Alhamdulillah, 4 Januari lalu saya berangkat umroh ke tanah suci Mekkah. Sesuatu yang sepertinya tidak terbayangkan. Jujur, saya hanya ingin pergi haji.
Tapi sejak tahun lalu, suami sudah berkeinginan umroh di bulan Ramadhan. “Pahalanya lebih gede. Trus juga momennya bagus karena di bulan puasa. Kita bisa ngejar 10 hari terakhir di sana.” Saya hanya mengamini. Bagaimana pun, siapa yang tidak ingin ke tanah suci?
Allah kabulkan do’aku, tempat pertama yang ingin kukunjungi adalah Mekkah
Rencana bisa berubah. Tiba-tiba suami mengajak umroh di awal tahun 2024. Saya agak kaget. Jujur ada rasa haru sekaligus menerka-nerka, “Benarkah sudah waktunya saya dipanggil?”
Perjalanan mencari travel umroh pun dimulai. Saya iseng bilang ke suami ingin umroh yang plus Turki 😀 Ketemulah salah satu travel yang cukup terkenal di Surabaya. Tapi sayang beribu sayang, setelah Oktober kami mendaftar, November dikabarkan kalau kuota yang plus Turki sudah penuh. Akhirnya kami pindah ke travel lain. Travel yang baru kami dengar. Setelah bertanya-tanya, jatuhlah pilihan di travel ini.
Awalnya sih, suami kepingin umroh mandiri. Tapi setelah ditimbang dan dihitung, ternyata ribet dan biayanya malah lebih mahal 😛 Ditambah kami berdua belum pengalaman ke luar negeri jauh sendiri haha.
Tanggal 30 Desember 2023, kami dikabarkan pihak travel jadwal berangkat mundur jadi 4 Januari 2024. Semula harusnya 2 Januari kami sudah berangkat dengan rute Turki – Madinah – Mekkah. Tapi karena mundur, rutenya jadi dibalik, Mekkah – Madinah – Turki.
Sempat kecewa di sini. Dan ‘menyesalkan’ kenapa buru-buru pindah travel. Tapi kami sudah kadung DP. Jadi, bismillah saya pun mencoba berlapang hati. Ditambah lihat konten di Instagram, “Ujian umroh itu bukan hanya selama di tanah suci. Tapi ketika Anda sudah daftar, nah di situlah mulai ujiannya.” Subhanallah :’)
Suami juga mengingatkan, “Dirimu pernah bilang, sebelum ke luar negeri yang lain, pengennya ke Mekkah dulu. Nah ini mungkin Allah kabulin.” Masya Allah. Iya, saya pernah bilang gitu memang :’) Entahlah, hati kayak lebih lapang aja gitu buat ke negara lain kalau sudah menginjak Mekkah :’)
Umroh semi privat 😀
4 Januari, tibalah waktunya saya dan suami berangkat. Kami memang hanya pergi berdua. Anak-anak kami tinggal dengan saudara-saudara. Selain karena ini momen pertama kali dan budget terbatas, kami juga ingin lebih fokus ibadah. Insya Allah anak-anak jika sudah baligh saja umrohnya.
Saya sudah sounding anak-anak sejak 2 minggu sebelumnya. Hal apa saja yang perlu mereka lakukan selama ditinggal saya dan ayahnya. Jadi, saat perpisahan pun anak-anak sudah lebih siap. Bahkan saya nggak nangis. Saya nangis justru pas diazankan bapak mertua. Rasanya benar-benar terharu, masih nggak percaya saya akan berangkat ke tanah suci :’)
Di bandara, saya dan suami sempat kaget karena yang berangkat hanya 3 keluarga. Total 12 orang dengan tour leader. Rupanya karena yang memilih berangkat tanggal 4 Januari memang hanya 3 keluarga ini. Sisanya memilih berangkat di akhir Januari. Masya Allah, ini kenikmatan pertama, umroh jadi semi privat 🙂
Kami take off jam setengah 9 pagi dengan rute transit Kuala Lumpur (KL) dulu. Jam 16.30 dari KL baru kami terbang ke Jeddah.
