Tiga kali ke psikiater, satu kali ke psikolog, rasanya bukan prestasi yang membanggakan. Saya pernah minum obat secara rutin. Melakukan hal-hal yang dianjurkan psikiater dan psikolog. Tapi entah kenapa rasanya tidak terlalu berefek.
Waktu itu sampai harus ke psikiater dan psikolog karena saya merasa sudah nggak kuat. Ada yang salah dan harus dibenahi. Entah mungkin karena nggak rutin balik lagi, saya merasa nggak terlalu banyak perubahan. Meskipun suami bilang, dari psikiater yang pertama sebenarnya sudah membuat saya tenang. Sayang, terkendala pandemi, jadi saya nggak balik lagi. Biayanya mahal juga sih. Plus sayanya juga merasa kurang cocok sama psikiater tersebut.
Mencoba jalan hipnoterapi untuk menyelesaikan akar masalah
Yah, singkat cerita bulan Juli lalu saya mencoba jalan lain. Hipnoterapi. Jalan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Meski begitu, saya bukannya nggak ngerti hipnoterapi. Saya sudah mengerti sedikit hasil dari pernah baca-baca.
Setelah mendaftar, saya diberi tahu hal-hal apa saja yang perlu dilakukan sebelum melakukan terapi. Seperti tidur yang cukup, dan punya kemauan yang totalitas untuk menyelesaikan masalah.
Tiga hari kemudian, saya datang ke tempat hipnoterapi. Sebelum masuk ruangan, saya disuruh mengisi intake form yang berisi data diri, keluhan masalah dan ceklis untuk emosi-emosi yang dirasakan. Ada juga pertanyaan apakah saya pernah ke psikolog, psikiater, atau terapi lain. Apakah saya sedang berobat atau tidak. Apakah punya penyakit atau tidak. Hmm, cukup banyak yang perlu diisi. Ada 5 lembar deh.
Di bagian keluhan masalah, saya hanya bisa mengisi satu masalah utama yang ingin saya selesaikan. Lalu di bagian ceklis emosi, di situ tertera emosi-emosi yang mungkin saya rasakan. Yang perlu diisi dengan skala angka 1-10. Semakin tinggi nilai, maka semakin tinggi juga intensitas emosinya. Juga berikut penjelasan saat merasakan emosi tersebut. Misalnya takut, takutnya tuh kenapa dijelaskan.
Aduh waktu itu deg-degan banget. Meskipun ngerti kalau hipnoterapi adalah kondisi rileks dan bukan tidur atau tidak sadar, tetap saja ada rasa gelisah. Kira-kira akan seperti apa rasanya. Dan apa ya yang akan keluar dari mulut saya ini.
Sebelum hipnoterapi, dilakukan qualifying
Oke, setelah menunggu kurang lebih setengah jam, tibalah saya masuk ruangan hipnoterapi. Tangan saya pun makin dingin wkwk.
Saya dipersilakan duduk di sofa yang rileks yang ada sandaran kakinya. Ditawari mau kelas bisnis apa ekonomi oleh terapisnya. Ya saya pilih kelas bisnislah wkwk. Jadilah kaki saya disandarin bak kelas bisnis di pesawat. Diberi minum juga.
Sebelum masuk terapi inti, dilakukan qualifying berdasarkan intake form yang tadi sudah saya isi. Gunanya untuk memvalidasi permasalahan dan emosi sesuai yang ada di form.
Satu per satu isian tersebut ditanyakan oleh terapis. Oh ya, di hipnoterapi kita hanya bisa memproses satu masalah. Itu sebabnya, kita harus benar-benar paham masalah apa yang ingin diselesaikan.
Qualifying ini kalau saya bilang mirip banget sama konsultasi ke psikolog. Seperti ngobrol. Enak deh. Posisinya kita juga dekat dengan terapis, jadi benar-benar rileks buat curhat. Dan durasinya tuh lama banget. Karena benar-benar setiap emosi yang kita rasakan dibahas satu-satu.
Kenalan dengan si EP alias Ego Personality
Di tengah membahas emosi, saya disuruh menutup mata untuk diajak ngobrol dengan bagian diri saya yang bermasalah. Yang disebut dengan Ego Personality (EP). Misalnya saya punya masalah gampang marah, tapi ada EP saya yang tidak gampang marah. Nah, dua bagian diri ini diajak ngobrol oleh terapisnya untuk kenalan.
Karena sebenarnya kita bukan entitas tunggal. Kita adalah individu yang mempunyai banyak bagian diri. Seperti kita punya bagian diri sebagai seorang anak, bagian diri sebagai seorang ibu, bagian diri sebagai seorang istri, bagian diri sebagai seorang teman, dan lain-lain.
