Masuk Neraka Siapa Takut #Tak Ada Lagi Kebencian

Kebencianku pada ayah sirna setelah Ibu berkata, “Biar gimana, itu Ayahmu.”

Masa lalu, masa yang sudah berlalu. Masa yang sudah tak mungkin untuk kembali, selalu menyimpan kenangan tersendiri. Bahagia, sedih, kecewa, tercampur semua dalam yang namanya ‘Masa Lalu’. Sama seperti aku yang menyimpan begitu banyak kenangan. Sayang, aku bukan orang yang mudah lupa semuanya. Otomatis kenangan tentang kepedihan serta kekecewaan ikut terseret di dalamnya.
Masih pentingkah masa lalu yang buruk untuk diingat? Bukankah yang terpenting saat ini? Bukankah orang bijak pernah bilang, “Seburuk apapun masa lalumu, masa depanmu masih suci”? Entahlah. Tapi tidak denganku, saat itu. Saat aku menanjak bangku sekolah menengah atas.


-x-
Ibu bilang itu hanya cerita masa lalu, tapi tidak bagiku. Cerita tentang ayah. Tentang ayah yang tak pernah ku duga sebelumnya. Ayah yang dulu mudah tersulut emosi, ayah yang tak pernah menghargai ibu. Ayah memang tak pernah melukai secara fisik, namun kata-katanya saat marah yang sering melukai hati ibu. Dan segala cerita menyakitkan lainnya yang buat tenggorokkanku seketika menohok. Sesakit itu ibu rupanya. Dan lagi, ayah tak pernah tahu semuanya. Juga kami, anak-anaknya. Ya. Dengan alasan tak ingin membebani siapapun, bertahun-tahun ibu hanya memendamnya, sendiri. 
Sejak saat itulah kebencianku pada ayah perlahan muncul. Tiap saat melihat ayah, yang terbayang dalam benak adalah masa lalunya. Masa lalu yang sudah membuat ibu sakit. Masa lalu yang membuat ibu amat menderita batin. Teganya ayah tak pernah tahu itu semua. Aku benci ayah.
Ayah tak pernah tahu aku diam-diam, dalam hati membencinya. Aku berusaha untuk tidak menampakkannya. Namun untuk dekat-dekat dengan ayah aku tetap tak mau. Cepat menyingkir, atau aku yang menyingkir. Begitulah. Bahkan terkadang sampai aku berani membantahnya. Hingga perdebatan-perdebatan mulai terjadi. Kalau ayah sudah emosi, maka aku bisa terkena amarahnya.
Kakak-kakak dan adik bukan tidak tahu semua cerita itu, hanya saja ku rasa mereka menyikapinya lebih dewasa. Tidak pernah membahas, tidak pula membenci. Ya hanya aku yang benci ayah. Buatku ayah sudah sangat mengecewakan.

Seiring waktu berlalu. Sampai suatu ketika ibu menegurku, “Biar gimana, kamu ngga boleh kayak gitu. Lagi pula ayah sudah berubah. Ayah sedih kamu perlakukan seperti itu. Jangan benci ayah. Biar gimana, itu Ayahmu.” Deg. Aku tertegun. Mengilas balik saat-saat ini. Benar. Ayah sudah tak seperti dulu. Ayah memang sudah berubah. Tak ada lagi ayah yang mudah emosi, tak ada lagi ayah yang menyakiti ibu. Semua sudah berubah. Lantas mengapa aku harus benci? Ibu saja sudah lama melupakannya. Memaafkannya. Tak pernah lagi mengungkitnya. Aku sebagai anak yang justru tak pernah dikecewakan, mengapa harus membenci?

Bukankah dari dulu ayah selalu sayang pada anak-anak? Bukankah ayah yang sekarang selalu mencium pipi ibu setiap saat akan berangkat kerja? Bukankah ayah selalu menjadi pendengar yang baik? Bukankah ayah selalu kreatif menciptakan suasana menjadi cair. Ya. Itulah ayah yang sekarang, yang belum kusadari.

Ibu benar. Tak sepantasnya aku begitu. Perlahan-lahan hatiku mulai luluh. Aku mencoba memperbaiki semuanya. Menahan egoku. Kembali berpikir tentang ayah dan melihat hubungannya dengan ibu sekarang. Memang benar. Tak ada yang pantas aku benci!

Aku langsung menangis di hadapan ayah dan menunduk meminta maaf atas semua kelakuanku yang sudah menyakitinya. Menyesal. Amat menyesal. Setahun lebih aku bersikap tak enak pada ayah. Ternyata diam-diam pula ayah mencurahkan perasaannya pada ibu, rupanya ayah sadar dengan semua perlakuanku. Ayah sakit hati, sedih padaku. Ya Allah, aku telah durhaka pada ayah. Ampuni hamba ya Rabb..