Saya tidak menangis melihat Kakbah
Jam 02.30 pagi kami sudah tiba di bandara Jeddah. Langsung bertolak ke Mekkah dan kembali membaca niat umroh di bus setelah sebelumnya mengambil miqot, memakai pakaian ihrom bagi laki-laki, dan sudah memasuki larangan ihrom. Jam 04.30 pagi kami langsung ke Masjidil Haram untuk melaksanakan umroh.
Setibanya di depan Kakbah, saya hanya termenung. Kenapa saya tidak menangis? Saya hanya terdiam. Terharu menyaksikan apa benar yang saya lihat ini Kakbah sungguhan? Tapi Allah, ke mana air mata saya?
Tawaf di jam mendekati subuh rupanya sangat ramai. Sempat berapa kali saya terdorong-dorong. Tapi saya tetep keukeuh pegang pundak teman saya. Dan suami juga untungnya melindungi saya dari belakang. Setelah itu, kami berdoa di depan Multazzam dan sholat sunnah dua rakaat. Dilanjut Sa’i dari Shafa – Marwah.
Jujur, Sa’i inilah yang berat buat saya. Saya sempat merasa berdosa karena kurang persiapan fisik. Saya tidak olahraga dan membiasakan diri jalan kaki. Jadi kaget betul jalan kaki dengan jarak yang tidak biasa :’)
Syukurlah di tengah-tengah Sa’i, azan subuh berkumandang. Sehingga ada kesempatan istirahat. Usai sholat subuh, kami lanjut Sa’i. Terakhir ditutup dengan Tahalul atau potong sebagian rambut.
Saya masih ingat azzam saya yang tidak ingin mengeluh di tanah suci ini. Jadi walaupun telapak kaki mulai perih, saya mencoba menahan. Dan terus bersyukur saya bisa melaksanakan umroh.
Sholat jum’at pertama di Masjidil Haram
Jam 10 pagi, saya dan suami sudah ke Masjidil Haram lagi karena saking inginnya sholat jum’at di depan Kakbah. Suasananya sudah ruuuamai. Jadi agak sulit bagi saya dan suami mencari tempat yang pas. Setelah setengah jam berputar-putar mencari tempat, akhirnya diputuskan saya ke dalam, ke tempat shaf perempuan. Dan suami Alhamdulillah kebagian di dekat Kakbah bersama dengan shaf laki-laki.
Umroh kedua, umroh untuk ayah
Besoknya, tanggal 6 Januari kami city tour ke Arafah, Mina, Jabal Rahmah, sekalian juga ambil miqot di Masjid Ji’ronah untuk umroh kedua. Umroh kedua ini saya niatkan untuk membadalkan ayah yang sudah meninggal.
Suasana di Mekkah saat siang hari cukup terik. Tapi meskipun matahari terik, hawanya nggak terlalu panas karena memang lagi musim dingin.
City tour aman. Melihat Arafah dan Mina saya terus berujar dalam hati, ya Allah panggil kami untuk berhaji :’)
Usai semua city tour, kami ke Masjid Ji’ronah untuk ambil miqot dan sholat sunnah dua rakaat. Lalu kembali ke hotel untuk makan siang. Jam setengah 3 sore, kami sudah janjian dengan muthawwif dan teman-teman lain untuk melaksanakan umroh.
Tawaf di sore hari cukup lengang. Lagi-lagi walaupun terik, untungnya hawa tidak panas. Jadi Alhamdulillah tidak ada dorong-dorongan seperti hari pertama.
Di proses Sa’i, air mata saya akhirnya jatuh
Selesai tawaf, berdoa, sholat dua rakaat, kami lanjut Sa’i. Putaran ke 5, saya benar-benar tidak tahan. Telapak kaki saya sangat perih. Rasanya sudah minim tenaga. Saya meminta suami berjalan perlahan. Kami pun terpisah dari rombongan yang sudah jauh. Mungkin juga sudah ketinggalan putaran.
Alhamdulillah terpotong lagi dengan sholat ashar. Setiap sholat pokoknya saya jadikan waktu istirahat. Saya mulai tidak tahan mengeluh. Kaki saya sakit. Suami pun agak emosi karena saya mengeluh. Di sinilah saya menangis. Menangisi kenapa saya selemah ini? Menangis berkali-kali memohon ampun pada Allah. Berjuta orang ingin ke tanah suci, saya malah mengeluh di sini. Saya juga minta maaf pada ayah. Saya ingin membadalkan, tapi kenapa malah mengeluh? Allah…
Sambil menangis, saya tetap sekuat tenaga menyelesaikan Sa’i. Alhamdulillah, sampai juga di tahap berdo’a usai umroh dan tahalul.
