Skip to content

Sohibunnisa

Personal & Lifestyle Blog

  • Home
  • About
  • Disclosure
  • Portfolio
  • My Other Blog
  • Toggle search form

Satu Kalimat Berjuta Persepsi

Posted on Maret 3, 2016Oktober 12, 2018 By Ade Delina Putri 4 Komentar pada Satu Kalimat Berjuta Persepsi
pict by Canva, edit by me

Kalimat di atas selalu terbayang-bayang di benak saya akhir-akhir ini. Barangkali karena efek semakin aktifnya saya di media sosial hingga membuat saya sering jadi pengamat *halah*. Iya, tidak tahu kenapa sekarang saya tidak hanya membaca status, melainkan juga sering membaca komentar-komentar di status tersebut. Dan satu kalimat dalam status, bisa saja menjadi berjuta-juta respon/persepsi. Apalagi kalau si pembuat status itu seorang public figure. 

Namanya berjuta-juta respon, tentu saja hasilnya bermacam-macam pendapat. Ada yang setuju, maupun tidak. Ada yang disampaikan dengan cara yang halus sampai kasar. Yang membuat saya kadang berpikir, semakin ke sini, semakin banyak orang yang sangat reaktif. Apalagi jika status tersebut mengandung hal-hal yang sensitif. Semisal bicara tentang agama, ras ataupun golongan. Mungkin ini sebabnya, kita dilarang untuk bicara SARA.

Indonesia memang menganut negara demokrasi, yang berarti bebas mengeluarkan pendapat. Namun sungguh disayangkan jika tidak setuju pada satu kalimat atau satu tulisan, justru bersikap reaktif. Cepat sekali menanggapi. Barangkali tidak masalah jika ingin mengeluarkan pendapat tentang suatu kalimat atau status dengan bahasa yang baik. Hanya saja yang jadi permasalahan adalah ketika kita mencak-mencak (baca: memaki-maki) atau bicara dengan bahasa yang buruk. Alih-alih ingin membenarkan, dengan kata-kata yang kasar/menjatuhkan justru akan merendahkan diri kita sendiri. 

Perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan. Namun saya selalu diajarkan, jika ada kesalahan yang dilakukan oleh orang yang berbeda pendapat dengan kita, bahkan berbeda ‘kubu’ dengan kita: lawan argumennya, serang balik pendapatnya. Jangan sekalipun menyerang apalagi merendahkan pribadi orang yang mengatakannya. Bahkan salah seorang Guru saya pernah memberi nasihat, “Jika ada orang yang mengatakan ‘bodoh’ kepada orang lain karena ia merasa lebih berilmu dari orang yang diejeknya, sesungguhnya orang itu tak sanggup menyembunyikan kebodohannya sendiri.” – Fahd Pahdepie (www.inspirasi.co)

Tidak ada yang salah dengan komentar. Namun jika memang tidak setuju, membenarkan pun ada adabnya. Bicara yang baik, atau tegur secara personal. Karena media sosial bukan hanya diri sendiri yang baca, tapi ada ribuan orang yang ikut membaca. Dan jika kita terlanjur mengeluarkan kata-kata kasar apalagi di ‘rumah’ orang, rasanya kita justru menjatuhkan diri sendiri. Pemilik status pun tidak akan simpati pada kita. Malah yang ada pendapat kita bisa saja diabaikan.

(Baca: Media Sosial dan Berbagi)

http://www.online-instagram.com/user/duniajilbab/1235573345/1057003359027087508_1235573345

Saya pribadi jadi belajar, apapun bentuk tulisan kita, akan ada orang yang tidak sependapat. Sama halnya seperti tidak akan ada orang yang seratus persen menyukai kita. Jika teguran menghampiri, ya terima saja dengan lapang dada dan jauhi perdebatan. Jika memang ilmu belum mumpuni untuk berbicara tentang suatu hal, baiknya ditahan dulu sampai kita benar-benar paham. Juga menahan diri untuk tidak bicara tentang topik-topik sensitif atau SARA.

(Baca: Saya Ada Karena Menulis)

Jadi, barangkali daripada kita tidak bisa mengeluarkan kata-kata yang baik, ada baiknya kita memilih sabar dan diam. Selain jauh dari ketercelaan, kita pun menjauhi perdebatan dan bisa melakukan banyak hal yang lebih penting.
Uncategorized Tags:Media Sosial

Navigasi pos

Previous Post: Aneka Fashion Hijabers yang Akan Menginspirasi di IFW 2016
Next Post: Ade Delina Putri dan Sejarah Singkatnya

Related Posts

#BGANia: Bahagia di Bulan Agustus Uncategorized
Jauhilah Olehmu Prasangka Uncategorized
What’s on 23 Years Old? Uncategorized
Maafkan, Terima, Syukuri :) Uncategorized
Sebuah Rencana Indah Uncategorized
Ini Lho Perkembangan Bayi Usia 2 Bulan Uncategorized

Comments (4) on “Satu Kalimat Berjuta Persepsi”

  1. Efi Fitriyyah berkata:
    Maret 4, 2016 pukul 4:36 am

    Hmmm jadi kebayang fenomena medsos sekarang. Kok gaduh, ya? Yang kasusnya cukup sensi saya cukup tau aja, berusaha menahan diri ga komentar, pro atau kontra. Yang lagi war-waran pun saya diemin aja, selama ga ada masalah sama saya, ga pengen terlibat kubu-kubuan semisal kasus TL yang lagi heboh itu.

    Balas
    1. adedelina berkata:
      Maret 4, 2016 pukul 6:36 am

      Huum. Gaduh banget. Iya saya juga seringnya jadi silent reader aja 😀

      Balas
  2. Lusi berkata:
    Maret 7, 2016 pukul 5:33 pm

    Kalau ada yg lagi sahut2an status aku selalu menyingkir, persepsi itu bikin lelah. Bicara terus terang pada nggak berani.

    Balas
    1. adedelina berkata:
      Maret 7, 2016 pukul 10:02 pm

      Hehe betul mbak 🙂 Lebih baik diam ya 🙂

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter

Archive

Popular Posts

  • Pertemuan-pertemuan Itu
  • Dari Ngeblog, Aku Belajar 5 Hal Tentang Kehidupan
  • Momen-momen Ramadhan yang Selalu Berkesan
  • Penginapan yang Bersih adalah Tempat yang Nyaman
  • Kampanye ASI bukan untuk Menghakimi

Category

  • #BPN30DayChallenge2018
  • #GakPaham
  • #LoQLC
  • #ODOPISB
  • Beauty
  • Blog
  • Event
  • Film
  • Food
  • Kontemplasi
  • Kontes
  • Media Sosial
  • Menulis
  • My Story
  • ODOP
  • Review
  • Tekno
  • Tips
  • Traveling
  • Uncategorized

Search

Copyright © 2025 Sohibunnisa.

Powered by PressBook Masonry Blogs