Alkisah, ada seorang pemuda dalam suatu kampung yang sangat soleh. Karena kesolehannya, dia diunjuk menjadi seorang guru ngaji. Sampai suatu ketika, tiba-tiba dia menghilang. Semua warga kampung mencarinya.
Suatu hari kemudian, seorang warga kampung melihatnya. Namun yang dilihat sungguh jauh dari yang dibayangkan. Guru ngaji tersebut menjadi seorang preman yang mabuk-mabukkan. Dilaporkanlah ke seluruh warga di kampung tersebut. Hingga semuanya menjadi terkejut.
Saat sang guru ngaji kembali ke kampung tersebut, seluruh warga kampung sudah tidak simpati lagi padanya. Semua memusuhi dan membencinya. Hingga seorang yang lain bertemu padanya dan bertanya, apa yang membuatnya berubah seperti itu. Jawabannya, “saat saya menjadi guru ngaji, saya tidak tahu apa niat saya. Apakah karena saya ingin dianggap soleh oleh seluruh warga? Apa karena saya ingin warga menghormati saya? Di masa kegamangan itu, saya memilih untuk menghilang dan menjadi seorang preman. Saat menjadi preman, seluruh warga justru membenci saya. Saya tidak lagi dipandang. Namun sekarang, saya ingin menjadi guru ngaji lagi. Karena saya sudah tahu niat saya untuk apa. Untuk Allah!”
![]() |
pic by Canva, edit by me |
Kurang lebih seperti itulah kisah guru ngaji yang diceritakan suami saya. Kisah tersebut diambilnya dari sebuah postingan di facebook. Kisah itu dia ceritakan dengan maksud yang sama saat saya bertanya mengapa ia tidak tadarusan lagi di mushola.
Tiba-tiba saja ia mencurahkan isi hatinya. Ramadhan tahun lalu, dia memang tadarusan, namun saat itu niatnya memang hanya ingin ikut. Namun tahun ini, ia justru bingung. Mengapa semakin kesini, hatinya justru menjadi gamang. Memikirkan sebenarnya apa niat tadarusannya? Terlebih dengan disertai speaker? Apakah sebagai ajang pamer atau karena ingin dilihat manusia? Ia takut. Takut tidak ikhlas dan hatinya menjadi condong pada manusia.
Saat ia berkata tidak ingin ikut karena ingin menata hati dulu, disitu saya jadi teringat sebuah film. Barangkali teman-teman masih ingat film Kiamat Sudah Dekat yang diperani Deddy Mizwar, Andre Taulany dan Ayu Pratiwi. Diceritakan Andre naksir dengan Ayu, namun Deddy, sebagai ayah Ayu menawarkan, jika Andre ingin dekat dengan Ayu, maka Andre harus belajar ilmu ikhlas terlebih dulu.
Dulu, saya belum paham mengapa disitu harus belajar ikhlas. Sekarang dan dengan kisah dan kejadian suami tadi barulah saya paham. Jika definisi ikhlas adalah tulus hati menurut Allah dan dikaitkan dengan ayat di bawah ini,
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Al-An’aam: 162-163)
Maka benar, sungguhlah tidak mudah. Apalagi kodrat manusia yang ‘ingin diakui dan dihargai’ oleh sesama manusia. Jadi bagaimana caranya menata hati untuk tulus karena dan hanya untuk Allah?
Maaf jika tulisan kali ini tanpa kesimpulan. Karena saya sendiri pun masih harus belajar. Untuk mengerti apa itu ikhlas sesungguhnya. Bagaimana untuk tulus hanya karena Allah.
Wallahua’lam
Tak apa tanpa kesimpulan, hidup memang sekolah ikhlas sepanjang hayat. 🙂
Iya Mak 🙂