di atas, yang membuat saya akhirnya sadar. Teman memang teman, tapi dalam hal tertentu harusnya kita bisa menjadi teman yang bijak. Salah satu contohnya di atas. Ketika ada teman yang berhasil menerbitkan bukunya, maka kita bisa mendukung dengan menjadi pembeli pertama atau paling tidak, jangan sekali-kali minta gratisan! Begitupun hal nya ketika ada teman yang baru ‘belajar’ jualan. Kecuali kalau dia memang mau memberi, itu tak jadi masalah.
Kutipan di atas juga mengingatkan saya pada kutipan orang-orang bijak, “Orang besar memberi bukan meminta.” “Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” Subhanallah, mudah-mudahan kita tak lagi menjadi orang kecil yang sukanya minta-minta. Tapi bisa jadi orang besar yang hobinya memberi. Insya Allah. Aamiin.