![]() |
credit |
Rona bahagia di wajahmu dulu, tak sebanding dengan luka yang kini kau rasakan. Pahit, pedih, rasa ingin memaki memuncak sedemikian rupa. Media sosialpun menjadi sampah amarahmu. Dia yang katanya dulu kau sayang, kau cinta bahkan katamu “Aku cinta kamu selama-lamanya,” seolah tak ada artinya lagi. Pudar. Hilang. Lenyap. “Dasar pengkhianat!”
Bertemu lagi dengan seorang yang baru. “Ini lho kesayangan aku. Jangan nakal yah.” Entah akan tahan berapa lama hubungan kalian. Eh tunggu dulu, baru satu minggu jadi tapi, “Kok pending sih 🙁 Kamu kemana sih?” Esoknya, statusmu berganti lagi, “Sudah cukup. Aku bosan. Dasar pengkhianat.” Hmm.
Selalu saja seperti itu. Entah sudah berapa orang kau panggil sayang kemudian kau bilang pengkhianat. Sekarang sayang, esok galau. Lalu putus. Sayang baru lagi, galau lagi, putus lagi. Entah akan berapa lama kau tahan dengan fase seperti itu. Mungkin, kau perlu memikirkannya ulang. Tentang menemukan apa yang sebenarnya kau cari. Satu yang bisa aku pastikan, Keseriusan tak kan ada pada mereka yang terlalu meremehkanmu. Mengajakmu dalam hubungan yang sama sekali tak ada ikatan. Wajar saja jika dengan mudah dicampakkan, dibuang lalu dilupakan begitu saja. Toh dia belum terikat kok. Sekarang juga sudah ada pendamping baru. Kau di sini? Aah. Tersiksa dengan perasaanmu sendiri.
Sebelum sayangmu menjadi terlalu murah dan kelak pendampingmu hanya mendapat sisaan, rasanya kau memang perlu memikirkan ulang, Sampai kapan akan menjalankan fase seperti itu?
Sebab keseriusan berbeda sayang. Sangat berbeda. Amat berbeda. Berbeda sekali.
fase pencarian pendamping hidup ya, mba..hehehe
Upzh 😀