Skip to content

Sohibunnisa

Personal & Lifestyle Blog

  • Home
  • About
  • Disclosure
  • Portfolio
  • My Other Blog
  • Toggle search form

Tanyakan pada Hati

Posted on Juli 17, 2014Juli 12, 2018 By Ade Delina Putri 8 Komentar pada Tanyakan pada Hati
Beberapa hari lalu seorang teman memposting foto tentang negatifnya pacaran (sebelum menikah). Menariknya, justru malah memunculkan perdebatan.
Saya yakin. Ada begitu banyak orang seperti si X ini. Termasuk saya sendiri pernah mendapat cemoohan tak pantas saat berusaha mengingatkan tentang hal ini. Apalagi, di negara kita pacaran sudah membudaya sekali. Parahnya pacaran dianggap sebagai pergaulan yang wajar. Lebih parahnya lagi, beberapa menganggap yang tidak pacaran justru penyuka sesama jenis. Astagfirullah.
Baiklah. Kali ini akan saya ceritakan mengapa saya bisa lepas dari yang namanya pacaran. Dan setelahnya, saya malah jadi orang yang paling ‘ngotot’ untuk menganjurkan agar teman-teman tidak terjerumus ke dalamnya. 
Pacaran itu apa sih? Saya tidak pernah tahu makna yang sebenarnya. Yang dulu saya tahu, pacaran itu sebagai bentuk ‘pelampiasan’ rasa cinta. Dia suka, kita suka ya jadian (baca: pacaran). Niatnya hanya satu. Menikah. Yaps. Tak peduli anak SD yang sudah pacaran sekalipun, saya yakin siapapun yang pacaran, pasti berharap ujung-ujungnya hanya satu niat. Ya menikah tadi. Jadi teringat saat SMP, zamannya menulis biodata, seorang teman menulis siapa pacarnya dan diberi tanda kurung olehnya “(doain ya semoga langgeng)”. Eh tapi katanya ada lho yang pacaran niatnya cuma buat main-main alias have fun aja. Ah saya tidak ada urusan dengan yang satu ini. Yang satu ini sudah jelas membuang-buang waktu. Percuma. Jelas-jelas sama sekali tidak ada manfaatnya. Yang sekarang saya mau bahas, pacaran yang niatnya serius.
Sudah pernah cerita kan ya, kalau saya pacaran semenjak lulus sekolah alias sudah kerja. Saat itu keinginan pacaran sudah menggebu sekali. Saya ingin merasakan, gimana sih rasanya diperhatiin, gimana sih rasanya dipanggil ‘sayang’, gimana sih rasanya ada yang bersedia setia antar jemput dan gimana-gimana lainnya. Tapi tetap, niat saya hanya satu. Menikah. Saya ‘berkiblat’ pada kakak saya yang berhasil menikah setelah 6 tahun lebih pacaran. Maka saat pertama kali pacaran, sudah saya niatkan bahwa saya akan berusaha setia hingga bisa menikah juga. Tapi apa daya, Allah belum mengizinkan. Tiga kali pacaran, namun hanya bertahan dalam hitungan bulan.

-x-

Juli 2011 saya bekerja di salah satu perusahaan swasta. Di sanalah saya bertemu dengannya. Sedari awal masuk, rupanya dia sudah memperhatikan saya. Sayapun sama. Kami mulai berhubungan lewat sms dan telepon sampai akhirnya jadian. Teman kantor tidak ada yang tahu hubungan kami. Backstreet, sebab malu dengan teman kantor. Apalagi saya masih tergolong karyawan baru. Tapi lama kelamaan, ketahuan juga. Hubungan kami sama seperti pacaran pada umumnya. Beberapa kali terjadi perselisihan. Hingga semakin kesini, ada ganjalan dalam hati saya. Yang membuat saya akhirnya berkata “Lebih baik kita putus”.

Sebulan berselang, saya bertemu lagi dengan seseorang. Bukan orang baru. Melainkan orang yang sudah lama saya berteman dengannya. Hanya dengan satu kata “Aku mau kamu jadi cewek aku.” Dan bisa ditebak apa jawaban saya. Ya. Saya terima! Tanpa pikir panjang! Padahal bodohnya kalau dipikir sekarang, dia adalah orang yang sudah jelas belum pernah saya temui di dunia nyata. Ya. Kami hanya berhubungan lewat dunia maya. Sudah pasti bertemunyapun dari dunia maya. Sayang, hubungan kami hanya bertahan dua bulan. Dan baru ini saya merasakan pahitnya dikhianati. Aduhai bodoh sekali ya, mau saja pacaran dengan orang yang belum pernah bertemu dan memupuk harapan tinggi bahwa saya bisa menikah dengannya.
Tapi rupanya saya belum kapok. Belum ada sebulan dari sebelumnya, saya bertemu dengan teman lama. Teman SMP. Lucunya, dulu kami jarang atau bahkan tidak pernah berhubungan apalagi untuk sekedar mengobrol. Bertemu lagi di facebook kemudian lanjut hingga sms-an, ketemuan dan ya jadilah. Yah. Apa mau dikata, hanya berjalan sebulan lebih saya justru menemukan sebuah fanpage di facebook yang isinya membahas pandangan pacaran dalam Islam. Dengan berani, saya mulai me-like. Jelas sudah setiap harinya saya disuguhi tulisan-tulisan fanpage tersebut. Dari situ mungkin Allah mulai menegur saya. Tapi saya ‘bandel’. Masih menjalankan pacaran seperti biasanya. Sampai suatu ketika. Datanglah hari itu. Hari dimana saya benar-benar merenungkan apa sebenarnya tujuan pacaran saya. Bagaimana ‘gaya pacaran’ saya selama ini. Bagaimana cara saya bisa menjamin bahwa saya bisa menjaga kehormatan diri hingga saat menikah tiba. Lalu bagaimana jika kejadian sebelum-sebelumnya kembali terulang, hubungan tidak berjalan lancar atau saya dikhianati? Ya. Allah selalu punya jalan yang baik.
credit

