Artikel itu sekaligus mengingatkan saya pada satu hal. Semakin saya mendalami menulis, maka semakin saya menyadari bahwa menjadi seorang penulis itu tidak mudah. Bener deh. Suwer. Menulis itu harus rajin baca serta riset, riset dan riset! Kenapa risetnya saya ulang tiga kali? Saya ceritakan dulu. Semester kemarin saya dapat tugas salah satu mata kuliah. Dimana tugas itu harus membahas keterkaitan kehidupan dengan character building. Saking inginnya beda dari yang lain, maka saya mengambil tema yang menurut saya ‘wah’ banget. Tapi setelah saya tanya kepada dosen, apa jawabannya? “Ini terlalu luas. Berat. Kamu tidak tahu spesifiknya.” Deg. Apa yang salah dalam hati saya. Bodohnya yang saya lakukan adalah tidak wawancara dan hanya melakukan pengamatan dari jauh. Ampuuuun. Keesokkannya saya melihat-lihat berita, setelah nonton berita barulah saya sadar, bagaimana bisa ada berita kalau tak ada wartawan? Bagaimana bisa wartawan menulis dan menyampaikan berita kalau tak terjun langsung dan wawancara? Enak aja ngasih infromasi dan ngambil kesimpulan seenak jidatnya. Nah lho? Maka riset itu tak bisa diremehkan terutama bagi seorang penulis.
Pada akhirnya kita tidak bisa asal comot mencomot suatu informasi. Jika memang kita masih awam dalam info tersebut, ada baiknya kita telaah dulu sebelum dibagikan. Lihat apa semua informasi itu terpercaya? Kira-kira memang berguna nggak? Nah ini yang mesti kita telaah lagi. Supaya kita nggak main comot-comot atau share-share aja. Seperti sempat beberapa hari lalu saya share tentang tips kesehatan yang bisa dibaca dari tangan. Ternyata salah satu teman memberi informasi bahwa menurut dokter itu belum bisa dibuktikan keabsahannya. Saking menurut saya bagus, ya saya main share-share aja. Padahal saya juga masih awam tentang kesehatan begitu. Alhasil, esokkannya langsung saya hapus artikelnya. Ah ya, jujur saya juga gerah sendiri kalo ada orang yang BC info tentang menjelek-jelekkan seseorang/kelompok tertentu. Penting nggak sih? Buat gue sih nggak penting banget. Belum lagi kalau info itu menyangkut nama/kelompok yang besar. Haduh udah diriset belum tuh infonya?
Maka dari itu seseorang juga tak bisa mentah-mentah menelan informasi yang ditulis seseorang. Saya punya beberapa buku yang memberi kata pengantar bagus. Bunyinya kurang lebih begini, “Jangan diambil mentah-mentah semua yang tertulis di buku ini.” Kalau saya tafsirkan mungkin bukan maksudnya tidak mengambil apa-apa. Tapi lebih kepada kita tetap harus inisiatif mencari informasi terkait lewat buku-buku/sumber lain. Malah lewat kenyataan dalam kehidupan itu sendiri.
Comot mencomot ini juga bahaya. Kenapa? Bahaya kalau kita ya asal tadi. Asal comot, padahal belum tahu kebenarannya. Asal bagi, padahal masih awam urusan tersebut. Syukur jika informasi tersebut memang bagus dan berguna, tapi jika kebalikkannya yang terjadi, salah-salah kita malah menyesatkan orang lain. Naudzubillahimindzalik. Makanya, saya lebih suka ngambil informasi terkait pengembangan diri dibanding info-info yang berbau berita. Takut hoax doang beritanya. hehe.
Ah ya, jangan lupa jika kita copy paste tulisan seseorang seluruhnya, maka cantumkanlah sumbernya. Dan sebagai penulis, rajin-rajinlah baca buku serta riset, riset dan riset 😀
So keep it wise 🙂