Setelah keluar, saya beristirahat duduk sebentar, di depan Kakbah, depan Multazzam. Saya makin menangis. Memohon ampun pada Allah sesungguh-sungguhnya. Saya tidak serius menyiapkan perjalanan umroh. Saya masih mengeluh. Saya malu pada Allah yang sudah mengundang. Saat itu sungguh tak tergambarkan perasaan saya.
Saya meminta suami kembali ke hotel. Dalam perjalanan, saya merenung, perjalanan umroh bukanlah perjalanan ritual semata. Saya merasakan betul bahwa perjalanan ini adalah perjalanan SPIRITUAL. Kita mungkin kuat secara fisik, tapi apakah batin kita hadir di setiap ritual yang kita lakukan? Apakah kita meresapi setiap ibadah yang kita lakukan di tanah Haram ini?
Kenapa ada orang yang sudah bolak-balik ke tanah suci, tapi akhlaknya belum baik? Kenapa ada orang yang sekali ke tanah suci, begitu pulang ia berubah total menjadi lebih baik? Kenapa do’a di sini menjadi tempat mustajab? Kenapa orang berlomba-lomba ke tanah Haram ini? Kenapa banyak sekali orang ‘berkorban’ untuk sampai di sini?
Di sini saya menangis.
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Umroh, perjalanan spiritual melibatkan hati
Umroh bukan sekadar jalan-jalan. Umroh bagi saya pribadi adalah perjalanan spiritual yang melibatkan hati. Ibadah yang tak sepintas oleh fisik. Tapi menapak tilas perjalanan para Nabi dan Rasul. Mengkhayati setiap pengorbanan para Nabi dan Rasul. Serta mengkhayati kenapa Allah menjadikan tanah ini tempat yang mustajab bagi do’a-do’a.
اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُّضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبٰرَكًا وَّهُدًى لِّلْعٰلَمِيْنَۚ
Artinya: “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia adalah (Baitullah) yang (berada) di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.” (QS. Ali ‘Imran ayat 96:)
Esoknya, saat sholat tahajud, saya meminta suami agar bisa mencium Kakbah. Tidak terlalu sulit, padahal itu posisi sebelum subuh yang biasanya sangat ramai. Tapi jalannya rasanya sungguh mudah.
Di hadapan Kakbah saya menangis. Memohon ampun pada Allah. Hati saya gemetar. Izinkan aku meresapi ini baik-baik, ya Allah… Izinkan aku memasuki tanahMu dan kiblatku di dalam hati sesungguh-sungguhnya.
Hari ke lima, tanggal 8 Januari pagi, rombongan kami melakukan tawaf wada’. Tawaf perpisahan. Karena nanti siang kami akan bertolak ke Madinah.
Tawaf ini berjalan ringan. Meskipun matahari terik, hati saya jauh lebih tenang.
Aku tidak akan berlebihan meminta, ya Allah. Aku hanya ingin berterima kasih, Kau telah mengundangku ke tanah Haram ini. Mencium Kakbah. Dengan segala caraMu hingga jalannya terasa ringan.
Dari Jabir RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
صَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ مِالَهُ أَلْفِ صَلاةِ، وَصَلَاةٌ في مَسْجِدِي الْفُ صَلاةٍ، وَفِي بَيْتِ الْمَقْدِس خَمْسُمِائَة صَلَاةٌ
Artinya: “Sholat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih baik dari seribu kali sholat di masjid lainnya kecuali di Masjidil Haram, Makkah, dan sholat di Masjidil Haram lebih baik dari 100.000 (seratus ribu) sholat di masjid lainnya.” (HR Ibnu Majjah, dishahihkan oleh Al-Bani).
Barakallah mbak sudah bisa ke sana
Aku entah kapan diundangNya
Sudah berusah menyiapkan dana selalu saja ada yang harus memakai dana itu, Hiks
Aamiin. Terima kasih Mbak
Semoga tahun ini atau tahun depan Mbak Rahmah juga bisa menyusul umroh/haji. Aamiin ya Rabbal Alamin