Pagi ini saya baca twit salah seorang penulis. Intinya sih beliau merasa dunia ini ada ketimpangan karena ada orang yang kerja siang-malam dibayar 800 ribu. Sementara di lain sisi ada yang dibayar 80 juta hanya dengan bikin IG post satu sampai dua jam. Dia juga menyebut kalau kita menganggap hal itu nggak rusak, berarti nalar kita yang rusak.
Sebetulnya ketimpangan soal rezeki ini sudah pernah saya bahas di dua post. Hidup ini Adil Nggak Sih? dan Tentang Rezeki dan Kapasitas Manusia. Intinya memang dunia ini adil kok. Ketimpangan-ketimpangan yang kita lihat sebetulnya hanya berdasarkan sudut pandang kita sebagai manusia saja yang terbatas.
Followers banyak, apakah layak disebut influencer?
Meski begitu saya paham apa yang dikatakan soal penulis di atas. Sebab sekarang memang banyak banget akun yang followersnya ribuan, ratusan, bahkan jutaan, dan bercentang biru, lalu menisbatkan dirinya sebagai ‘influencer‘, dan dibayar mahal.
Nggak masalah kalau memang orang tersebut layak disebut influencer karena memang membawa value dan pengaruh bagi followersnya. Tapi nyatanya nggak sedikit juga yang followersnya banyak, tapi tidak membawa pengaruh apa-apa. Dan terkadang isi feed Instagramnya pun full dengan endorse-an hiks. No offense.
Apalagi followers saat ini mudah banget didapatkan. Entah dengan cara beli, follow for follow dengan akun-akun lain, atau ikut urunan giveaway supaya kita difollow. Alhasil, pengikutnya ya nggak organik.
Inilah yang bikin miris. Jadi pengikut banyak pun, tidak membawa pengaruh apa-apa. Karena sebetulnya dia memang tidak memberikan nilai. Hanya fokus pada materi saja.
Sah-sah saja sih. Tapi jika mau menyebut diri sebagai influencer, seharusnya kita sadar diri, nilai apa yang bisa kita bagikan dan pengaruh apa yang bisa kita berikan pada khalayak terutama pengikut kita.
Dengan kata lain menurut saya pribadi, followers banyak, belum tentu bisa disebut sebagai influencer.
The real influencer ada value dan pengaruh bagi khalayak
Terasa kok bedanya mana yang benar-benar bisa disebut influencer, mana yang hanya “mengaku” influencer hanya karena followersnya mencapai jutaan.
Real influencer, selalu ada value yang dia bawa. Selalu ada sharing yang memang membawa pengaruh bagi banyak orang bahkan yang bukan followersnya. Dan ini nyata hasilnya. Misal orang yang tadinya makan sembarangan, gara-gara lihat influencer, dia jadi terpengaruh ikut makan makanan sehat.
Tidak perlu feed rapi kok. Saya sendiri kenal dengan orang-orang yang feednya biasa saja, tapi setiap tulisannya selalu merasuk dan terasa deepnya. Terbukti dari banyaknya komen yang nyata, dan banyak postingan mereka yang dibagikan lagi oleh pengikut-pengikutnya.
Seorang influencer layak dibayar mahal jika sesuai dengan value dan pengaruh yang mereka berikan
Dan saya percaya, influencer betulan ini kalo diendorse, klien pasti dapat imbal baliknya. Penjualannya pasti meningkat. Itu sebabnya influencer layak dibayar mahal. Karena biasanya mereka juga totalitas dalam membuat konten-kontennya.
Menjelaskan produk pun mereka totalitas. Bahkan produknya benar-benar mereka pakai. Ada juga yang bahkan sampai mereka keep dulu beberapa minggu untuk benar-benar menunggu hasilnya sebagus atau seawet yang dikampanyekan si brand atau tidak. Setelah itu, baru mereka kasih tahu hasilnya ke followersnya. Sebab memang ada produk-produk yang hasilnya tidak instan. Karena itu juga mereka lebih dipercaya para pengikutnya.
Dan biasanya mereka jujur saja ke klien kalau tidak puas dengan produknya. Ini yang membuat mereka tidak asal-asalan terima endorse. Biasanya mereka amat pilah-pilah. Apakah kira-kira mereka mau pakai produknya, mau makan makanannya, atau butuh atau tidak dengan barangnya. Apalagi mereka sudah punya branding yang kuat. Yang kalau tidak sesuai dengan branding akun mereka, ya pasti mereka tidak akan terima endorse produk tersebut.
Makanya klien harus pintar-pintar mencari orang yang memang benar-benar berpengaruh. Setidaknya pengaruh bagi penjualan produk mereka sendiri setelah endorse ke sang influencer.
Kalau dikaitkan dengan twit penulis di atas tadi, maka wajar jika seorang influencer bisa mendapatkan penghasilan yang besar, JIKA memang sudah seimbang dengan kerja mereka yang lebih effort. Dan banyak yang terpengaruh untuk ikut mencoba suatu produk atau jasa yang sudah diendorse.
Tapi influencer tetap bukan orang yang harus dipercaya 100%
Sebagai tambahan saja, tapi tetap seorang influencer itu bukan orang yang harus 100% dipercaya. Ya balik lagi, followers, konsumen juga harus pintar. Katakanlah skincare, ya kita harus lihat dulu bagaimana kondisi kulit kita. Apa cocok atau tidak dengan tipe skincare yang diendorse. Kandungannya seperti apa, dan lain-lain.
Jadi semisal kita terpengaruh untuk beli dan ternyata hasilnya tidak ‘sebagus’ sang influencer, kita tidak menyalahkan influencer tersebut. Karena ya memang dia tidak salah. Ibaratnya dia hanya mempromosikan. Yang harus pintar adalah kitanya sebagai konsumen. Tidak melulu apa yang dipromosikan akan cocok dengan diri kita.
Sudah siapkah kita menjadi the real influencer?
Itu sebabnya sampai saat ini saya sendiri belum tertarik untuk menambah followers secara buatan. Karena ya merasa tidak urgent saja.
Saya akan malu jika followers banyak, tapi nol pengaruhnya. Mungkin pengikutnya bisa-bisa saja real, tapi apa sih yang mereka bisa dapatkan dari akun saya?
Itu sebabnya pengikut saya dari dulu lambaaaat sekali naiknya. Karena memang tidak memaksakan 😄
Apalagi saya juga masih mengurus semua media sosial saya sesukanya. Bukan yang mikirin banget, harus isi apa lagi ya feed dan storyku. Jadi kalau lagi pengen nulis ya posting. Kalau sedang tidak ada ide, ya sudah. Jadi wajar saja jika endorse di akun saya tidak sebanyak akun-akun lain 😄
Sampai saat ini saya percaya, rezeki pasti ada saja. Jikalau suatu saat nanti saya ingin mendapat lebih, tentu saja usaha yang saya lakukan juga harus lebih. Saya juga ingin followers saya benar-benar mengikuti akun saya dengan cara sukarela dan karena mereka memang suka dengan isi konten-konten saya 🙂
So, sudah siapkah kamu menyebut diri sebagai influencer? Nilai dan pengaruh apa yang bisa kamu berikan pada khalayak? 😉