-x-

Kisah ini terjadi saat aku masih sekolah menengah atas. Sungguh, tak ada niat membuka aib sendiri setelah Allah menutup aib setiap hambaNya. Aku hanya ingin agar kisah ini cukup sampai padaku. Tidak yang lain.

Hubunganku dengan ayah saat ini sudah membaik. Malah semakin membaik. Bahkan tak jarang, kami berbincang berdua. Berbincang tentang apapun. Kuliahku, kerjaku, dan segala hal tentang keluarga, cinta dan kehidupan. Ayah juga tak pernah mengungkit tentang masa lalu yang menyakitkan itu. Biarlah itu menjadi sebuah pelajaran bagiku. Bagiku yang akhirnya mengenal kata ‘Cinta’ pada orang tua yang sesungguhnya.

Hubungan ayah dengan ibupun kian hari kian mesra. Usia pernikahan mereka sudah mencapai tiga puluh tahun pertengahan Agustus lalu. Bukan hal mudah mempertahankan pernikahan hingga mencapai usia puluhan tahun seperti mereka. Sungguh, perjuangan yang sangat luar biasa. Perjuangan ibu untuk terus bersedia mempertahankan pernikahan, mempertahankan keutuhan keluarga, dan perjuangan untuk menyadarkan ayah yang akhirnya membuat ayah luluh hingga sekarang. Seperti prinsip ibu yang selalu berkata bahwa, ‘Hidup tak kenal menyerah. Allah akan selalu menolong, setiap saat hambaNya memohon.” Subhanallah. Itulah perjuangan orang tua.

Kawan, seburuk apapun masa lalu orang tua kita atau seburuk apapun orang tua kita, mereka tetap orang tua. Orang tua yang telah membesarkan kita. Tak mungkin kita bisa seperti sekarang tanpa kasih sayang mereka. Tanpa peluh keringat mereka, tanpa jasa mereka. Sudah seyogyanya kita ucapkan dan tunjukkan rasa terima kasih. Sebagai anak yang melayani mereka dengan sepenuh hati serta selalu mendo’akan mereka.

Dan membenci, sungguh hanya akan merusak diri kita sendiri. Hati yang kotor, tak akan pernah bisa hidup tenang. Lebih baik dibicarakan baik-baik saat isi hati ada yang mengganjal. Selain lebih bijak, kita akan terhindar dari sifat mengumpat dan dendam.

Dari Anas Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata, “Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling menghindar, dan saling memutuskan silaturahmi. Jadilah kalian hamba Allah ta’ala yang saling bersaudara. Tidaklah halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari. (Muttafaq Alaihi).

Semoga kisah ini bisa memberi pelajaran berharga. Khususnya bagi diriku sendiri. Yang lebih menghargai kehidupan, masa lalu, cinta dan keluarga. Bukankah setiap orang bisa berubah menjadi lebih baik? Dan benar apa yang orang bijak bilang, tak peduli seburuk apapun masa lalu, masa depan selalu suci. 

Semoga, cinta juga selalu ada di setiap keluarga. Perjuangan tanpa batas yang tak boleh putus di tengah jalan dan rasa tidak ingin menyerah. Allah, suka dengan umatNya yang bersungguh-sungguh dan selalu meminta padaNya. Berdo’alah padaku, niscaya akan Ku kabulkan.

Semoga kini, tak ada lagi kebencian dalam hatiku. Juga dan semoga, hatimu. Hati kita semua. Hanya cinta dan pikiran yang luas yang terpatri dalam diri. Dengan itulah kita bisa memandang kehidupan dengan lebih arif dan bijaksana.

Ayah, tulisan ini untukmu.
Ibu, tulisan ini untuk perjuanganmu,
dan untuk kamu semua yang sedang membaca artikel ini.
Semoga cinta selalu tumbuh dalam hati kita. Aamiin..

Artikel ini diikutkan sebagai peserta Fiesta Tali Kasih Blogger 2013 BlogS Of Hariyanto – Masuk Neraka Siapa Takut!!!???

Ade Delina Putri

Blogger, Stay at Home Mom, Bookish,

2 comments to “Masuk Neraka Siapa Takut #Tak Ada Lagi Kebencian”

You can leave a reply or Trackback this post.
  1. BlogsOf Hariyanto - November 24, 2013 Balas

    Alhamdulillah, terimakasih sudah berkenan berpartisipasi,
    artikel sudah resmi terdaftar sebagai peserta…
    mohon dicek kembali namanya di daftar peserta yang ada, kalau belum muncul harap beritahukan admin segera.
    salam santun dari Makassar 🙂

    • Ade Delina Putri - November 25, 2013 Balas

      Alhamdulillah terima kasih Pak, nama saya sudah masuk daftar peserta 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published.