Awalnya, memang saya niatkan untuk putus. Tapi belum benar-benar menghilangkan seluruh perasaan. Saya masih menyimpan harapan pada yang terakhir ini. Saya bilang padanya, “Kita tak usah pacaran. Tak perlu takut, toh kalau jodoh tidak kemana kok.” Dan diapun bilang bahwa sebaiknya kita menabung saja. Saya pikir, dia benar-benar menjaga dirinya setelah putus, tapi apa mau dikata. Sebulan berselang, dia malah punya pacar baru. Pupus sudah harapan. Sakit hati saya. Rupanya saya telah salah menaruh harapan. Berharap bahwa apa yang saya pikirkan sejalan dengannya. Tapi ternyata tidak begitu dengan dia.

Setelah itu, tepat di Ramadhan 2012 saya hanya menangis di hadapan Allah. Keluarga dan teman-teman tidak ada yang tahu betapa merananya hati saya. Di hadapan mereka, saya tetap seperti biasanya. Tidak dengan malam-malam saat saya sendiri. Saya menyungkur sujud. Menangis, menangis dan menangis. Memohon ampun pada Allah. Saya mulai tekad dalam diri, setelah ini, tak ada lagi kamus pacaran dalam hidup saya. Sudah cukup ‘petualangan’ ini sebagai bahan pembelajaran. Sudah cukup saya mengorbankan hati yang suci ini untuk hal-hal yang mengotori hati. Zina bukan saja perkara fisik, melainkan hati dan pikiranpun jika tidak dikendalikan bisa terjerumus ke dalamnya. Naudzubillah. Belum lagi dengan kegalauan-kegalauan yang seharusnya bisa saya isi dengan hal yang lebih bermanfaat.

-x-

Maka, wahai yang pacaran. Saya yakin kalianpun punya niat yang suci yaitu menikah. Saya yakin kalian sudah mematrikan harapan tinggi pada pacar kalian dengan menjaga hubungan kalian dengan baik. Tapi, terutama untuk wanita, seberapa besar kalian yakin bahwa pacar kalian akan menjadi jodoh kalian kelak. Seberapa besar kalian bisa meyakini diri bahwa kalian bisa menjaga kehormatan kalian. Kehormatan bukan saja perkara keperawanan. Tapi ada fisik luar yang harus kalian jaga. Mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Pun sama dengan halnya Long Distance Relationship. Mungkin kalian bisa beralibi bahwa kalian ‘tidak pernah ngapa-ngapain’, tapi ada satu hal yang kalian langgar. Ya. Perintah untuk tidak berkhalwat sekalipun lewat telepon atau sms. Bahkan bisa berujung menjadi zina seperti yang sudah disebut di atas. 
Wahai kau yang pacaran, seberapa baikpun niat kalian, tapi jika jalan yang kalian tempuh sudah tidak diridhai olehNya, maka bagaimana mungkin akan terkabul. Kalaupun dikabul, masihkah ada keberkahan di dalamnya. Sama saja berharap orang menjadi baik pada kalian, tapi kalian tidak menjaga etika baik pada mereka. Saya menulis ini bukan untuk ‘menghancurkan’ hubungan kalian. Yang saya hanya ingin cuma satu. Berbagi pengalaman dan mengajak kalian melibatkan nurani. Kembalikan lagi hati. Tanyakan pada nurani sebenar-benarnya, apa tujuan kalian pacaran sebenarnya. Benarkah ingin menikah? Jika ya. Tanyakan lagi, seberapa besar kalian bisa menjaga kehormatan diri jika selang waktu untuk menikah masih lama. Tanyakan, berapa besar biaya yang kalian pakai selama pacaran, yang justru lebih baik ditabung untuk masa depan kalian sendiri. Tanyakan, sudahkah kita membahagiakan orang tua dan keluarga sementara pacar yang sejatinya masih orang lain selalu kita bahagiakan. Serta tanyakan pada diri sendiri. Seberapa yakin jika orang yang kau pilih sebagai pacar akan menjadi jodoh kalian kelak. Mungkin banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin sudah bisa kalian telaah sendiri. Apalagi sekarang masih bulan Ramadhan. Bulan yang penuh berkah sekaligus ampunan. Setan-setan juga dikurung. Tunggu apalagi untuk menghadap Allah Yang Esa. Tengadahkan tangan, dan mohon petunjuk padaNya. Sebab tak ada yang bisa memberi petunjuk selain Allah Azza wa jala.
Uncategorized Tags:Kontemplasi