Sehingga saat kita mempunyai masalah dalam diri, sejatinya yang bermasalah adalah satu bagian diri. Bukan seluruh diri kita. Bagian diri itulah yang dipanggil terapis di awal diskusi untuk selanjutnya nanti diproses di sesi terapi.
Hipnoterapi bukan dibikin tidur, tapi rileks
Oke setelah kurang lebih 1,5 jam qualifying, masuklah pada inti hipnoterapi.
Saya dijelaskan dulu apa itu hipnoterapi. Intinya hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan dengan cara memasuki bawah sadar dan membuat kondisi klien rileks. Pikiran dibuat malas berpikir sehingga kita tidak lagi menganalisa. Kondisi tersebut disebut hipnosis.
Itu sebabnya hipnoterapi haruslah atas dasar kemauan sendiri. Ya ibaratnya untuk buka media sosial, kita membutuhkan password. Ya kalau nggak tahu passwordnya kita nggak bisa masuk. Jadi, kalau pasien nggak mau kasih “akses” untuk terapis masuk ke bawah sadarnya, hipnoterapi tidak akan berjalan.
Kedua, bedanya konsultasi dengan psikolog atau psikiater adalah hanya menghilangkan simtom atau gejala. Sedangkan hipnoterapi, yaitu menghilangkan akar masalah. Inilah kenapa cuma bisa isi satu masalah saja. Karena akar masalah ini bisa jadi panjaaaang.
Setelah sekian penjelasan tentang hipnoterapi, tibalah saatnya saya disuruh menutup mata dan dibikin rileks. Oke, sampai sini saja ceritanya ya haha.
Yang saya ingat, saya benar-benar rileks. Dan saya masih sadar. Ini ya penting digaris bawahi, jadi kondisi hipnosis itu adalah kondisi rileks, bukan tidur. Sehingga kita masih sadar, mendengar, dan bisa diajak bicara dengan terapis.
Oh iya, yang di jalanan itu bukan hipnotis, tapi gendam. Acara TV juga bukan, itu hanya hiburan semata. Hipnoterapi yang benar tidak seperti itu. Karena hipnoterapi tidak bisa mengubah kepribadian dasar seseorang.
Sampai sini jelas ya, hipnoterapi seperti apa.
Hipnoterapi berbasis hipno analisis
Hipnoterapi yang saya jalankan berbasis hipno analisis. Jadi terapis tidak memberikan sugesti pada klien. Tapi terapis menyelesaikan akar masalah yang menjadi penyebab utama masalah klien selama ini dengan cara meregresi klien ke masa lalu di saat pertama kali masalah atau trauma itu muncul.
Selanjutnya, terapis melakukan resolusi trauma dengan teknik-teknik khusus agar trauma atau akar masalah itu selesai dan hilang. Sehingga klien tidak lagi mengalami masalah, karena sumber masalahnya sudah tidak ada.
Kalau basis sugesti, ini kelemahannya adalah tidak menyelesaikan akar masalah. Sehingga saat sugesti yang diberikan kalah kuat dengan trauma yang menjadi akar masalahnya, sugesti tersebut justru akan berbalik menyerang klien dan menimbulkan masalah yang lebih parah.
Untuk masalah-masalah yang ringan seperti phobia, sugesti ini mungkin bisa berhasil. Tapi untuk trauma dengan intensitas emosi yang tinggi, sugesti tidak efektif.
Yak, sudah panjang. Dan nggak sadar udah 1000 kata aja haha. Kira-kira seperti itu penjelasannya.
Hipnoterapi di Adi W Gunawan Institute of Mind Technology
Setelah melakukan hipnoterapi, so far saya sudah lebih tenang. Dan emosi-emosi yang sebelumnya intens, kini sudah mulai netral alias tidak saya rasakan lagi.
Jadi sepertinya saya akan merekomendasikan hipnoterapi ini jika teman-teman merasa memiliki masalah, bahkan yang sudah bertahun-tahun dirasakan.
Hipnoterapi yang saya lakukan dan jelaskan di atas adalah di tempat Adi W Gunawan Institute of Mind Technology. Jika teman-teman ingin, bisa dengan Pak Adi langsung, atau murid-murid beliau yang sudah tersertifikasi. Disclaimer, ini bukan sponsor. Murni karena saya ingin cerita pengalaman pribadi saja.
Gimana, teman-teman tertarik untuk menemukan akar masalah dengan hipnoterapi? 😀