Bahagianya berteman dengan buku. Terlebih buku-buku non fiksi pengembangan diri. Entah mengapa sejak kecil saya suka sekali dengan genre buku ini. Seperti salah satu buku yang baru saja saya selesaikan Jum’at sore, buku Adjie Silarus – Sadar Penuh Hadir Utuh. Awalnya saya iseng ikut PO karena melihat review yang ditulis oleh seorang teman blogger.
Benar saja. Buku ini seperti ‘sengaja dilempar’ pada saya. Tentang mengapa sekarang saya sulit sekali fokus. Tentang asumsi bahwa multi-tasking adalah hal yang menurut saya luar biasa. Namun pada nyatanya itu hanyalah salah satu bentuk yang justru bisa membuat kita lebih stress. Buku ini membahas masalah kesadaran dan kehadiran secara penuh dan utuh.
Rupanya semua masalah yang kini saya alami hanyalah karena saya kurang menikmati setiap helaan nafas dan tidak bisa memfokuskan pikiran dan kehadiran diri secara utuh. Seringkali dalam melakukan sesuatu, pikiran saya bercabang kemana-mana. Misal, saya sedang bekerja, tapi pikiran saya tidak pada kerjaan. Lebih parahnya, pikiran saya justru berkutat dengan masalah-masalah yang sedang menimpa. Yang tak jarang malah membuat saya sulit sendiri dengan berantakkannya pekerjaan karena kehilangan fokus. Lainnya, sering saya melakukan dua pekerjaan sekaligus. Saya merasa waktu saya tak banyak. Oleh karenanya selama saya bisa lakukan dua sekaligus, lebih baik saya lakukan. Rupanya sebuah penelitian membuktikan, bahwa pada dasarnya otak manusia tidak bisa memerhatikan lebih dari satu aktivitas kompleks secara bersamaan.
Membaca buku ini membuat saya mengerti, bahwa kita hanyalah membutuhkan keheningan sejenak. Belajar merasakan setiap helaan dan hembusan nafas. Dengan seringnya berlatih, hal ini bisa melatih pikiran kita untuk selalu fokus dimanapun dan kapanpun. Saya mengakui bahwa ini sulit, tapi Mas Adjie optimis, selama kita mau dan tak pantang menyerah, hal itu akan menjadi sebuah kebiasaan. Ah bicara kebiasaan, salah satu cara lain untuk berlatih tentang memfokuskan pikiran. Maka ada baiknya mengubah kebiasaan. Seperti jika selama ini terbiasa menggosok gigi dengan tangan kanan, maka sekali-kali cobalah menggunakan tangan kiri. Ini akan melatih pikiran kita untuk lebih fokus.
Mengenal diri sendiri serta mengubah persepsi-persepsi buruk adalah cara lain agar pikiran kita lebih tenang. Layaknya bersyukur. Kini saya lebih paham mengapa manusia sering diingatkan untuk terus bersyukur. Sebab dengan bersyukur, kita belajar menerima diri dan keadaan apa adanya. Tidak melulu tergesa-gesa lalu menyalahkan diri dan keadaan.
Mungkin benar apa yang dibilang Mas Adjie. Saya hanya butuh untuk berhenti sejenak dalam keheningan. Untuk kemudian menyadari pikiran sepenuhnya, dan menghadirkan diri secara utuh.
