credit |
Deuh deuh Ade, nikah lagi nikah lagi. Pengen banget apa? Duh, yaiyalah siapa sih yang nggak kepengen. Punya pendamping hidup, sholat ada yang ngimamin, ada temen setia mencurahkan hati, dan sebagainya yang cuma nikmat kalau kita sudah punya suami sah. Tapi kapan ya ada pria yang dengan jantannya bilang kayak di atas, “Nikah aja yuk!” Beuh :))
Meskipun kadang ada rasa sedih dalam diri saya. Pengalaman punya tiga mantan pacar sudah pasti akan menjadikan cinta ke sekian yang saya persembahkan untuk suami saya kelak. Hiks. Apa daya. Masa lalu sudah tak bisa diubah. Yang harus saya pikir adalah masa-masa hijrah saya saat ini. Memutuskan tak lagi mengenal pacaran memang yang terbaik. Setidaknya belum ada kata terlambat untuk memperbaiki masa depan 🙂
Tapi dari sekian pacaran, ada satu pengalaman yang paling saya ingat. Bagaimana pertama kali saya merasakan yang namanya VMJ alias virus merah jambu hadir dalam hidup saya. Ternyata virus itu justru datang di saat saya masih sekolah. Perasaan berdesir-desir saat melihatnya, mencari kala ia tak ada, khawatir kalau tidak melihatnya di sekolah.
Begini awal mulanya
Sore itu, hari ketiga sekaligus terakhir MOS (Masa Orientasi Siswa) setelah melihat demo ekstra kulikuler, kami semua dikumpulkan sesuai kelas. Teman di belakang mulai berisik sekali, sampai akhirnya saya tegur, “Ada apa sih? Kok ribut banget.” Ternyata keributan itu berasal dari seorang teman bernama Tiwi yang meledek Maesaroh yang sedang suka dengan seorang lelaki anak kelas sebelah 7.7. Karena geregetan, saya tanya pada Tiwi yang mana orangnya. Setelah melihat orangnya, eng ing eng…justru perasaan di depan wajah saya bertebaran bunga-bunga datang. Ketampanan dan kharismanya seketika mampu memikat hati saya. Ya Tuhaaan ternyata seperti itu rasanya jatuh cinta pada pandangan pertama *tsah*.
Keesok-esokkan harinya, mulailah saya mencuri-curi melihat dia dari jauh. Bertanya segala hal pada teman yang mengenalnya. Sampai pernah saya kejar-kejaran dengan Maesaroh karena minta nomor telepon rumahnya. Dulu, telepon genggam memang masih jadi barang mahal, jadi telepon rumahpun masih sangat diminati. Sampai-sampai saya diajak saingan olehnya siapa yang berhasil mendapatkan perhatian lelaki berinisial H ini. Haduh. Parahnya lagi, beberapa teman dekat justru tega mengerjai saya. Memberi nomor telepon palsu dengan alibi bahwa itu nomor telepon gebetan saya. Dengan bodohnya, saya percaya dan saat diangkat, justru kata-kata salah sambunglah yang saya dapat. Malunyaaaa.
Semakin ke sini, rasa penasaran malah semakin menjadi. Ketampanan dan sifat pendiamnya membuat saya bertahan menyukainya selama tiga tahun SMP! Rasa suka itu tidak berkurang sedikitpun. Pernah ada salah satu teman yang jengkel dengan sikapnya dan mengadu pada saya. Tapi alih-alih saya percaya, saya malah, “Masa sih dia begitu?” Sayangnya, saya tak pernah berani untuk mengungkapkan perasaan. Jangankan mengungkapkan, untuk menegur bahkan ada di depannya saja, jantung saya sudah seperti habis berlari, tangan gemetaran dan bisa diam kayak patung saking tidak beraninya! Sampai kami lulus sekolah, kami tidak pernah saling kenal. Sedihnya, doa setiap kenaikan kelas agar saya bisa sekelas dengannya, justru tidak pernah dikabulkan. Yang ada saya selalu berbeda satu kelas dengannya. Hiks. Dia tidak tahu diam-diam ada yang menyukainya, sayapun tak pernah terbesit untuk berani mengungkapkan. Padahal, kalau saja dia tahu dan dia mengungkapkan bahwa dia suka sama saya, pasti akan saya terima. Haha. Tapi Allah Maha Adil, sebab orang tua tak pernah mengizinkan saya pacaran saat masih sekolah 🙂
Akhirnya, perasaan itu perlahan-lahan memudar setelah lulus sekolah. Karena kami juga sudah di sekolah yang berbeda. Sudah tidak ada lagi perasaan suka, terlebih sejak saya tahu, bahwa saat lulus SMP dia merokok. Saya memang sangat tidak suka dengan perokok. Sayang, sifat pendiamnya justru membuat dia terbawa arus teman-teman sekitarnya. Memang, pada akhirnya menilai manusia tak bisa hanya dari penampilan luar.
-x-
Mungkin itu sekelumit pengalaman lucu, seru dan yang mungkin tak terlupakan. Sekalipun suami saya kelak tak mendapat cinta pertama, tapi saya pastikan bahwa dia cinta saya yang seutuhnya dan terakhir. Aamiin 🙂
Asiikk, suit-suiitt… hihihi… kalimat epilognya yang enggak nahan maak….Sekalipun suami saya kelak tak mendapat cinta pertama, tapi saya pastikan bahwa dia cinta saya yang seutuhnya dan terakhir. Aamiin 🙂
Hihihi :))
Iya, didoain nih biar segera mendapatkan pasangan utk mencurahkan cinta seutuhnya 🙂
Ahihi Aamiin 😀
cie cieeeh 😀
Upz ada kakak 😀
hihii… kok bs ampe salah sambung? saking groginya sampe salah pencet nomor 😀
Moga kita segera bertemu jodoh terbaik ya ^^ aamiin
Bukan salah pencet nomor, tapi itu memang bukan nomor telepon rumahnya dia Mbak hiks
Aamiin ya Rabbal alamin ^_^
hihihihi kok ya ketawa deh bacanya 😀
Awww malu >_<