Skip to content

Sohibunnisa

Personal & Lifestyle Blog

  • Home
  • About
  • Disclosure
  • Portfolio
  • My Other Blog
  • Toggle search form

Sampai Kapanpun, Mengikuti Kata Orang Tidak Ada Habisnya

Posted on Oktober 21, 2016Juli 12, 2018 By Ade Delina Putri 13 Komentar pada Sampai Kapanpun, Mengikuti Kata Orang Tidak Ada Habisnya
Pernah, saat sesi pillow talk bersama suami, saya sempat curhat tentang ada seorang teman yang sedang stress sekali menghadapi pembicaraan orang-orang di sekitarnya. Awalnya saya pikir suami akan merespon dengan kalimat, “kasihan ya, seharusnya orang-orang tidak boleh begitu.” Tapi alih-alih membela teman saya seperti itu, ia malah menjawab, “seharusnya dia ikuti saja apa kata orang. Biar tidak stress.” Waduh? Bagaimana bisa suami malah menyalahkan teman saya? 
Lalu apa jawabannya? “Dunia ini kan sandiwara. Yaudah kita bersandiwara aja. Kalau kita emang belum bisa bebal (keras kepala.red) dan nutup kuping (telinga.red) dari omongan orang-orang, ya kita ikuti apa yang mereka mau. Karena lebih mudah mengubah diri sendiri.”
Lanjutannya, “Kita nggak bisa ngatur orang. Nggak bisa bikin orang untuk nutup mulut. Eh lu nggak boleh ngomong ini, lu nggak boleh ngomong itu. Nggak bisa. Jadi ya mau nggak mau, kita harus ikutin apa yang mereka mau. Kecuali kita bisa cuek menghadapi omongan mereka.”

https://pixabay.com/id/dualisme-kontras-penilaian-konflik-1197153/
Saya merenung sebentar. Hm, apa yang dikatakan suami barangkali benar. Mari kita bahas satu-satu poinnya. Tentu saja ini atas sepemahaman saya.

Dunia adalah sandiwara

Iya, seperti lagu yang cukup legendaris. Sejak dulu saya sudah menyadari, bahwa sesungguhnya dunia ini adalah sebuah panggung dimana kita adalah lakon utamanya. Kita adalah pelaku utama yang bisa berlaku sesuka kita, di samping kita juga harus menyadari bahwa kita ini makhluk sosial. Dimana terkadang ada aturan-aturan dalam bersikap.

Dalam kejadian teman saya tadi. Ia begitu stres menghadapi orang-orang di sekitarnya. Lalu mengapa ia tidak coba bersandiwara lebih dulu. Bersandiwara untuk menutup pendapat orang-orang dengan jadi apa yang mereka inginkan. Setelah bersandiwara, dan kenyataannya tak seperti yang orang-orang harapkan, saat itu ia mulai bisa berhenti bersandiwara. Dan interupsi akan terjadi dengan sendirinya. Saat orang-orang menyadari bahwa yang mereka inginkan ternyata keliru. 

Menutup telinga dari pembicaraan orang-orang

Saya beruntung, saya adalah tipe yang cuek menghadapi omongan orang-orang. Tidak peduli apa yang mereka katakan, inilah saya. Oke, saya memang keras kepala. Tapi kan nyatanya tidak semua orang sama seperti saya. Masih banyak yang terbawa pikiran atas pendapat orang lain.

Baca: Please Stop Say “Baper”!

Saya punya satu pegangan mengapa saya bisa cuek sampai sekarang. Mengikuti kata orang tidak akan ada habisnya sampai kapanpun! Apapun yang kita lakukan, tidak peduli itu sangat baik sekalipun, selalu ada saja komentar-komentar negatif.

Daripada menyiksa diri dengan memikirkan apa kata orang, mengapa tidak kita coba saja berjalan terus. Berjalan seperti apa yang kita inginkan. Sampai akhirnya orang menyadari, bahwa yang kita lakukan tidak merugikan mereka. Yang kita lakukan sesungguhnya baik. Tentu saja pemahaman ini atas dasar kebenaran dan kebaikan yang berlaku di masyarakat. Kalau kita menyadari perilaku sudah melenceng, barulah saatnya kita memikirkan pendapat orang yang barangkali ada benarnya.

