Untuk ibu, ayah, calon ibu dan calon ayah.
Juga untuk kita sebagai anak.
Juga untuk kita sebagai anak.
Written By:
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Direktur Auladi Parenting School
Pembicara Parenting Internasional di 4 negara
dan Pembicara Nasional Parenting di 24 Propinsi, lebih dari 70 Kota di Indonesia
Ayah, Ibu…
Setiap anak yang diturunkan ke dunia
lahir dalam keadaan fitrah bukan?
“Kullu mauluudin yuladu alal fitrah.
Fa abaawahu.”
Setiap anak lahir dengan fitrah,
bergantung orangtuanya bagaimana ia dibentuk.
Karena anak lahir dengan fitrah,
bukankah berarti tak satupun anak ketika lahir
berniat menghancurkan masa depannya?
Tak ada satupun bayi ketika lahir berniat di kepalanya
“Ah jika besar nanti aku mau kena narkoba” ;
“Ah jika besar nanti aku akan hobi tawuran atau kebut-kebutan”.
Atau pernahkah ia berkata
“jika besar nanti aku akan mencuri uang orangtua.”
“Ah jika besar nanti aku mau membangkang pada ayah dan ibu”.
Adakah anak yang berniat begitu Ayah?
Bukankah berarti setiap anak yang diturunkan Allah ke dunia
Justru pada awalnya cenderung pada kebaikan?
Tetapi, mengapa, sebagian anak-anak ini
Yang lahir cantik, rupawan, lucu dan menggemaskan
Setelah ia beranjak remaja dan dewasa
Justru menjadi beban keluarga
dan menjadi masalah untuk lingkungannya?
Ada apa ini…….
Ayah, Ibu….
Karena anak lahir dengan fitrah
Sebagian masalah anak, justru orangtualah penyebabnya.
Periksalah ternyata sebagian anak justru dijatuhkan harga dirinya
di rumah, bukan di luar rumah
Sebagian kita mungkin pernah memukul tubuhnya,
seolah tubuh anak adalah barang pelampiasan amarah kita
sebagian kita mungkin pernah menampar pipinya,
seolah ia tempat empuk bagi telapak tangan kita
sebagian kita mungkin pernah membentaknya
sambil berteriak dalam hati: akulah yang bekuasa atas dirimu!
Atau mungkin… kita tak pernah melakukan semua itu?
Tapi tahukah ayah ibu,
Sebagian anak memang tak pernah dipukul
Tak pernah dicubit, tak pernah dibentak,
Tapi jarang sekali anak yang lolos untuk tidak disalahkan orangtua
Mulai dari buka mata di pagi hari
Sampai kembali menutup mata di sore hari
Ayah, Ibu….
Karena sebagian anak jatuh harga dirinya di rumah
Tanpa kita sadari, ada sebagian anak yang tak betah
Berada di samping orangtua
Panas hatinya
jika mendengar ‘ceramah-ceramah’ orangtuanya
dan overdosis nasihat yang ia terima
lalu kapan kita mendengarkan anak, ayah, ibu?
Ketika seorang kakak hendak mengambil mainan miliknya
Yang diambil adiknya,
Kita… dengan kekuatan kehakiman yang kita miliki
Dengan gagah berkata: kakak…. Ngalah dong sama adik!
Lihatlah pertunjukkan ini ayah…
Lihatlah ketidakadilan ternyata di mulai dari rumah
Lihatlah… kebenaran ternyata ditentukan oleh faktor usia
Lalu kita berdalil “adik nya kan masih kecil…”
Dalam hati si kakak berkata
“sampai kapan adik akan dibela?”
“Kapankah aku meminta lebih dulu dilahirkan ke dunia?”
“sungguh tak enak jadi seorang kakak”
Karena ketidakadilan di mulai dari rumah
Di tempat lain, sebagian adik pun berkata hal yang sama
“sungguh aku pun tak suka jadi seorang adik”
“Ketika ayah dan ibu tak ada aku sering dikerjai kakak semuanya”
Ayah ibu
Karena sebagian anak dijatuhkan harga dirinya di rumah
Sebagian anak akhirnya tak betah berada di rumah
Rumah baginya hanyalah tempat tidur sementara
Ia lalu mencari harga diri, berkelana mencari surga
Mencari orang-orang yang akan menghargai dirinya
Wahh… ternyata teman-teman ganknya bisa menghargainya
Lalu dalam hati ia berkata
Hm… ternyata aku dihargai jika aku pamer perkasa
aku ternyata perkasa jika menghisap ganja
aku gembira jika bisa menyusahkan siapa saja…..
Apakah itu yang ingin kita inginkan ayah, ibu?
Jika tidak, hormatilah jiwa anak-anak kita
Bukan sekadar uang, jajanan, mainan dan sekolah mahal semata
Itu semua penting
Tapi perkataan dan perlakuan penuh cinta dari Anda
Adalah warisan terindah untuk masa depan mereka
***
* Dikutip dari buku best seller “Sudahkah Aku Jadi Orangtua Shalih” penerbit Khazanah Intelektual dengan penulis sama dengan yang dicantumkan di atas
sumber: facebook
Menangis saya membacanya. Bukan. Bukan karena saya menempatkan diri saya sebagai orang tua. Tapi karena saya merasakan apa yang memang seorang anak rasakan. Dan saya bisa bilang, bahwa tulisan di atas sangat benar. Bukankah sejatinya seorang anak ialah fitrah?
Saat kita tak lagi diperhatikan, saat kita diremehkan, saat kita tak dipedulikan, saat kita hanya disalahkan, saat kita hanya hanya menerima perkataan-perkataan yang kasar yang katanya ‘tanda sayang’. Di saat itu pula kita mulai menunjukkan bahwa kita hanya butuh perhatian, butuh pengakuan, butuh kasih sayang, butuh kelemah lembutan.
Tak menemukannya di rumah sendiri, kita mulai mencari perhatian di luar. Bertemu dengan teman yang seolah bisa menghargai kita. Bertemu dengan seorang lawan jenis yang seolah bisa melindungi kita, bertemu dengan orang-orang yang seolah bisa memberi kita kasih sayang dan kelemah lembutannya.
Rumah bukan lagi tempat aman. Rumah bukan lagi tempat nyaman. Tak ada lagi tawa, tak ada lagi riang. Yang ada hanya ketakutan. Yang ada hanya kesedihan. Yang ada hanya kekecewaan. Hingga akhirnya hati tak kuat, iman tak teguh, kita mulai berontak. Berani berkata kasar. Berani membantah. Berani tak peduli.
Allah, lindungi kami. Maafkan kami.
Jadikan orang tua kami lembut hati dan perkataannya.
Jadikan orang tua kami lembut perilakunya.
Kuat dan sabarkan hati orang tua kami.
-x-
Wahai kawan,
mungkin kalian pernah merasakannya,
Tapi kita tetap harus bangkit.
Pelan-pelan kita sadari,
Bahwa apapun salah orang tua kita
pada akhirnya kembali lagi pada kita
Sudah cukup kita merepotkan mereka sejak lahir
Mungkin wajar jika kelelahan mereka kadang membangkitkan emosi
Bukankah fitrah juga berarti baik?
Itu artinya sejatinya kitapun baik.
Kembali pada kebaikanmu
Dan bersujudlah di kaki orang tuamu.
Aku yakin, hati orang tua mana tak tersentuh melihat anaknya tersungkur di kakinya?
Maafkan anakmu ini Ibu, Ayah..
Maafkan anakmu ini Ibu, Ayah..