Benar, jika ada hadits mencinta dan membencilah sewajarnya. Sebab bisa saja mencinta yang berlebihan akan menjadi benci yang tidak ketulungan. Dan benci yang berlebihan akan menjadi cinta yang sulit dilepaskan.
Sulit kaupercaya yang kemarin membangga-banggakanmu kini hilang tanpa jejak. Tak berbekas sama sekali. Bahkan tak menoleh sedikitpun. Herannya, itu terjadi kala kau mulai menyadari bahwa sesungguhnya kau juga sangat mencintainya. Padahal saat itu kauberkata padanya, “Biasa saja. Tak usah berlebihan.” Tapi dia keras kepala. Dia bilang dia sangat mencintaimu. Dan teramat mencintaimu hingga tak ada lagi tempat bagi yang lain. “Aku tak seperti ini pada yang lain.” Begitu katanya.
Satu tahun kemudian – entah apa penyebabnya – dia menghilang begitu saja. Kau mulai khawatir. Kemana dia. Mungkin sebab selama ini dia yang lebih memperhatikanmu meski seringkali kau kurang peduli. Mengapa tak memberi kabar? Sama sekali tak dijawab pesanmu. Beranjak malam, rasa khawatirmu semakin menjadi. Malah semakin parah dengan takut yang mulai melanda. Dia benar-benar tak memberi kabar.
Esoknya kau ulangi lagi. Nyaris lima belas pesan tak terbalas. Lima kali panggilanpun tak ada jawaban. Ya Tuhan kemana dia. Apa yang terjadi dengannya? Kau mencoba bersikap tenang meski detak jantungmu menjadi tak beraturan. Dan malam itu, “Aku sedang tak ingin diganggu.” Tut tut tut. Mati. Tak ada kata yang disempatkan keluar darimu.
Kesadaran seringkali datang terlambat. Mungkin benar jika ketiadaan membuat manusia jauh lebih bersyukur. Karena yang ada seringkali diabaikan. Bukan terlupakan. Tapi tak diacuhkan.
Wow. Suka baca tulisan ini mak. Nancep banget!
Terima kasih Mak 🙂
jadi teringat masa lalu…
#jleb
ah sudahlah :')
btw…jleb deh tulisannya
ciyee 😀
hmm… mau komeng apa yah..??
Mantap deh pokoknyah.. hehe
Makasih 🙂