
“Karena idealisme akan membuat kita menderita dan egois. Egois pandangan dan mengecilkan sesuatu yang tidak disuka.”
Dua kalimat yang mungkin tidak pernah saya lupakan. Yang keluar dari dosen saya di saat dulu masa-masa galau karena soal passion.
Dulu saya pengen banget jadi penulis. Tapi apa daya, jalan hidup saat itu malah memilih saya ke jalan yang sama sekali tidak pernah saya minati. Akuntansi, pemrograman komputer, oh sungguh menyiksa saya rasanya.
Tapi dosen saya kemudian bilang, “De, ilmu itu baik semua. Kita pun harus coba menyukai hal yang tidak disukai, karena kadang yang tidak kita sukai membuat kita bahagia.”
Yang tidak kita sukai membuat kita bahagia. Bahagia dari mana? Pikir saya. Karena saya juga nggak punya pilihan saat itu. Saya merasa jalan menuju keinginan saya jauh sekali. Bahkan sempat terpikir, apa bisa?
Ada hikmah dibalik setiap jalan yang sudah kita pilih
Tapi mungkin saya belum sadar saat itu. Lebih tepatnya belum menyadari bahwa saya masih bisa menulis. Sampai kemudian Allah menunjukkan saya jalan untuk ikut komunitas menulis dan terjun ke dunia blog. Di sinilah saya menyadari bahwa jalan hidup saya saat itu memang sudah sepantasnya. Mungkin Allah memberikan lika-liku seperti dulu untuk memberi saya sebuah hikmah.
Nyatanya benar, karena sekolah, kuliah, dan kerja yang jauh dari passion itulah sekarang saya bisa ada di dunia menulis seperti sekarang. Di sela-sela waktu itu, saya tetap bisa menulis tanpa mengesampingkan tugas utama saya sebagai pelajar dan karyawan. Mungkin memang tidak secara langsung berhubungan dengan pelajaran dan pekerjaan dulu, tapi setidaknya sekarang saya jadi bisa tersenyum melihat masa lalu saya.
Terkadang idealis itu tidak enak
Menjadi orang yang idealis terkadang memang tidak enak. Kita jadi tidak fleksibel menjalani hidup. Merasa bahwa hidup hanya punya satu jalan. Padahal sedang ada hikmah yang direncanakanNya untuk memberi pelajaran pada kita. Entah apapun itu.
Benarlah apa kata tulisan saya dulu yang juga terinspirasi dari kalimat dosen saya tadi,
Saya idealis, karena saya belum bisa membuka mata atas apa yang sudah saya capai saat ini, meskipun jauh dari keinginan saya. Saya idealis, karena saya lupa bersyukur, bahwa dibalik pencapaian saat ini ada nilai-nilai yang salah satunya bisa mengangkat derajat. Saya idealis, karena sampai saat ini hati saya belum bisa berdamai dengan keadaan.
Ya, berdamai. Kita hanya butuh berdamai dengan keadaan. Apapun jalan yang kita pilih, sudah seharusnya kita terima konsekuensinya. Sebab hanya dengan penerimaan maka hati kita bisa lebih damai.
Terima kasih, Pak. Terima kasih atas nasihat tentang idealis yang akan selalu saya tanam dalam diri saya 😊
19 comments to “Tentang Idealis”
Anisa AE - Januari 10, 2018
Saya orangnya juga gak berpedoman pada keidelaisan, menurut saya yang bisa membuat kita nyaman dan untung ya dijalani xD Terlepas itu dari passion saya terhadap buku
adedelina - Januari 10, 2018
Nah. Yang penting nyaman 🙂
Diana - Januari 10, 2018
Kalau terlalu idealis malah ngebuat kita gak berkembang sih. Karena kita hanya punya satu saja tujuan dalam hidup, ya gak Mbak 😀
adedelina - Januari 10, 2018
Karena jalan menuju tujuan ga cuma satu ya 🙂
Santi Dewi - Januari 10, 2018
saya juga gak terlalu suka akuntansi, tapi alm. ayah saya ingin saya kuliah akuntansi. akhirnya saya ambil jurusan akuntansi dan skrg kerja di bag keu 🙂 Yah… saya nikmatin aja 🙂
adedelina - Januari 10, 2018
Emang enak Mbak kalo dinikmatin 🙂
Meiga - Januari 10, 2018
Betul banget Mbak, kita harus bisa mengambil hikmah dari apa yang kita lalui 😀 Bisa buat tambah pengalaman ^^
adedelina - Januari 10, 2018
Setuju banget 🙂
cendekia channel1 - Januari 10, 2018
gpp kak, kata tan malaka "idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki pemuda" ..kalau sudah tua, idealis berganti jadi realistis 🙂
adedelina - Januari 10, 2018
Masa muda masanya idealis sih kayaknya hihi
Afrizal Ramadhan - Januari 10, 2018
bener banget mbak, saya jadi merasa lega baca seperti ini. karena mungkin saya idealis namun tidak mengakuinya. intinya Bersyukur
adedelina - Januari 10, 2018
Yap bersyukur dengan apa yang ada 🙂
Rosa - Januari 10, 2018
aku bukan orang idealis, dan sering kalo ngliat orang idealis tu kayaknya capek banget hidupnya. hehe
adedelina - Januari 11, 2018
Haha iya capek sebenernya :))
Endah Kurnia Wirawati - Januari 10, 2018
idealis yang fleksibel bisa gak sih?
adedelina - Januari 11, 2018
Sependek pemahaman saya sih idealis ya sama kayak saklek 😀
Adriana Dian - Januari 12, 2018
Aku dan suami yang sama-sama lulusan broadcasting ini punya beberapa temen yang memang idealis, ya ga mau kerja di luar dunia TV atau harus mesti bikin Production House sendiri. Rata rata yang idealis itu yang emang punya modal lebih dan full support dari lingkungannya sih. Beda sama aku dan suami yang udah punya keluarga kecil sendiri, nggak bisa seidealis itulah ya, bisa dapet pekerjaan yang sesuai sama kemampuan kita aja udah alhamdulillah banget. Hihii. MAkaci sharingnya ya Adeee <3
adedelina - Januari 12, 2018
Sama-sama Mbak. Iya kalo mau bener-bener idealis harus punya effort besar 😀
Muthi Haura - Januari 12, 2018
Yap setuju mbk, berdamai, itu kuncinya. Kita gak mungkin bisa hidup terlalu idealis. Makasih sharingnya mbk 🙂 salam, muthihauradotcom