Navigasi pos

Previous Post: Yang Paling Melekat di Ramadhan
Next Post: Tuhan Punya Urusan

Related Posts

Mengajarkan Anak Nilai Islami lewat Jalan Sederhana Uncategorized
Copy Paste Uncategorized
Mengatasi Sakit Maag dan Asam Lambung dengan Maggo Uncategorized
Liburan ke Tempat Wisata Alam dan Edukasi Uncategorized
CNI Sun Chlorella A. Suplemen Makanan dengan Gizi Lengkap Uncategorized
Sesungguhnya Dibalik Nama Ada Do’a Uncategorized

Comments (8) on “Tanyakan pada Hati”

  1. Yanuarty Paresma Wahyuningsih berkata:
    Juli 17, 2014 pukul 6:48 am

    ^__^ waah amazing niih si single acute hehe, ternyata perjalanan dan perjuanganmu cukup complicated ya Ade, tapi beruntung banget Ade ini, semoga bisa tetep istiqamah yaa dan bisa dapat jodoh terbaik dari-Nya

    klo yg ada caci/hina/cemooh/rewel maah cueek aja 😀 toh semua itu pilihan, kan? semua kembalikan lg pada diri sendiri, betul itu, tanyakan pada hati nurani sendiri

    Balas
    1. Ade Delina Putri berkata:
      Juli 17, 2014 pukul 6:57 am

      Begitulah kak 🙂
      Allah emang Maha Baik 🙂
      Aamiin. Aamiin. Semoga tetep istiqomah.
      Yap. Semuanya pilihan dan kembali lagi pada diri sendiri ^^

      Balas
  2. damarojat berkata:
    Juli 18, 2014 pukul 1:15 pm

    kl saya suka pacar yg oranye mbak. eh ini pacar inai lho.hehe
    bagus mbak. adanya kesaksian dr yg pernah pacaran itu lebih kuat drpd dr yg belum pernah. lebih bisa membuktikan sia2nya pacaran kpd para pelaku dg bahasa yg mereka pahami. tp bukan berarti harus melakukan dulu br bs dakwah lho ya.

    Balas
    1. Ade Delina Putri berkata:
      Juli 20, 2014 pukul 1:02 am

      Iya bahkan jangan sampai mengulang kesalahan yang sama yang sudh dilakukan oleh org lain 🙂

      Balas
  3. Dewi Elsawati berkata:
    Juli 22, 2014 pukul 1:45 pm

    menurut saya pacaran itu penting gak penting, dan bersifat ke pilihan personal. kalau kita tidak memilih pacaran, jangan memandang negatif mereka yang pacaran, karena jika ini terjadi, mereka yang memilih pacaran akan mencemooh mereka yang tidak pacaran dengan sebutan homo 🙂 jadi ya.. netral aja 😀

    Balas
    1. Ade Delina Putri berkata:
      Juli 23, 2014 pukul 1:25 am

      Dalam Islam sendiri sebenarnya tidak ada pacaran. Karena pacaran seringkali memuat hal-hal yang justru dilarang oleh agama. Jika ingin melangkah ke jenjang pernikahan sudah disediakan cara yang halal dan lebih baik. Yaitu ta'aruf. Perkenalan yang ditemani oleh orang tua/wali/guru si masing-masing calon. Jadi tidak ada khalwat (berdua-duaan) di dalamnya 🙂

      Balas
  4. Anonymous berkata:
    Juli 31, 2014 pukul 5:13 am

    menarik ceritanya mba, semoga dari proses yang panjang dan mutuskan untuk ga pacaran tetap terus ya mba..semoga istiqomah dalam keinginan baiknya..

    Balas
    1. Ade Delina Putri berkata:
      Juli 31, 2014 pukul 9:09 am

      Trimakasih 🙂
      Insya Allah, Aamiin 🙂

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter

Archive

Popular Posts

  • Hidup dengan SADAR Itu Menenangkan
  • Tahapan Perkembangan Otak Anak dan Bagaimana Memaksimalkannya
  • Habiskan Sisa Cuti Untuk Traveling? Berangkat Dengan Kereta Api Saja!
  • Ini Sungguh Memalukan, Hiks!
  • Ini Dia Nih Manfaat dari Bergabung Komunitas Online Maupun Offline

Category

  • #BPN30DayChallenge2018
  • #GakPaham
  • #LoQLC
  • #ODOPISB
  • Beauty
  • Blog
  • Event
  • Film
  • Food
  • Kontemplasi
  • Kontes
  • Media Sosial
  • Menulis
  • My Story
  • ODOP
  • Review
  • Tekno
  • Tips
  • Traveling
  • Uncategorized

Search

Copyright © 2025 Sohibunnisa.

Powered by PressBook Masonry Blogs