Bercanda. Satu kata yang mungkin kita langsung merasa lucu dengarnya. Bayangan senyuman, tawaan, dan kegelian bisa jadi ada di pikiran kita. Tapi, kalau bercanda itu sudah melewati batas? Bagaimana?
Hiks, pasti nggak bangetlah ya. Dan bisa jadi candaan itu jadi sama sekali nggak asyik! So, gimana candaan yang melewati batas? Beberapa macamnya teman-teman bisa baca di tulisan Mak Irawati tentang Saat Bercanda Tak Lagi Lucu.
Batas setiap orang berbeda
Ya, setiap orang pasti punya batasnya masing-masing. Semua tidak bisa disamakan. Ya seperti yang pernah saya tulis juga di postingan Please Stop Say “Baper”! Bahwa kadar sensitifitas setiap orang itu berbeda.
Ada yang kalau misal dicandain fisiknya, dia bisa ketawa-tawa. Dicandain tentang statusnya bisa santai aja. Dicandain tentang sukunya masih nggak masalah. Tapi ada yang sebaliknya. Ketika dikomentar sedikit tentang fisik, status, suku, lantas bisa jadi sangat sensitif dan menimbulkan kemarahan.
Itu hanya permisalan. Masih banyak contoh yang lainnya. Yang intinya bahwa kadar kelucuan dari candaan pun ternyata tidak bisa disamaratakan.
Apa yang menurut kita biasa saja, boleh jadi itu sensitif bagi orang lain. Apa yang menurut kita candaan, bisa saja itu menyakitkan bagi mereka. Begitu pun sebaliknya. Barangkali mereka merasa biasa saja, eh tapi kitanya yang terbawa perasaan.
So, sampai di sini kita mulai mengerti bahwa perasaan setiap orang memang berbeda. Dan ketika sebuah candaan menjadi menyakitkan, bahkan sampai menjadi kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan, itu artinya FIX candaan itu sudah tidak bisa dibilang lucu lagi! Yap. Apapun kategori candaan itu. Baik lisan, maupun tulisan.
Mengukur kadar perasaan diri sendiri dulu
Well, apakah bercanda jadi serumit itu? Ya nggak juga. Tapi kalau kita merasa dewasa, seharusnya kita sendiri sudah bisa memilah mana yang benar, mana yang salah. Mana yang layak, dan mana yang tidak layak.
Jadi kita masih bebas kok untuk bercanda. Senyum dan tertawa dengan siapapun itu. Hanya ya itu tadi, ketika kita tidak bisa memberi kadar batas perasaan orang lain, mungkin bisa kita kembalikan lagi pada diri sendiri. Dan berpikir lebih jauh, apakah candaan itu sekiranya pantas atau tidak 😊 Apakah menimbulkan kemarahan dan kesedihan, atau tidak. Dan faktor lain yang dengan kata lain, kita punya candaan yang tidak menyenggol sensitifitas orang lain.
Begitchu.
Ya intinya think smart and wise aja kali ya hehe 😁 Peace ✌️
Hmmm sy sempt kluar dr grup WAG krn bahasanny trlalu vulgar jadi mikir juga u.bertahan ktimbang nahan trus tp.ktemu orgnya tetep say hi,,,,
Iya saya pun menghindari grup yang vulgar begitu -_-
Saya juga gak suka kalau ada yang becanda keterlaluan melewati batas, huhuhu
Iya Mak. Jangan sampai deh kita begitu 🙂
Risih juga kalo dengar ada orang yang becandanya udah nggak bisa ditoleransi. Lepas dari dia becandain kita or nggak
Iya Mbak. Kalo udah kelewat batas, mau gimana pun udah ga bisa ditolerir 🙂
aku kalao bercanda gitu, mau soal fisik atau status yaa lihat2 orangnya juga Mbak…
apalagi kalau teman, kan sedikit banyak kita tahulah karakternyaa
tapi kalo aku lagi bad mood terus dibercandain, yang ada langsung marah2
Iya Mbak harus lihat dulu siapa orangnya. Kitanya juga pasti nggak maulah ya orang sembarang bercanda tanpa melihat siapa kita 🙂
Kebiasaan kita bercanda memang jatuhnya tanpa sadar yg bercanda jadi seorang bullier ya kan…efeknya ditiru sama yg dengar… Dan begitu seterusnya… Jadinya cara beecanda kita ya gitu… Padahal kalau secara tuntunan bercanda itu juga bukan berarti boleh berbohong. Kalau saya pribafi sih lebih suka jenis candaan bukan sick joke dan sejenisnya