Awal-awal mendengar New Normal, saya masih biasa saja. Karena suami memang pernah bilang kalau kita pasti akan menghadapi fase baru ini. Fase di mana ketika orang-orang lebih perhatian dengan kebersihan. Pun saat ke luar rumah akan berteman dengan yang namanya masker dan hand sanitizer.
New Normal mulai datang
Tapi saat New Normal ini benar-benar mulai datang, saya merasa ngeri. Pasalnya new normal yang dimaksud adalah orang-orang ‘sudah bisa keluar rumah’. Nah sementara kurva kasus yang positif masih belum berkurang.
Ya gimana ya, saya sendiri masih belum berani keluar. Tapi kalau memikirkan jalanan mulai macet lagi, kok miris rasanya. Hanya memikirkan mereka-mereka yang bekerja di rumah sakit. Hiks kebayang kalau mereka amat lelah menangani kasus virus ini :'(
Tapi ya sudahlah, toh saya juga bukan siapa-siapa. Kalau pun pemerintah membolehkan semua sektor dibuka lagi, semoga mereka memang sudah berpikir penanganan dampak-dampaknya.
Ternyata saya bisa bertahan sejauh ini
Nyaris 4 bulan sudah di rumah saja. Hanya dua kali keluar rumah dalam rangka belanja kebutuhan dan silaturahmi ke rumah kakak ipar. Sisanya blas saya tidak keluar rumah sama sekali.
Awalnya saya sempat stres, maklum suka jalan-jalan. Tapi toh ternyata saya baik-baik saja. Saya bisa bertahan sejauh ini. Mungkin karena benar kali ya masa membuat pola kebiasaan itu 41 hari. Sekarang sudah hampir 4 bulan, jadi wajar sudah mulai terbiasa.
Tidak keluar rumah ini kan juga bukan karena suatu kasus yang remeh. Virus covid-19 menyebar dengan sangat cepat, maka wajar kalau berdiam di rumah justru menjadi suatu hal yang membuat diri lebih tenang.
Saya tidak bisa mengendalikan keadaan dan orang lain
Sebelumnya, saya hanya kesal pada orang-orang yang masih cuek keluar rumah tanpa dosa. Saya paham kalau itu untuk urusan pekerjaan atau sesuatu yang urgent. Tapi nyatanya di lingkungan terdekat masih banyak orang yang keluar rumah tanpa ada urgensi apa-apa. Sengaja berkumpul. Protokol kesehatan pun seperti sengaja diabaikan. Seperti bersikap seolah tidak ada kasus apa-apa.
Tapi lama-kelamaan saya mikir juga, buat apa saya kesal sendiri? Toh mereka saja begitu. Sudah dinasihati tapi tak peduli. Jadi biar saja. Yang penting adalah diri saya sendiri dan keluarga tidak begitu. Kami tetap #dirumahaja.
Ya, saya sudah tidak lagi mengurusi orang lain. Saya dan suami sudah pernah bicara kok pada mereka. Perkara tidak digubris atau tidak, itu sudah bukan lagi urusan kami. Di sini saya semakin paham bahwa kendali terbesar memang ada di diri kita sendiri. Ya yang terpenting adalah bagaimana sikap dan respon diri kita sendiri.
Jadi new normal membuat saya lebih paham makna hidup. Saya paham bahwa tidak ada yang bisa kita kendalikan selain diri kita sendiri. Kejadian-kejadian seperti virus covid-19, orang-orang yang abai pada protokol kesehatan, itu sudah di luar kendali diri. Maka tak ada guna jika kita kesal dan marah. Karena semua hal di luar pasti sulit kalau kita berekspektasi bisa dikendalikan.
Keluarga tempat pulang terbaik
Pandemi ini juga membuat saya sadar bahwa keluarga adalah sebenar-benar tempat pulang. Saya mungkin sedih tidak bisa bertemu orang tua dan kakak-kakak serta adik saya. Tapi teknologi tak membatasi kami untuk saling terhubung meski hanya via daring. Ternyata hubungan itu juga lebih terasa syahdu saat berjauhan.
Kini tempat saya berkumpul hanya suami dan anak-anak. Merekalah yang saat ini ada di depan mata saya. Kebersamaan dengan mereka juga lebih intens karena kami benar-benar di rumah saja.
Saya jadi lebih menghargai keberadaan keluarga. Sebab memang merekalah orang terdekat yang tak akan pernah putus.
Hidup dan bisa bersyukur adalah privilege
Sekarang saya mulai terbiasa lama di rumah. Tidak terlalu berekspektasi lagi kapan virus ini akan berakhir dan kapan bisa jalan-jalan lagi.
Saya sudah sampai tahap belajar menerima apapun yang terjadi. Sungguh rasanya tak ada nikmat selain kehidupan dan kesehatan. Bangun tidur kita masih diberi nafas dan badan yang bugar. Sebab masih diberi kesehatan dan bisa bersyukur dalam keadaan apapun rupanya menjadi suatu hak istimewa sendiri. Hidup menjadi lebih santai dan hati menjadi tenang.
وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. An-Nahl: 78)
iya mbak jadi lebih paham apa makna bersyukur dan peran keluarga
yah semoga pandemi ini cpat berakkhir
saya juga keluar kalau mau belanja dan mengantarkan barang saja
takut keramaian masian