“Anaknya sakit, nggak dijaga sih makanannya.”
“Mbak, Bapak meninggalnya karena apa?”
“Duh Bu, kok anaknya kurus banget.”
“Jadi kapan dong nikah?”
“Kok belum isi-isi, kan udah empat tahun menikah?”
Kalimat-kalimat di atas adalah kalimat yang saya baca akhir-akhir ini di media sosial. Itu hanyalah segelintir, lebih banyak lagi yang lain. Pada intinya, kalimat-kalimat tersebut hadir dari teman-teman karena pembicaraan orang-orang di sekitarnya yang tidak tahu dengan kejadian sebenarnya. Dengan kata lain, seringkali banyak orang bertanya atau bicara tanpa membaca situasi atau tahu kejadian yang sebenarnya. Jadi, alih-alih ingin peduli, justru orang yang ditanyakan malah merasa tidak nyaman dan merasa bahwa orang-orang yang bertanya dan berbicara hanyalah sekedar ingin tahu.
Mengapa saat menjenguk justru bertanya mengapa bisa sakit? Mengapa saat melayat justru mengingatkan yang ditinggalkan dengan pertanyaan sebab orang meninggalnya? Bukan justru menghibur saja. Mengapa dengan seenaknya terus-terusan bertanya tentang pernikahan yang tiada satupun orang yang tahu kapan seseorang menikah? Jika justru kita tidak tahu kondisi orang tersebut sebenarnya. Apalagi bertanya tentang belum adanya anak pada pasangan yang justru merasa bahagia? Seperti cerita motivasi kehidupan singkat yang saya baca beberapa hari lalu di facebook, tentang seorang ibu rumah tangga yang sudah menikah selama 12 tahun dengan suaminya dan selalu ditanyakan tentang kehamilan oleh orang sekitarnya. Padahal pasangan ibu dan suaminya tersebut hidup dengan bahagia, bahkan suaminya sendiri tidak pernah mempermasalahkannya.
http://www.telegraph.co.uk/lifestyle/wellbeing/healthadvice/11302401/In-praise-of-silence-six-reasons-we-need-to-shut-up.html |
Ya, seringkali manusia merasa harus peduli dengan bertanya atau berbicara. Padahal, diampun tidak masalah. Jika justru pertanyaan yang dirasa bentuk kepedulian, hanyalah membawa perasaan tidak enak pada orang yang ditanyakan.
Lagi-lagi, alih-alih peduli, orang yang ditanyakan justru bisa saja timbul rasa bersalah pada dirinya. Bisa saja yang ditanyakan justru merasa jengkel karena menganggap yang bertanya hanya ‘sok tahu’ dan merasa tidak begitu penting untuk dijawab.
Tidak ada yang salah dengan sikap peduli, hanya saja barangkali kita harus pintar membaca situasi. Hati manusia tidak ada yang tahu. Sebab-sebab kejadian pun tidak bisa disangka dengan seenaknya jika memang kita tidak tahu kejadian yang sebenarnya pada orang itu.
Maka bijaknya, berhentilah untuk bertanya atau berbicara dengan menduga-duga atau berprasangka. Sebab kita tidak pernah tahu, kata-kata mana yang bisa jadi menyakitkan atau dirasa tidak begitu penting.
Setuju banget mba, klo mau bertanya pun harus liat2 situasi orgnya. Klo dirasa bikin kurang nyaman mending hentikan.
Tapi, bertanya ttg sebab sakit/meninggal menurutq masih wajar si mba, asal syarat tadi liat sikon. Karena dari info yg diberikan qt jadi pelajaran yg berharga.
Soalnya ada salah satu temen yang mengeluh setiap ditanya sebab ayahnya meninggal jadi teringat terus. Jadi sedih deh 🙂 kalau sakit mungkin gapapa kali ya hehe
Berkata Baik Atau Diam. Demikian kutipan dari Hadis yang selalu saya upayakan agar bisa selalu saya terapkan dalam kehidupan saya.
Betul, ucapan itu seperti pedang ya Mba, bisa menyakiti orang lain. Terima kasih mba sudah diingatkan 🙂
Semoga Allah senantiasa menjagamu.
Aamiin, sama-sama Mbak, terima kasih juga 🙂
Setuju…
dulu paling jengah ditanya "kapan hamil?" Atau "kok nggak hamil-hamil?"
apalagi kalo menjelang lebaran gini, bisa beruntun pertanyaannya
Hehe kudu sabar ya mbak. Kalo sy jadi mbak barangkali udh saya tinggalin itu yg nanya mulu hihi
Hihi…manusia itu memang kepo ya, Mbak. Tapi ada kalanya bertanya itu juga bisa jadi bentuk empati, Mbak. Sesuai kalimatnya. Makanya harus benar2 pintar memilah kata agar orang yg kita ajak bicara tdk tersinggung.
Yup. Memilah kata dan situasi ya mbak. Kadang orang suka ga lihat situasi sih atau nanya terus"an jadi bikin jengkel 😀
Naluri manusia memang kepingin tahu, makanya dia kepo. 🙂 Tapi, seperti kata mbak Ade, kita kudu pintar membaca situasi. Saya pikir, lebih bijaksana memahami keadaan saja sih. 🙂
Iya barangkali bijak juga jika suasananya memang mendukung 🙂
Ini jadi pengingat untuk kita semua ya mba, supaya paham situasi kalau mau tau tentang sesuatu. Bukan gak mungkin pertanyaan kita bisa bikin orang lain sedih atau tersinggung. Makasih udah ngingatkan mba :).
Sama-sama 🙂
Dalem ini maknanya..
Saya suka, khususnya ama paragraf yang ketiga.
Terima kasih Mas 🙂
Saya juga lebih suka diem mbak…
Duh kadang orang kalau ngomong gak dipikir bakal nyakitin apa enggak…
Iya Mak, kadang diam itu emas ya 🙂
Setuju banget, terkadang diam memang lebih baik
Etapi ya, memang kebanyakan orang2 itu menilai dari apa yang mereka lihat dan mereka dengar tanpa mau tahu kenyataan sebenarnya. Aku pernah loh dalam posisi seperti itu…
Pasti nggak enak ya Mbak kalo ngalamin begitu. Smoga ke depannya nggak ada lagi deh 🙂
aku juga suka gerah kalo ditanyain kayak gitu
cuma aku ambil baiknya aja, mungkin mreka pedulil, dan aku juga mesti jaga omongan ke orang lain biar org gx sakit hati
Jadi tergantung kitanya aja ya mbak 🙂
Rasanya menjengkelkan memang. Mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dan mereka menanyakan sesuatu yang sensitif, yang tidak pada waktunya. Kesel tapi, ya, lebih baik diam.
Setuju 🙂
Belajar mengontrol supaya nggak kepo. Ah..tulisan yang mengena.
Terima kasih Mbak 🙂