Barangkali ada yang menanyakan, mengapa tiba-tiba foto anak saya, Emir (yang sendiri) di media sosial sudah tidak ada? Bahkan di blog ini dan Celoteh Bunda pun tidak ada. Ya, saya memang sengaja menghapus semuanya 🙂 I have no problem. Sebenarnya sudah kekhawatiran sejak lama tentang memajang foto ini. Saya sudah sering membaca kisah-kisah mengerikan tentang dampak dari memajang foto anak di media sosial. Entah ada anak yang diculik, ada orang tua yang ditipu dengan membawa nama anaknya, dan lain-lainnya.
Belum lagi dengan kabar yang baru-baru ini saya dengar. Tentang seorang anak di Amerika sana yang menuntut ayahnya karena memajang foto saat kecilnya di media sosial. Duh, apakah seekstrem itu? Entahlah benar atau tidaknya. Satu yang pasti, saya jadi belajar dari sini. Bukan tidak mungkin pula saat anak kami besar nanti, ia terkejut dan tidak senang menemukan foto-foto saat kecilnya berkeliaran di media sosial, hiks.
https://pixabay.com/id/analog-antik-bukaan-tubuh-kamera-1545405/ |
Godaan terbesar bernama PAMER
Omong kosong rasanya kalau kita bilang memajang foto anak di media sosial adalah semata untuk mengabadikan. Kalau memang mau mengabadikan, ya di folder sendiri saja. Toh kita semua tahu, bahwa apapun bisa terjadi di media sosial kita. Entah itu diblokir atau dibanned hingga akhirnya bisa hilang begitu saja.
Lantas tujuan sebenarnya memajang foto anak, tidak lain – tidak bukan adalah untuk p-a-m-e-r. Yes, itulah intinya. Pamer ini yang menjadi godaan terbesar setiap orang tua, tidak terkecuali saya.
Besar rasanya keinginan untuk menunjukkan bahwa anak kita sudah lahir. Anak kita sedang lucu-lucunya. Sedang aktif-aktifnya. Sedang cerdas-cerdasnya. Cekrek (foto.red) sana cekrek sini. Klik instagram, klik facebook atau klik media sosial lainnya. Tulis caption, lalu publish. Jadilah foto anak kita terpampang di media sosial. Lalu berdatanganlah komentar-komentar yang berkata anak kita lucu, anak kita manis, anak kita cerdas, dan sebagainya. Ibu dan ayah mana yang tidak senang anaknya dikomentari bagus seperti itu.
Kita tahu bahwa era media sosial memang sudah eranya untuk pamer segala hal. Atas niat apapun, pamer takkan bisa terhindarkan. Maka bukan tidak mungkin saat komentar baik berdatangan, hati kita lantas menjadi jumawa dan kita menjadi ketagihan karenanya 🙁
Tampil di situs pencarian terbesar
Apalagi kalau bukan Mbah Google. Alasan saya dulu (sebelum menikah.red) tidak memajang foto adalah karena saya takut wajah saya berkeliaran di Google. Lantas bisa jadi dicuri dan disalah gunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Maka tidak ikhlas rasanya, jika foto anak saya sendiri bisa saja disalah gunakan. Saya juga pernah dengar cerita tentang sebuah akun di instagram yang mengambil foto bayi-bayi secara sembarangan dan kemudian diposting dalam akun yang judulnya menjual bayi murah. Naudzubillah. Kurang ajar sekali si pemilik akun.
So, semua yang kita posting di media sosial sudah pasti menjadi milik publik. Itu sebabnya, saya tidak ingin sembarangan. Biarlah cukup saya dan suami saja yang terlanjur eksis. Anak kami jangan. Karena kami tidak ingin terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.
