Inti dari nasihat tersebut adalah betapa kita selama ini masih banyak yang belum mempelajari agama secara keseluruhan, namun sudah merasa diri menjadi lebih pintar. Merasa bahwa kepintaran itu bisa dipergunakan untuk mendebat orang lain. Yang parahnya, membawa-bawa nama ulama. Padahal, kita tidak pernah tahu bagaimana kedudukan orang-orang yang lebih pintar atau ulama tersebut di hadapan Allah.
Hal ini membuat saya teringat, begitu banyak peperangan tentang keyakinan dalam beragama saat ini. Keyakinan yang saya maksud di sini adalah keyakinan dalam menjalankan ibadah sesuai dengan yang diyakini. Perbedaan dalam konteks beribadah ini, tidak jarang malah menjadi perang yang sepertinya takkan usai sampai kapanpun.
Berikut poin yang bisa saya simpulkan dari video tersebut dan bisa menjadi bahan renungan:
Kerendah hatian dalam ilmu pengetahuan
Fawqa kulli dzi ilmin aaleem.
Artinya: Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui dan tentunya di atas semua itu adalah Allah SWT.
Seringkali karena kepintarannya, manusia menjadi sombong. Merasa bahwa dirinyalah yang paling menguasai suatu ilmu. Hingga tidak jarang, ilmunya dia pergunakan untuk mendebat orang-orang yang masih awam atau tidak lebih pintar darinya. Padahal, ada Allah Yang Maha Mengetahui segalanya. Allah yang lebih tahu kedudukan seorang manusia. Ilmu yang dipergunakan secara salah hanya akan menimbulkan kesombongan dan tentu saja sombong merupakan salah satu ciri orang yang tidak beriman.
Semakin Anda berilmu, semakin rendah hati diri Anda
Kita tidak bisa sembarang menyesatkan orang lain.
Dalam video tersebut dikatakan, kita tidak bisa menyesatkan orang lain bahwa itu (hadits.red) menyimpang. Lalu berkata ulama itu salah, dia sesat. Maka yang jadi pertanyaan, berapa banyakkah yang sudah kita pelajari dibanding mereka? Juga menyalahkan atau menyesatkan imam dan para tetua. Tahukah kita dengan kedudukan mereka di mata Allah?
Bila kita memang tidak setuju
Pertama, kita tidak sedang dalam posisi memberi fatwa kepada mereka karena pada dasarnya kita tidak punya kualifikasi atau kuasa untuk itu. Dalam sebuah hadits misalnya, ada banyak ulama yang terlibat dalam menyampaikan kesimpulan. Pada akhirnya, masalah menjadi kompleks. Ada isnad, konteks serta pemahaman hadits. Jika yang kita lakukan hanya membaca terjemahan Bukhari dan langsung mendebat orang lain, maka sesungguhnya tindakan tersebut merupakan tindakan yang salah atas sunnah Rasulullah.
Yang kedua, karena kita tidak mengerti bahasanya. Bagaimana mungkin, kita yang hanya membaca terjemahannya, lantas berani berkata seperti itu (menyesatkan.red). Imam As-Syafi’i pernah berkata, yang paling kutakutkan dari pelajar ilmu, adalah pemahaman yang mendalam atas susunan bahasa yang kurang. Imam As-Syafi’i adalah orang yang menghabiskan 1/3 hartanya untuk belajar bahasa arab dan 2/3 nya untuk belajar hadits. Lantas kita? Sudah berapa lama mempelajari Bahasa Arab? Maka tugas muhaditsun dan ulamalah yang berkomentar. Kita harus berhati-hati saat membawa nama Rasulullah SAW. Fas-aloo ahladzikriin. Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan.
Jadi syarat mempelajari sunnah adalah dengan mempelajari Bahasa Arab secara mendalam. Bukan dengan asal-asalan dan menjadi korban peringatan Rasulullah SAW. Barangsiapa yang berbohong dengan sengaja atas namaku, hendaknya ia persiapkan tempat duduknya dari api neraka. Kita tidak bisa hanya mencari hadits atau artinya lewat googling. Karena kita tidak tahu sharh sebuah hadits, sejarah, konteksnya. Lalu kita berbicara atas nama sunnah, ini merupakan perilaku yang congkak (sombong.red) dan bukan pengabdian kepada agama.
Maka kita harus belajar lagi
Kita masih muda. Dunia tampak hitam putih. Maka jika kita ingin, seriuslah belajar. Jangan bicara tentang ulama lain. Ketika tidak setuju dengan orang-orang yang berilmu, mereka akan mendoakan orang itu disamping tidak setuju dengannya. Karena kita tidak tahu status mereka di hadapan Allah.
Semoga Allah menjadikan kita rendah hati dalam berpengetahuan. Semoga Allah memberikan kita, para ulama kita, kemampuan untuk mengajarkan kerendah hatian kepada orang-orang. Semoga Allah menjadikan kita ikhlas menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh dan tahu kapan harus diam dan menjadi rendah hati.
Notes: Ini hanyalah kesimpulan dari saya berdasarkan video tersebut. Saya tidak akan melayani komentar yang berujung menjadi perdebatan. Sebab banyak hal yang masih saya pelajari. Bila teman-teman tidak mengerti beberapa bahasanya, maka bertanyalah pada yang guru atau yang lebih menguasai. Semoga kita semua bisa rendah hati 🙂
kita masih muda… harus banyak2 ilmu soal agama untuk hidup kedepannya…
Setuju 🙂
Alhamdulillah, saya sangat setuju Mbak.
Seperti padi makin berisi makin merunduk…
Membaca ini saya teringat nasehat alm ayah saya "Jika kamu tidak suka pada (person atau perilakunya) palingkanlah kepalamu dan jangan berkata sepatah katapun tentang hal itu"
Salam kenal Mbak.
Betul Mbak. Menghindari perdebatan yang tidak perlu juga ya Mbak.
Salam kenal juga 🙂
Amin..
saya masih terus belajar untuk bisa menjadi pribadi yang rendah hati Mba Ade karena kadang masih sering muncul sikap-sikap sombong
Smangat Mbak. Saya juga masih belajar 🙂