“Tak peduli berapa jauh jalan salah yang telah kau jalani, putar arah sekarang juga!” – Rhenald Kasali
Kalimat tersebut saya temukan di sebuah buku. Ada pergolakan batin setiap saya mengingatnya. Saat itu saya merasa sedang salah jalan. Saya tidak menjalani apa yang saya inginkan dan hanya memilih pasrah pada keadaan. Tapi kalimat itu terus mengganggu pikiran. Bagaimana caranya saya bisa putar arah sementara jalan saya sudah sejauh ini? Sekarang? Sepertinya akan banyak pemberontakan *halah*. Intinya saya bingung sekali.
Bilang saja kalau saya ini bekerja dan kuliah bukan di bidang yang sama sekali tidak saya inginkan. Sebenarnya sudah dari SMK saya tahu bahwa jurusan yang saya pilih sama sekali bukan kemauan saya. Tapi keadaanlah yang memutuskan dan saat itu saya merasa tidak berkutik karena jurusan yang saya pilih tidak diterima. Akhirnya karena kadung terlanjur, saat mau kuliah saya memilih melanjutkan jurusan itu atau tepatnya jurusan yang berhubungan dengan saat SMK. Bekerja pun sama. Toh tidak jauh dari basic yang sudah saya pelajari. Alhasil, jadilah saya menjalani semuanya serba apa adanya 🙁
Memang, kalau dari awal bukan passion, sudah terasa sulit saja menjalaninya. Lama-lama saya dilanda jenuh. Di saat jenuh itulah saya menemukan kalimat di atas tadi. Tapi saya bingung bagaimana caranya saya harus putar arah. Dari mana saya harus memulai? Akhirnya, dengan bismillah dan tekad yang kuat, mulailah saya mencari celah.
Keras kepalalah dengan passionmu!
Sejak kecil saya suka sekali menulis. Maklum saja, saya memang suka membaca. Apa saja saya baca. Dari mulai buku bahkan sampai kemasan makanan suka saya baca. Mungkin itu sebabnya dari kecil saya selalu memasang cita-cita sebagai ‘writer’. Dulu saya hanya menulis sesuka saya di buku diary atau buku catatan pribadi. Sampai tahun 2013, saat aktif di media sosial, mulailah saya menemukan berbagai komunitas menulis.
Di komunitas itu untuk pertama kalinya saya beranikan diri mengirim tulisan saya. Sekedar untuk dikritik, maupun untuk ikut lomba. Yah, meskipun kritiknya tidak pernah benar-benar bagus dan lomba tidak ada yang menang, tetap saja saya semangat menulis.
Jika tidak sedang ada pekerjaan, saya buka semua grup Facebook menulis itu. Saya belajar dari tulisan teman-teman yang ada. Beberapa kali di hari libur, saya juga ikutan kopi darat atau pun seminar bersama komunitas-komunitas tersebut. Sekali lagi, dengan niat bisa menulis dan mendalami passion saya. Dengan ikut komunitas, saya juga berharap bisa mengupgrade diri, lantas selanjutnya saya berharap bisa resign kerja dari pekerjaan yang sama sekali bukan passion saya. Soal kuliah, biarlah. Toh ilmu tidak ada yang tidak berguna.
Kalau mau dikata, harusnya waktu libur bisa saja saya pakai untuk istirahat. Toh hari biasa saya sudah lelah. Bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Langsung lanjut kuliah sampai jam setengah 10 malam.
Tapi tidak. Saya ingin bisa menulis dan mengejar passion saya. Mungkin itu sebabnya semua rasa lelah seolah tidak pernah saya rasakan dan lenyap begitu saja. Lama kelamaan, saya mulai menemukan kekuatan saya. Saya berani mengirim tulisan di berbagai media nasional. Alhamdulillah diterima dan diterbitkan (baca: 2015 on Delina Books). Saya juga menemukan media blog supaya saya bisa menulis sepuas hati dan bisa dibaca orang banyak.
Finally, Allah kasih jalannya. Tahun 2015 di saat keinginan resign saya semakin kuat, Allah justru mengirimkan jodoh dan menikahlah saya :)) Karena suami tidak mau istrinya bekerja, saya putuskan benar-benar resign. Dan Alhamdulillah sekarang saya punya suami yang sangat mendukung passion saya, yaitu menulis. Jadilah sekarang saya fokus menulis, lebih tepatnya menulis di blog. Bahkan sudah bisa menghasilkan. Alhamdulillah wa syukurillah.
Well, sebenarnya ini juga komentar saya untuk menjawab tulisan seorang teman. Intinya, apapun keadaan kita sekarang, terima dan jalani dulu apa adanya. Tapiii kita tetap harus mengupgrade diri dan keras kepala untuk mencapai passion yang kita inginkan. Mungkin jalannya harus berliku dulu. Kayak saya misalnya yang harus bekerja dan kuliah di luar passion. Tapi yakinlah, tidak mungkin Allah tega melihat hamba-Nya yang sudah keras kepala usaha dan do’a tapi tidak jua dikabulkan. Kalaupun tidak dikabulkan, barangkali itu hanya tertunda. Karena yakinlah. Allah memberikan sesuai yang kita butuhkan 🙂
Insya Allah, Allah akan melihat semua usaha dan do’a kita. Mana tahu jalannya seperti saya yang menikah lantas diberi pasangan yang mendukung passion kita hehe. Atau bisa jadi jalan teman-teman yang lain nanti lebih mudah untuk bisa mencapai passionnya.
So, semangat! Semangat buat semua yang saat ini sedang berjuang. Allah sudah menciptakan kita bakat yang luar biasa. Tinggal memaksimalkan 99%-nya untuk bekerja keras dan berdo’a supaya bakat itu bisa tersalurkan. Semangaaat! 🙂
Setuju mba barangkali diri kitanya yang terlena sementara bakat sudah dimiliki ada tapi ga diasah.
Nah itu dia jangan lama-lama terlena 🙂
saya setuju juga, klo punya bakat harus di asah terus menerus… agar kelihatan hasilnya…
Betul 🙂
Amin, perjuangan dan berproses. Kemauanlah yg sangat penting ya Mbak dan kerja keras
Setuju Mbak 🙂
Aku setuju. 😀 Toh, bakat ketika diasah bisa menjadi jalan profesi. ^_^
Betul Mbak 🙂