Dari kecil saya suka banget mengkhayal. Mungkin kalo teman-teman pernah baca postingan Mentor Kehidupan, sudah tau hal ini hehe. Iya, dulu saya suka ngomong sendiri 😂 Tapi pas SD cuma sebatas itu aja dan semua khayalan itu cuma saya pendam sendiri.
Setelah SMP saya mulai ngerti komputer, saya tulisin semua khayalan itu di komputer. Mungkin sejenis fiksi jadinya. Fiksi yang berisi semua hal yang benar-benar saya inginkan, tapi mungkin nggak bisa tercapai di dunia nyata. Yaa dengan kata lain saya mencoba mewujudkannya dalam bentuk tulisan. Yang setelah saya baca lagi, ternyata bisa bikin senyum-senyum sendiri hehe 🙈
Hal itu berlangsung sampai saya kuliah. Saya selalu menuliskan semua khayalan itu. Dan, ya udah sih cuma sampai di Ms. Word aja. Nggak pernah saya publish dimana-mana. Bahkan memang nggak ada satupun orang yang tahu tulisan-tulisan itu. Da malu saya mah 🙈
Now… saya baru tau kalau ternyata ada yang seperti saya. Hanya saja bedanya dia berani mempublish keinginan (khayalan.red)nya itu di postingan media sosialnya. Jadi dia bercerita, seolah itu nyata dan bisa meyakinkan banyak orang bahwa itu memang kenyataan. Padahal sebenarnya itu nggak terjadi! Bahkan dia membuat akun palsu, pun kalau ada foto, bisa jadi itu foto yang dia curi dari akun orang lain hiks.
Yap, itulah salahnya! Mereka tidak menyebutkan bahwa itu semua hanya cerita fiksi alias hanya khayalan belaka. Dan kejadian seperti ini sudah terjadi di beberapa akun media sosial. Bahkan pernah ada yang mengaku bahwa hal ini sudah sering terjadi. Huhu. Hmm entah fenomena apa namanya. Ada yang bilang kritis identitas alias seolah butuh pengakuan.
Setelah diingat, rupanya saya pernah bertemu dengan orang seperti ini. Coba baca di Pria Palsu di Dunia Maya deh. Mungkin kejadiannya mirip. Dulu dia mengaku anak kuliahan di sekolah tinggi ternama. Bicaranya selalu tinggi dan yang bagus-bagus. Pokoknya segalanya terasa bisa dipercaya (buktinya saya kena dibohongin 😑). Sampai akhirnya saya tahu kalau ternyata semua yang dia katakan adalah BOHONG! Dia masih anak sekolah rupanya haha. Miris 😑
Haus perhatian?
Saya mencoba memahami, kenapa orang-orang seperti ini ada? Bisa jadiiii, mungkin mereka kurang mendapat perhatian di sekitarnya, di dunia nyatanya. Jadi mereka mencari (semacam) pelampiasan untuk ‘minta diperhatikan’ dengan cara menulis atau mempublish hal yang terlihat WOW. Kemudian postingannya menjadi viral, dan dishare banyak orang. Memang, mungkin mereka tidak dapat apa-apa (materi.red), tapi rasa diperhatikan itulah yang jadi kepuasan terbesar mereka.
Saya bukan ahli psikologi. Ini hanya analisa saya aja. Karena percaya atau tidak, kalau mau diakui, setiap manusia memang sejatinya mengharapkan perhatian. Perhatian itu bisa membuat kita merasa ada, dihormati, dihargai, atau bahkan dibutuhkan.
Kembali lagi, orang-orang yang ‘berbohong’ di medsos itu, bisa jadi tidak mendapatkan rasa perhatian itu di dunia nyatanya. Atau bisa juga mereka mengharapkan sesuatu yang lebih. Atau lagi hanya keisengan ‘berhadiah’ semata dan mereka puas sudah mendapat perhatian orang banyak.
Ya gitu sih menurut analisa sotoy saya 😂
Sampai sini, poin yang bisa kita ambil, apapun yang terjadi di medsos tidak perlu semua kita percaya. Karena hoax memang sudah merajalela. Pun semua perilaku orang-orang tidak perlu kita seriusi.
Dan satu yang pasti. Yang juga sering saya katakan. Bahwa kendali itu ADA di tangan kita sendiri. Khusus dalam kasus ini, kita mungkin nggak bisa membedakan mana yang asli dan palsu, mana yang benar dan bohong, maka waspada itu selalu perlu (dalam artian tidak percaya berlebihan pada manusia). Dan lagi yang terpenting, kita BUKANLAH pelaku dari pembohong-pembohong atau penyebar berita-berita hoax itu 😊 Karena siapa sih pembohong yang hidupnya bakal tenang? *eh.