Baca: Kenapa Kita Dibully?

Memang tidak mudah, apalagi cuek tidak cuek ini adalah masalah karakter. Tapi saya yakin bahwa karakter itu bisa dibentuk jika kita memulainya dan membiasakannya dari sekarang 🙂


Baca: Cara Sederhana untuk Membuat Hatimu Lebih Bahagia

Lebih mudah mengubah diri sendiri

“Ketika aku muda, aku ingin mengubah seluruh dunia. Lalu aku sadari, betapa sulit mengubah seluruh dunia ini. Maka aku putuskan untuk mengubah negaraku saja.
Ketika aku sadari bahwa aku tidak bisa mengubah negaraku, aku mulai berusaha mengubah kotaku. Ketika aku semakin tua, aku sadari tidak mudah mengubah kotaku. Maka aku mulai mengubah keluargaku.
Kini aku semakin renta, aku pun tak bisa mengubah keluargaku. Ternyata aku sadari bahwa satu-satunya yang bisa aku ubah adalah diriku sendiri.

Tiba-tiba aku tersadarkan bahwa bila saja aku bisa mengubah diriku sejak dahulu, aku pasti bisa mengubah keluargaku dan kotaku. Pada akhirnya aku akan mengubah negaraku dan aku pun bisa mengubah seluruh dunia ini.”
sumber: http://chillinaris.blogspot.co.id/2015/02/cerita-tentang-seorang-pria-yang-ingin.html

Ya, mengubah diri sendiri itu jauh lebih mudah dibanding mengubah orang lain untuk menjadi seperti yang kita inginkan. Kita lebih tahu kemampuan diri sendiri. Lebih tahu batasan yang sanggup kita lakukan. Pernah ibu saya berkata, “Orang lain, tergantung diri kita.” Dengan kata lain, saat diri kita sendiri menjadi lebih baik, dengan sendirinya lingkungan akan tarik menarik dengan kebaikan kita 🙂

Mengatur pendapat orang lain itu hal yang sulit 

Mengapa lebih mudah mengubah diri sendiri? Karena kita tidak bisa mengatur orang lain. Sama halnya dengan pendapat. Daripada kita mengatur pendapat orang lain, bukankah kita lebih baik mengatur pendapat dan perilaku diri sendiri, agar tidak ada yang merasa disakiti atau dirugikan 🙂
Jadi pada intinya, semua kembali lagi pada diri kita sendiri. Seperti yang sudah saya katakan, berpikir tentang pendapat orang lain sampai kapanpun tidak ada habisnya. Kita memang manusia biasa yang selalu ada celah. Bedanya, ada yang bijak menghadapi celah itu. Ada juga yang selalu berkomentar. Tinggal kita sendiri yang bisa berpikir. Mana pendapat yang layak untuk dipikirkan, mana yang lebih baik diabaikan 🙂
Baca: Mereka Bukan Keinginan Kita
Uncategorized Tags:Kontemplasi

Navigasi pos

Previous Post: Kok, Blogger Mau Dibayar Murah?
Next Post: The Story of Sohibunnisa

Related Posts

Bersahabat dengan JNE Express Uncategorized
Isi Kotak P3K di Rumah Uncategorized
Media Sosial. Positif atau Negatif? Uncategorized
5 Tips Memilih Sepatu Pria yang Tepat dan Nyaman Uncategorized
Bebanku di Pundak Orang Tua Uncategorized
Pelajaran dari: New Catatan Hati Seorang Istri Uncategorized

Comments (13) on “Sampai Kapanpun, Mengikuti Kata Orang Tidak Ada Habisnya”