Menjaga lebih baik
Soal menghapus foto anak ini sebelumnya sudah saya diskusikan dengan suami. Dan kami sepakat untuk menghapus foto-foto Emir yang sendiri. Sementara fotonya yang sedang bersama saya dan suami tetap kami biarkan. Karena kami yakin, orang yang iseng mau mengedit foto kami, setidaknya butuh usaha -_- Dan kami juga berusaha untuk – hanya memajang foto yang sangat berdekatan. *biar susah susah deh tuh yang mau iseng meng-crop >_<
Berat memang awalnya. Lagi-lagi karena terkadang hati kami masih dipenuhi godaan untuk pamer. Apalagi sekarang Emir sudah banyak tingkahnya. Sudah tengkurep, sudah mau duduk, dan sudah banyak pose lucunya. Tapi ya itu tadi. Saya tidak ingin fotonya dicuri dan disalah gunakan. Terlepas dari ada atau tidaknya orang yang akan iseng, setidaknya kami sudah menjaga agar hal itu tidak terjadi.
Well, kembali pada pilihan orang tua masing-masing. Memang niat hati manusia tidak ada yang tahu. Tapi menurut kami, inilah pilihan terbaik untuk saat ini. Bahkan selain foto Emir, foto orang tua saya pun sudah saya hapus. Seperti kata Mak Erlisa Karamoy dalam tulisannya Menghapus Jejak Digital, Seberapa Pentingkah? Di sana Mak Erlisa menulis “Kemajuan dunia digital memang memberikan banyak manfaat positif untuk hidup kita. Tapi, sisi negatif tetap ada, karena banyak orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang akan meretas akun digital kita untuk perbuatan jahat.” Dan saya sangat setuju dengan hal ini.
Saya juga ingin mengingatkan untuk para orang tua. Jangan sekali-kali memberi informasi krusial di media sosial. Seperti alamat rumah, alamat sekolah anak, atau sedang berada di mana bersama anak. Kalau memang ingin memosting tentang liburan, lebih baik lakukan saat sudah kembali di rumah. Semua ini demi menjaga keamanan semua keluarga. Sebab kita tidak tahu datangnya kejahatan dari mana. Seperti kata Bang Napi, kejahatan bukan karena pelaku, tapi karena adanya kesempatan.
Semoga kita bisa menjadi orang tua yang bijak 🙂
Kalau saya sih posting foto ponakan, tapi gak sampai 24 jam saya hapus. Itu pun jarang juga. 😀
Bisa gitu ya cuma sebentar :v
Belakagnan ngepost di instagram mba Ade. Tapi pas post harus pas kondisi sopan dan tak menganggu. Apik tuliannya mbaa
Yap, tadinya sy juga rajin d IG, tapi udh saya hapus smua yg sndiri haha.
Makasih Mbak 🙂
Setuju banget, Mba Ade. Saya juga udah ngga pernah lagi posting foto anak di sosmed dan lg ngapus2in yang dulu2. Anak juga ingin dihargai privacy-nya. Bahkan anak sulung saya sempat protes ketika saya ngirim foto dia yang lagi ngga oke ke grup WA. Dia juga sering protes kalo lagi ngga berkenan difoto. So, yeah, I will respect his privacy, for sure.
Nice post, Mba. Insightful as always :).
Waduh yang seperti itu yang ga saya inginkan >_< Saat anak besar dan sudah bisa protes huhu.
Terima kasih juga Mbak sharingnya 🙂
sering dengar memang akibat dari foto2 anak yg diuggah di medsos, ngeri juga ya..
Iya Mbak huhu 🙁
dulu saya pajang nama lengkap anak di fb. sekarang, no. album juga dilock.
betul, belum tentu anak kelak suka lihat fotonya sendiri. mereka juga pribadi utuh kayak kita.
