pict by Canva, edit by me |
Kalimat di atas selalu terbayang-bayang di benak saya akhir-akhir ini. Barangkali karena efek semakin aktifnya saya di media sosial hingga membuat saya sering jadi pengamat *halah*. Iya, tidak tahu kenapa sekarang saya tidak hanya membaca status, melainkan juga sering membaca komentar-komentar di status tersebut. Dan satu kalimat dalam status, bisa saja menjadi berjuta-juta respon/persepsi. Apalagi kalau si pembuat status itu seorang public figure.
Indonesia memang menganut negara demokrasi, yang berarti bebas mengeluarkan pendapat. Namun sungguh disayangkan jika tidak setuju pada satu kalimat atau satu tulisan, justru bersikap reaktif. Cepat sekali menanggapi. Barangkali tidak masalah jika ingin mengeluarkan pendapat tentang suatu kalimat atau status dengan bahasa yang baik. Hanya saja yang jadi permasalahan adalah ketika kita mencak-mencak (baca: memaki-maki) atau bicara dengan bahasa yang buruk. Alih-alih ingin membenarkan, dengan kata-kata yang kasar/menjatuhkan justru akan merendahkan diri kita sendiri.
Perbedaan pendapat adalah sebuah keniscayaan. Namun saya selalu diajarkan, jika ada kesalahan yang dilakukan oleh orang yang berbeda pendapat dengan kita, bahkan berbeda ‘kubu’ dengan kita: lawan argumennya, serang balik pendapatnya. Jangan sekalipun menyerang apalagi merendahkan pribadi orang yang mengatakannya. Bahkan salah seorang Guru saya pernah memberi nasihat, “Jika ada orang yang mengatakan ‘bodoh’ kepada orang lain karena ia merasa lebih berilmu dari orang yang diejeknya, sesungguhnya orang itu tak sanggup menyembunyikan kebodohannya sendiri.” – Fahd Pahdepie (www.inspirasi.co)
(Baca: Media Sosial dan Berbagi)
http://www.online-instagram.com/user/duniajilbab/1235573345/1057003359027087508_1235573345 |
Saya pribadi jadi belajar, apapun bentuk tulisan kita, akan ada orang yang tidak sependapat. Sama halnya seperti tidak akan ada orang yang seratus persen menyukai kita. Jika teguran menghampiri, ya terima saja dengan lapang dada dan jauhi perdebatan. Jika memang ilmu belum mumpuni untuk berbicara tentang suatu hal, baiknya ditahan dulu sampai kita benar-benar paham. Juga menahan diri untuk tidak bicara tentang topik-topik sensitif atau SARA.
(Baca: Saya Ada Karena Menulis)
Hmmm jadi kebayang fenomena medsos sekarang. Kok gaduh, ya? Yang kasusnya cukup sensi saya cukup tau aja, berusaha menahan diri ga komentar, pro atau kontra. Yang lagi war-waran pun saya diemin aja, selama ga ada masalah sama saya, ga pengen terlibat kubu-kubuan semisal kasus TL yang lagi heboh itu.
Huum. Gaduh banget. Iya saya juga seringnya jadi silent reader aja 😀
Kalau ada yg lagi sahut2an status aku selalu menyingkir, persepsi itu bikin lelah. Bicara terus terang pada nggak berani.
Hehe betul mbak 🙂 Lebih baik diam ya 🙂