Ya intinya mah yang wajar-wajar ajalah. Nggak usah neko-neko. Toh media sosial itu semu kok. Karena balik lagi, kehidupan sesungguhnya ya memang di dunia nyata ini. Ye kan 😁
Kalau saya mah termasuk tergolong orang yang suka ngayal terus dipendam sendiri, nggak berani cerita apalagi curhat di medsos. takutnya sih dikira tong kosong nyaring bunyi. hehhee
Saya juga gitu haha :))
Dan sebaiknya tidak mudah baper ya mbak Ade. Toh terkadang apa yang disampaikan orang lain, belum tentu seperti kenyataannya 🙂
Iya Mbak. Pernah denger juga kalo medsos hanya 10% kehidupan asli seseorang 🙂
Kalau dalam ilmu jiwa itu namanya syndrom star, tapi jika tidak bisa dikendalikan lagi, bahkan sudah mengganggu kehidupan pribadi dia bisa menjadi waham.
Syndrom ingin menjadi terkenal gitu ya. Ngeri euy kalo udah sampe ganggu orang hiiii
miris ya kalau ketemu yg spt itu mba, apalagi masih muda2, kasian.. 🙁
Iya Mbak 🙁
jadi ingat kisah youtuber bayu skak yang pacaran sawa cewek blasteran indo-jerman hanya lewat instagram, tiap diajak ketemuan ada aja alasannya ternyata foto-foto yang di akunnya itu artis india yang memang kebule-bulean hahah. See? yang terkenal dan malang melintang di dunia maya saja bisa ketipu. kudu hati-hati memang mba ^^
Aduh parah bener haha. Ngeri yaa
bahasa sekarang mah dia itu HALU mba Ade hahaha..ingin diapresiasi oleh orang lain mungkin bisa jadi alasannya juga kasian aja sama yang percaya termasuk aku dulu pernah tertipu hahaha
Oia pernah denger tuh HALU. Kasihan tapi gimana huhu
Saya bertahun-tahun menulis novel dan cerpen di majalah. Dan ternyata banyak pembaca yang menganggap certa fiksi itu nyata. Padahal itu udah jelas-jelas medianya berupa novel dan dan cerpen yang merupakan bentuk karya fiksi. "Kak, itu nyata, ya?" Setelah dijelaskan itu fiksi, tetep aja ngotot itu nyata.
Di media sosial? Pembaca terhanyut oleh cerita fiksi yang dikira nyata, dan beberapa penulisnya tak mau menyebut itu fiksi (padahal fiksi).
Yaampun. Udah tersurat fiksi aja masih pada banyak yg nanya dan ngotot ya haha.
Sedih kan kalo yang sebaliknya. Dikira nyata malah fiksi huhu
Ada, kira-kira tahun 2009 pernah jagat Kompasiana heboh karena salah satu anggotanya meninggal. Member ini perempuan, masih remaja, meninggal karena sakit kanker gitu. Banyak sekali anggota Kompasiana yang berduka cita. Bahkan mengekspresikan dukacitanya itu dalam bentuk postingan. Dan yang bikin artikel dedikatif begini banyak.
Sampai kemudian, terungkap bahwa..si Kompasianer yang meninggal ini ternyata tidak meninggal. Karena ternyata, anggotanya ini fiktif.
Karuan, seluruh Kompasiana jadi ngamuk berat. Karena merasa ditipu. Padahal selama ini si Kompasianer jadi-jadian ini sudah banyak berinteraksi dengan anggota-anggota lainnya.
Saya pernah menulis tentang Kompasianer jadi-jadian ini dalam salah satu postingan blog saya, tapi saya lupa linknya yang mana.
Sebetulnya saya bukan menyalahkan Kompasianer jadi-jadian ini. Tetapi saya menyayangkan anggota-anggota Kompasiana lainnya yang memang ternyata lebay dalam menyikapi isu. Memang sebaiknya jangan terlalu percaya pada isu apapun yang cuma ditemui di sosial media. Terlebih lagi kalau kita tidak pernah ketemu dengan orang penyebarnya secara langsung.
Wew amazing. Keren banget orang itu sampe bikin banyak orang percaya. Ngeri ih 😀
Iya Mbak, sekarang mah mesti waspada hal2 kayak gini udah ga termasuk jarang lagi huhu.