ya pelan-pelan menghapusnya. tapi lebih cepat juga lebih baik sih. 🙂
Whua nama lengkap juga kayaknya harus dihapus nih >_<
Aku tadinya juga di privat Mbak. Cuma krn IG sekarang kubuka jadi ya kuhapus aja deh >_<
Kalau aku belajar dari para influencer, Mbak. Hanya posting foto – foto cantik atau yang menggemaskan aja. Supaya kelak anaknya bangga bahwa orang tuanya justru membagus – baguskan anaknya, bukan justru upload foto yang anaknya lg gak oke 🙂
Saya juga sih Mbak Put. Ga pernah posting foto yang lagi gak oke. Tapi yang suka mengedit-edit sembarangan itu lho, duh duh bikin aku takut >_<
Sosmed emang harus disikapi dengan bijak, saya jg sering upload foto anak di sosmed or blog untuk menyimpan memori takutnya lupa atau hilang. Kalau ntar anaknya nuntut (semoga ngga) semoga bisa aku jelasin baik2 😀
Saya simpen d laptop saja deh Mbak hihi. Meskipun godaannya besar :v
Bukan hanya foto anak, saya sudah lama menghapus foto sendiri di dunia maya Mbak, lebih aman dan terjaga. Eh tapi, masih ada sih beberapa foto anak yang nempol di blog masih tak biarkan aja. 🙂
Kalo foto sendiri, sepertinya saya sudah kadung eksis -_- *eh :v jadi ya saya biarkan hehe. Kalo foto anak, insya Allah udah bersih semua 😀
Kalo anaknya waras mestinya mah ga akan nuntut ya…
Saya kira bukan masalah waras tidak waras ya Mas. Wajar saja, karena baik menurut satu orang, bisa jadi berbeda dengan yang lain, meski itu anak sendiri. Saya sendiri juga bisa aja ga suka kalo ada yang posting foto saya sembarangan 🙂
Aku sih tetep share, tapi sewajarnya aja, gak foto telanjang dan gak pake hashtag yg mengundang kayak instababy, bayilucu, ootdbayi, cutebaby dll.. kalo udah gitu kan jelas tujuan ortunya mau mengkomersilkan foto anaknya.
Berat banget emang gak pamer foto kelucuan anak, 😀
Nah kan. Godaan besar ya Mbak hiks. Saya mau coba ngendaliin diri :v
Iya kadang pernah terpikir gitu cuma masih aja suka lihat foto anak anak hehe
Saya pun sukaaa. Tapi sekarang liatnya di hp sendiri aja hik
Kalo aku baru sebatas anti unggah foto anak di fb yang hampir semua disetting untuk publik. Jujur, kalo di akun sosmed lain yang followersnya cuman seumplik, aku unggah beberapa foto anak juga atau sesekali kadang untuk ilustrasi blog (ya ketimbang harus nyomot yang lain).
Dulunya malah anti untuk semua akun socmed yang kupunya lho. Tapi gegara insiden hardisk laptop harus diformat ulang padahal belum sempat diback up plus kehilangan henpon, agaknya aku jadi mikir-mikir lagi. Mungkin lain cerita kalo aku juga nyimpen di socmed. Nah makanya sekarang beberapa foto ada yang diunggah disana juga, tapi akunnya diprivate. Sekadar jaga2 kalo seumpama ilang. Karena rasanya nyesek banget kalo hampir semua foto semasa single, bahkan saat nikah, ilang semua. 😀
Nah iya. Sy juga belajar nih dr hal ini. Biar ga ilang buru" diback up dimana" termasuk hp suami :v
Saya juga membatasi tampilnya anak di media sosial. Paling di blog sesekali untuk menunjukkan momen bermain–itu pun dengan pertimbangan masak-masak kaarena memang relevan. Secara umum, memang foto anak harus diatur agar tidak disalahgunakan pihak tidak bertanggung jawab. Apalagi sampai anak tidak terima.
Iya Mas, zaman sekarang ngeri euy. Banyak yang kelewat pinter 🙁
kalo aku karena aku dah ada anak yang dah besar, jadi belajar dari dia. Dia maunya dilibatkan jika menyangkut milih foto buat dishare. nah.. adik2nya pun ternyata demikian. Karena, anak2ku ternyata suka juga baca ceritaku dan cerita itu didukung dengan foto mereka yang emang pas dengan ceritaku. Jadi emang anak dilibatkan dari awal.
Kalo anak udah besar enak ya Mbak, bisa langsung dikompromiin 😀