“Penting sekali untuk terus mencari hal-hal dan cara lainnya yang bisa membuat Anda merasa nyaman dan bahagia.” (hlm. 86) – I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki
Buku ini benar-benar bagus. Mungkin karena saya merasa sangat nyambung dengan bahasannya. Saya yang saat ini masih mengalami krisis diri rasanya jadi ikut tercerahkan setelah membaca pengalaman si penulis yang sedang mencurahkan isi hatinya pada seorang psikiater.
Minder dan insecure
Saya tidak tahu kapan krisis ini benar-benar berakhir. Ada kalanya saya merasa sudah berakhir, tapi ada pula saatnya minder dan rasa insecure tumbuh lagi. Seperti si penulis yang lebih mementingkan kata orang lain. Atau dia yang selalu membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.
Bahkan kalau sudah muncul rasa “Kayaknya tidak ada yang bagus dalam diri saya.” Itu rasanya menyeramkan sekali. Saya tahu bahwa itu perbuatan yang jahat pada diri sendiri. Seharusnya kita bisa bersahabat dengan diri sendiri, kan. Tapi jika pikiran negatif muncul, rasanya seperti kita tidak bisa melihat kebaikan dalam diri sama sekali.
Sungguh menyeramkan bukan?
Maka itu saya berharap, ada yang bisa saya petik dari buku I Want to Die But I Want Eat Tteokpokki ini. Walaupun saya belum bisa konsultasi dengan psikiater, setidaknya saya bisa ikut masuk ke dalam dunia penulis yang sedang berbincang dengan psikiaternya.
Apa sebetulnya saya tidak bisa?
Seperti nasihat,
hal yang penting adalah perasaan senang dan gembira dari dalam diri Anda, tidak peduli apa yang orang lain katakan. Saya harap Anda bisa memenuhi keinginan Anda sendiri terlebih dahulu, tanpa memikirkan apa yang dilihat oleh orang lain. (hlm. 69)
Misalnya saja saat saya melakukan satu hal, saya bisa puas dengan hasilnya. Bisa senang melihat hasil karya sendiri. Tapi begitu saya lihat punya orang lain, rasa minder saya timbul. Belum lagi kalau ada orang yang berani mengkritik terang-terangan di depan saya, “Wah punyamu harusnya begini. Harusnya jangan begitu.” Saya lantas berbicara pada diri sendiri, “Ah iya ya, punya saya jelek. Apa sebetulnya saya memang tidak bisa ya?”
Haduh benar-benar perasaan yang sungguh buruk.
Tugas saya bukan untuk menyenangkan semua orang
Tapi untunglah saya masih bisa berpikir. Kalau muncul rasa negatif begitu, biasanya saya akan menyendiri. Melihat-lihat lagi apa yang sudah saya lakukan. Dan mensugesti diri bahwa tidak ada manusia yang benar-benar sama. Termasuk hasil tangannya.
Saya cuma mau tenang, apa yang saya lakukan seharusnya bisa membuat saya bahagia. Toh saya sendiri yang memilih untuk melakukan itu. Perkara hasil saya belum bagus di mata orang lain, itu hal yang subjektif sekali. Toh memang tidak ada manusia yang bisa menyenangkan semua orang kan?
Dan tentu saja tugas saya di dunia ini bukan untuk menyenangkan semua orang. Tugas saya adalah membuat diri saya menjadi baik. Tidak merugikan orang lain. Dan bertanggung jawab pada diri saya sendiri. Semoga kelak saya benar-benar bisa berdamai dengan diri sendiri.
Karena saya tahu, bahwa bisa berdamai dengan diri sendiri adalah langkah pertama untuk hidup lebih tenang 🙂