Judul: Tuhan, Maaf Kami sedang Sibuk
ISBN: 978-602-02-0556-4
Penulis: Ahmad Rifa’i Rif’an
Penerbit: Elex Media Komputindo
Sinopsis:
Buku ini disusun dengan klasifikasi berdasarkan wilayah kehidupan yang hendak dieksplorasi oleh penulis. Diawali dengan bagian Menata Hati Membenahi Nurani, Anda akan diajak untuk bercengkrama tentang pemaknaan tauhid, takdir, sufi serta beberapa tema yang menyentuh wilayah jiwa. Bahasan dilanjutkan dengan tema Baitii Jannatii yang mengeksplorasi trik dan tips Islam untuk menggapai kesuksesan dalam wilayah keluarga. Bagian ketiga Memancarkan Cahaya Surga di Tempat Kerja, Anda akan diajak memaknai ulang seluruh aktivitas pekerjaan kita sebagai media penghambaan diri kepada Sang Pencipta. Buku ini ditutup dengan bagian Memperkokoh Semangat dan Visi Hidup yang memotivasi muslim untuk meraih empat tangga kesuksesan.
Buku ini tidak hanya menjadi media perenungan untuk memasuki wilayah sakral dalam lubuk sanubari kita, namun juga memberi pancaran inspirasi, ilmu, serta semangat yang menggugah dan mencerdaskan.
Resensi:
Saya memiliki beberapa buku Ahmad Rifa’i Rif’an, tulisannya yang renyah dan ringan, membuat saya selalu suka dengan tulisan-tulisan beliau. Salah satunya buku ini. Buku ini merupakan salah satu buku beliau yang paling tebal. Yang pula mendapat gelar Best Seller karena antusias pembaca yang cukup banyak.
Dari judulnya saja sudah terkesan seperti “songong”, namun penulis punya maksud sendiri dengan judulnya. Betapa kita sebagai manusia yang sejatinya memiliki banyak kelemahan, namun dengan kesombongan, seringkali kita lupa pada yang Maha Menciptakan kita. Ialah Allah SWT.
Berapa kali dalam sehari kita menunda sholat wajib hanya demi kesibukan duniawi. Jangankan menjalani yang sunnah, yang wajib saja kita sudah merasa amat berat.
Jangankan puasa Senin-Kamis, puasa Daud, ayyaamul baith, puasa wajib Ramadhan saja kita masih sering mengeluh.
Dengan alasan kebutuhan yang banyak, sedekah tak sempat kita tunaikan. Bahkan mengeluarkan zakat saja kita sering lalai.
Betapa sombongnya kita hanya dengan urusan duniawi kita melupakanNya. Menyempatkan waktu untukNya saja kita merasa berat. Allah. Maafkan kami. Maafkan kami yang masih belum bisa meluangkan waktu untuk khusyuk dalam rukuk, menyungkur sujud, menangis, mengiba dengan sungguh, berdoa dengan segenap hati, bahkan mendekatkan jiwa sedekat mungkin denganMu. Allah, tolong, jangan dulu Engkau utus Izrail untuk mengambil nyawa kami. Karena kami masih terlalu sibuk.
Banyak kalimat dalam buku ini yang membuat saya menitikkan air mata. Betapa tak terhitung dosa dan segala kekhilafan saya selama ini. Betapa saya sendiri sering lalai akan perintahNya. Buku ini begitu menyadarkan saya. Bahwa sesungguhnya kita bukanlah apa-apa, kita tak akan jadi apa-apa tanpa pertolonganNya.
Sungguh. Yang sejatinya kita harap hanya kebahagiaan sejati. Dan kebahagiaan sejati hanyalah di akhirat kelak. Apakah kita bisa mencapainya? Wallahu’alam. Hanya amal kitalah yang mampu menjawabnya.
Saat menulis resensi ini, hati saya kembali bergetar, judul buku ini memang benar jika dikatakan membuat kita sadar. Ya kita sadar, bahwa kita masih lalai padaNya, perintahNya. Kita masih meng-atas nama-kan sibuk sebagai alasan kita melupakanNya. Allah. Sungguh. Kami takut. Takut akan azabMu. Lindungilah kami dari kelalaian dan kemalasan. Berilah kami kekuatan untuk istiqomah mengharap ridhoMu dalam setiap langkah kehidupan Kami.
Buat saya, buku-buku non fiksi semacam ini nyaris tak ada kekurangan. Jikapun masih terdapat salah ketik, itu merupakan hal yang wajar. Dan tentunya, kita sebagai pembaca, akan fokus pada isi buku bukan. Semoga penulis slalu diberi keberkahan lewat buku-buku yang membawa pengaruh positif pada pembacanya. Aamiin.