  1. Intan Novriza Kamala Sari berkata:
    Oktober 21, 2016 pukul 3:40 am

    Sepakat ka Ade, ngikutin kata orang bikin capek sendiri.
    Kalo aku sih selagi ga merugikan orang lain, ga melanggar norma dan etika, sok jalan teruus! 😀

    Balas
    1. adedelina berkata:
      Oktober 21, 2016 pukul 5:08 am

      Setujuuu. Jalan aja ya Tan 🙂

      Balas
  2. Tetty Hermawati berkata:
    Oktober 21, 2016 pukul 5:48 am

    Aku juga cuek orangnya, ada yg bilang aku sombong misalnya, ah itu mah dia aja yg ga mau kenal lbh deket, dan nyimpulin sendiri, toh sm yg lain aku mah biasa biasa, malah cenderung mudah akrab.

    Ya emang ga ada abisnya komenterrrr mah..

    Balas
    1. adedelina berkata:
      Oktober 21, 2016 pukul 6:03 am

      Bener banget Teh, capek juga ya denger kata orang 😀

      Balas
    2. adedelina berkata:
      Oktober 21, 2016 pukul 6:04 am

      Bener banget Teh, capek juga ya denger kata orang 😀

      Balas
  3. Kang Nurul Iman berkata:
    Oktober 21, 2016 pukul 6:06 am

    Jujur mbak kalau saya mah tidak terlalu memperhatikan yang begituan karena dalam pikiran saya suka ngomong jangan ngikutin atau jangan dengar apa yang orang lain katakan atau lakukan karena itu berbahaya dan terlalu kata bang haji roma mah.

    Balas
    1. adedelina berkata:
      Oktober 21, 2016 pukul 6:23 am

      Yap, yang terlalu itu ga baik ya Kang 🙂

      Balas
  4. nyonyamalas aka emanuella christianti berkata:
    Oktober 21, 2016 pukul 11:27 am

    Setuju mbaaa, ngedengerin saran atau pendapat orang memang ada baiknya, yang penting disaring yak, jangan overthinking biar ga setres 😀 kalau ga esensi dibawa santai boleh kali yaa…

    Balas
    1. adedelina berkata:
      Oktober 22, 2016 pukul 3:19 am

      Yap. Santai aja ya 🙂

      Balas
  5. Nurin Ainistikmalia berkata:
    Oktober 22, 2016 pukul 2:55 am

    cuek aja kalau saya selama kita baik dan udah bener, ya jalan saja. Mengenai masukan orang saya ambil yang baiknya Mbak, kalau itu kebaikan untuk saya, ya saya dengarkan. 🙂

    Balas
    1. adedelina berkata:
      Oktober 22, 2016 pukul 3:19 am

      Iya, tetep disaring ya. Yang baik pasti diambil 🙂

      Balas
  6. damarojat berkata:
    Oktober 22, 2016 pukul 7:53 am

    dulu saya pencemas. sekarang makin tua alhamdulillaah bisa tutup kuping.

    dibully di grup pun saya pura-pura ga tau. untunglah teman-teman lain pada ga berani ikut membully.

    Balas
    1. adedelina berkata:
      Oktober 22, 2016 pukul 9:59 am

      Semakin dewasa, semakin tau mana yang penting dannga penting ya Mbak 🙂

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter

Archive

Popular Posts

  • Pertemuan-pertemuan Itu
  • Dari Ngeblog, Aku Belajar 5 Hal Tentang Kehidupan
  • Momen-momen Ramadhan yang Selalu Berkesan
  • Penginapan yang Bersih adalah Tempat yang Nyaman
  • Kampanye ASI bukan untuk Menghakimi

Category

  • #BPN30DayChallenge2018
  • #GakPaham
  • #LoQLC
  • #ODOPISB
  • Beauty
  • Blog
  • Event
  • Film
  • Food
  • Kontemplasi
  • Kontes
  • Media Sosial
  • Menulis
  • My Story
  • ODOP
  • Review
  • Tekno
  • Tips
  • Traveling
  • Uncategorized

Search

Copyright © 2025 Sohibunnisa.

Powered by PressBook Masonry Blogs