Sepertinya, tak ada profesi sehebat orang tua. Terutama Ibu. Apalagi jika punya banyak anak dengan berbagai karakter yang amat berbeda. Ibu salah satunya. Saya salut dengan salah satu sifat beliau yang amat gigih dan pantang menyerah demi membuat anaknya menjadi baik. Bukan untuk satu atau dua hari. Melainkan bertahun-tahun!
-x-
-x-
Aa anak pertama dari lima bersaudara. Dibanding empat saudaranya yang lain, ia punya banyak kelebihan. Tampan, pintar dan hmm punya kharisma sendiri di hadapan banyak wanita. Tapi ada satu kekurangannya, sifat pendiamnya membuat kami keluarga jarang tahu apa isi hatinya. Padahal di luar, ia bisa dibilang amat-amat supel. Kalau jalan bersama dengannya, jangan heran banyak orang yang menegur. Hampir semua tetangga mengenalnya. Teman-teman dan relasinya juga cukup banyak. Tapi ini di luar dugaan. Entah apa yang ia pendam, seringkali ia berontak. Bukan dengan kekerasan, tapi dengan kebohongan-kebohongan yang ia ciptakan. Kebohongan yang sebenarnya hanya menjadi siksa batinnya sendiri.
Awalnya kami percaya saja dengan berbagai perkataannya, tapi suatu ketika ada kebohongan yang terungkap. Hingga wajar membuat kami tidak lagi mempercayai kata-katanya. Layaknya peribahasa, sekali lancung ke ujian, selamanya orang takkan percaya. Sekali kami percaya, esoknya ternyata bohong lagi. Mencoba percaya lagi, lalu bohong lagi hingga seterusnya selama bertahun-tahun. Sampai ibu sering menitikkan air mata dan berkata, “Ulah ngabohong bae, ibu teu nyaho, tapi Allah Maha Tahu.” Ayah dan kami kadang sudah lelah mengingatkannya, bahkan tak jarang sikap keras ayah keluar. Kami adik-adiknya pun seringkali ingin menyerah dan ‘terserah dia sajalah’. Tapi ibu tidak. Beliau tetap teguh pendirian dan slalu percaya satu hal,
“Kita nggak boleh nyerah. Cikaracak ninggang batu laun-laun jadi legok. Lihat batu. Batu itu keras. Tapi kalau ditetes air terus-terusan, lama-lama pasti lunak. Kita nggak boleh berhenti ngingetin dia dan putus-putusnya berdo’a. Ibu yakin. Lama-lama pasti luluh. Inget, Allah Maha Membolak-balikkan hati.” demikian suatu hari ibu berkata ketika kami mulai mengeluh lagi dengan tingkah Aa.
Ah, Ibu. Dan benar saja. Allah Maha Mendengar. Butuh kesabaran untuk membuat semua menjadi baik. Usaha yang tak putus juga do’a yang tak henti. Serta kerja sama dari para anggota keluarga lain untuk turut membantu dan mengembalikan rasa percaya itu. Merangkul Aa itulah yang kami lakukan. Meski tidak mudah, perlahan tapi pasti Aa sedikit demi sedikit mulai berubah. Sudah bisa terbuka dan jujur pada kami. Tidak ada lagi kebohongan. Ya semoga saja tidak ada lagi. Aamiin.
-x-
Di rumah, ibu memang berbincang dengan bahasa Sunda hanya dengan Aa. Jika diartikan satu-satu peribahasa itu, cikaracak dalam Bahasa Indonesia berarti tetes air. Ninggang, jatuh. Laun-laun, pelan dan legok sama dengan lunak. Maka jika diartikan sempurna akan jadi begini, “Batu yang ditetesi air pelan-pelan jadi lunak.” Demikian halnya hati manusia. Tak bisa langsung dan tidak dengan cara yang kasar. Usaha, rangkulan dan do’a yang tak putus asa menjadi suatu keniscayaan yang harus dilakukan. Dan segala sesuatu yang disampaikan dari hati, akan sampai pula ke hati.
Saya yakin, sejatinya setiap manusia punya hati yang baik. Maka jujur menjadi dasar hati manusia. Hanya saja kadang kita tak tahu apa yang dibutuhkan orang. Entah itu perhatian ataupun kepercayaan. Memang dibutuhkan kesabaran untuk meluruskannya.
Tulisan ini disertakan dalam kontes GA Sadar Hati – Bahasa Daerah Harus Diminati
Maknanya bagus, melatih kesabaran,ketekunan dan tak mudah menyerah atau putus asa.
Menulis buku atau ngeblog juga harus tekun untuk mendapatkan hasil yang semakin baikk
Semoga berjaya dalam kontes
Salam hangat dari Surabaya
Setuju Pakde 🙂
Terima kasih ^_^
kudu sabar…lalaunan…lami2 oge legoknyaaa
sukses ngontesnya
setuju Mak ^^
Terima kasih 🙂
Bener mbak,… itulah kekuatan kedisiplinan. jangan berhenti mengingatkan…
Betul 🙂
Yang pasti jangan pernah berhenti berharap…selalu yakin akan suatu perubahan ya mbak..
Salam kenal
Betul Mbak 🙂
Salam kenal juga ^_^
Bagus ya pepatah itu…
iya Mak ^_^
pastinya semua butuh kesabaran, apalagi lawannya batu … 🙂
Yaps 🙂
Prinsipnya sama dengan meluluhkan hati gitu ya, harus sabar dan terus menerus.
Iya Mbak 🙂