Baru-baru ini ada kejadian yang menggelitik buat saya. Bukan menggelitik karena lucu sih, melainkan hmm… agak menyebalkan sepertinya. Tak usahlah saya sebut kejadian apa itu. Intinya sebut saja tentang kritik mengkritik. Dan ini sama sekali tidak berhubungan dengan saya. Jadi saya hanya mengamati saja.
http://penulispro.net/2014/11/jujur-atau-bohong-yuk-kenali-ciri-ciri-orang-yang-sedang-berbohong/ |
Pada dasarnya saya suka dengan orang yang terbuka. Karena bagi saya orang yang terbuka punya hati yang lebih luas untuk menerima segala masukkan. Orang yang terbuka juga mampu menata hati. Mana yang bisa dia ambil, mana yang tidak. Jadi tidak perlu repot-repot menyanggah, namun cukup memberi senyuman, sudah memiliki arti bahwa dia menerima masukkan itu meski tak setuju. Tapi yang namanya manusia, jelas saja tidak semua sama.
Tentang kritik mengkritik, apa kita perlu menanggapi atau tidak itu memang hak setiap manusia. Namun menyanggahnya dengan bentuk kesombongan apalagi berujung perdebatan, barangkali kurang bijak. Apalagi jika yang dikritik, memang perlu diberi masukkan. Hmm.. setidaknya dengarkan saja dulu. Pahami dulu kata demi katanya. Kalau perlu resapi dengan hati. Hati yang baik juga damai tentunya. Tanpa perlu buru-buru menanggapi untuk kemudian terlihat seperti orang marah dan membuat diri merasa menjadi orang yang paling benar.
Saya percaya dalam hal sikap dan etika itu bukan lagi perkara hak. Dalam artian bisa berbuat sekenanya. Tapi karena kita manusia yang hidup dalam lingkup sosial, maka berhubungan dengan orang lain adalah suatu keniscayaan. Maka seharusnya, manusia perlu saling mendengarkan juga menghargai.
Ada yang mau menambahkan? 🙂
Pengalaman saat ini saya sedang memberikan feedback kepada para manager baik kekurangan maupun kelebihan, ada berbagai tipe yang saya temui ada yang memang menerima itu kekurangannya ada yang berbelit2 hingga akhirnya mengakui. Bagi saya pribadi menyampaikan hal ini tentu berat tetapi ketika kita menyampaikan dengan gaya bahasa yang disesuaikan masing2 individu alhamdulilah kritik mengkritik bisa diterima dengan baik. Intinya ada sesi kita menerima sanggahan mereka tapi ada sesi dimana kita mematahkan dengan hati2. Mengenali tipe individunya menjadi poin penting bagi saya mba agar diterima masukan yang diberikan 🙂
Ah ya betul mbak, bahasa penyampaiannya pun perlu diperhatikan. Terima kasih sudah menambahkan ya mbak 🙂
Kalau buat saya pribadi, manusia itu memiliki basic 'melindungi diri sendiri', jadi ketika berhadapan dengan orang yang tampak tidak terima kritik, misalnya. Buat saya apa yang dilakukan merupakan bentuk perlindungan bagi dirinya. Jadi, give them more times kalau buat saya. Plus doakan yang terbaik. Karena, meski dengan bahasa yang baik banget pun, karena memang 'perlengkapan' khusus ini yg sering membuat manusia 'melindungi dirinya' dulu.
Afwan jidan kalau kurang berkenan.
Hehe ga apa mbak. Setiap orang pasti punya pendapat.
Barangkali benar yg mbak katakan, "sbg bentuk perlindungan diri". Manusia mmg pd dasarnya masih punya ego juga ya 🙂
Di media sosial saya batasi mengkritik. Saya lebih suka mengkritik di forum terbatas, dimana ekspresi dan argumentasi lebih jelas terlihat, tidak sumir dan multi tafsir seperti di media sosial yang bak padang terbuka. Ngabisin energi saja.
Media sosial seringnya terlihat abu-abu ya Mbak. Saya jg tidak suka berdebat 😀