Kapan hari ngobrol sama suami masalah ekonomi kelas menengah. Eh dia nyeletuk, “Hidup di tengah-tengah tuh nggak enak juga. Serba nanggung.” Spontan kok saya langsung teringat tulisan Mbak Annisast yang Prioritas Kita-kita Ini. Ya emang sama banget bahasanya. Entahlah saya sering ngerasa related antara apa yang diobrolin Mbak Annisast dengan suami. Soalnya sesering itu saya habis baca story Mbak Annisast, tiba-tiba malamnya pas ngobrol sama suami juga nyambung haha.
Kelas menengah yang benar-benar di tengah
Kembali ke awal. Jadi saya cuma pengen ngomongin tentang hidup di kelas menengah. Menengah yang benar-benar di tengah. Bukan ke atas. Bukan ke bawah. Pas bener di tengahlah pokoknya.
Nah saya tuh dari dulu kayaknya memang ada di fase ini bahkan sampai setelah menikah. Mau dibilang orang kaya, terlalu muluk. Karena bukan orang yang bisa pergi kemana-mana atau minta apa langsung TRING ADA! gitu. Dibilang miskin ya nggak pantas jugalah bikin Surat Keterangan Tidak Mampu. Wong masih bisa makan.
Yes, kata kuncinya CUKUP. Masih ada uang buat makan. Masih ada uang buat beli kebutuhan lain. Tapi untuk hal-hal yang muluk kayak travelling misalnya ya masih harus dipikir-pikir dulu. Bukan juga orang yang kekurangan, yang mikir besok bisa makan atau nggak. Karena memang selalu cukup.
Semua tentang prioritas
Kenapa di awal suami bilang nanggung, karena nggak dipungkiri kalau kadang tuh pengen bisa melakukan atau punya yang lebih. Tapi kok ya uangnya masih harus terus diusahakan. Mau beli A, masih harus dipikir dulu penting atau nggak. Mau kemana, mikir duitnya ada atau nggak. Mau bantuin orang, ya kita juga pas-pasan, sedih belum bisa bantu. Nanggung semua. Ke atas enggak. Ke bawah juga enggak haha. Pas bener kelas menengah yang di tengah.
Sampai akhirnya ngeuh, pas Mbak Annisast bilang itu semua about PRIORITAS. Iya, hidup dengan kelas menengah kayak kita-kita gini memang harus mikir banget prioritas. Mana yang penting, mana yang bisa ditunda. Bukan karena nggak ada duit, tapi karena memang ‘kemampuan’ kita baru sebatas itu. Karena nggak lucu juga kalau kita maksain lebih, ujungnya kita malah kekurangan.
Katakanlah prioritas buat sekolah anak. Untuk urusan lain, mau nggak mau harus ngalah. Boro-boro bisa liburan terus, yang ada mikirin harus selalu nabung. Mau jajan, lihat dulu apa kita masih punya sisa dana di rekening atau nggak.
Akan beda jadinya kalau kita punya uang sampai tumpah-tumpah. Mau sekolah di mana hayo. Mau traveling ke sana kemari juga bisa. Mau beli apa tinggal beli. Mau sedekah ke sana-sini juga ada terus uangnya. Haha. Udah nggak mikirin lagilah apa uangnya bakal cukup atau nggak.
Yah, namanya juga manusia, selalu pengen lebih.
Prioritas setiap orang berbeda
Sekarang saya jadi paham kenapa ada orang yang rela beli barang branded hanya demi penampilan. Karena mungkin itulah prioritas mereka. Kenapa ada orang yang rela sekolahin anaknya di tempat yang paling bagus sementara pakaiannya kelihatan sederhana. Karena memang sekolah anaknya yang jadi prioritas mereka. Ya, semua orang punya prioritas.
Benar kata Mbak Annisast bahwa sebaiknya kita tidak mudah ber-wow-wow pada kehidupan orang lain. Karena prioritas setiap orang beda. Kita mungkin nggak paham kenapa orang prioritasnya bisa A. Sementara di mata kita A itu terlihat aneh, atau mungkin tidak penting. Tapi ya gitulah kalau kita hanya melihat dari sepatu kita sendiri yang lain jadi terasa salah. Padahal ukuran sepatu setiap orang juga nggak mungkin selalu sama.
Jadi kelas menengah ya bersyukur aja sih
Sampai sini ya apalagi yang bisa dilakukan selain bersyukur aja. Meski kadang pengen lebih, tapi ya kita bisa apa sih. Terlebih kalau usaha kita aja masih segini-gini terus.
Selama semua masih cukup. Nggak kekurangan. Ya udah terima aja. Allah juga barangkali melihat kemampuan kita memang masih segini dulu.
Kita kan juga nggak tahu, kadang apa yang kelihatannya baik, di mata Allah belum tentu kan. Tapi apa yang sudah Allah kasih ke kita, mungkin itulah yang sudah pas dan sesuai dengan usaha kita, juga sudah yang terbaik menurut-Nya.
Aku bersyukur sih jd org menengah gini krn pernah jd org kalangan atas trs jd kalangan bawah, dan naik lg jd menengah, hahaha. Dan aku merasa lbh nyaman hidup pas2an, pas butuh ada pas pgn apa ada aja. Krn kdg bersabar dikeadaan lapang lbh sulit dr pd dikeadaan pas-pasan.
Iya bener. Kalo di atas kadang kita juga lupa bersyukur 🙁
Aku juga dari dulu kala ada di kelas tengah. Iya sih, nanggung. Jangankan traveling dll, mau beli jilbab aja mikir banget kan. beneran butuh gak. Udah punya warna ini belum. Kalo beli warna ini, bisa dipasangin di lebih dari 1 baju gak. Dll. Panjaaaaang banget analisisnya. Padahal mah mau beli jilbab doang. Haha.
Haha emang harus dipikir panjaaaang
Sama Mbak.. Masih berjuang di papan tengah.. Kadang terasa sesak.. tapi kadang juga terasa lega.. Pasang surut lah adanya.. Bersyukur masih ada income, meski rentan diusir dari kontrakan :p karena belum bayar separuh 😀 bismillah bisa, meski anak yg pertama sebentar lagi akan SMA 😀
Wah saya jadi langsung ingat orang tua saya Pak. Dari dulu kami selalu di tengah. Alhamdulillah bisa selalu struggle. Semoga demikian dengan Bapak Yudhistira sekeluarga ya 🙂
middle trap emang bahaya. semoga kita bisa memilih prioritas yang baik dan tahan dengan segala godaan hehe
Haha bener banget. Aamiin ya Rabbal alamin.
Betul, masalah prioritas mana yang penting duluan
Iyes :))
kalau menegah kebawah perioritasnya 1 : gimana caranya bisa makan untuk esok hari.
Kalau orang menegah keatas perioritasnya : gimana yang terbaik untuk mereka, misal sekolah terbaik (pasti mahal), rumah terbaik (yang mahal), perjalanan terbaik dsb.
kalau orang menengah : makan ga dipikiri karena memang terpenuhi, pilih sekolah mahal supaya pendidikan terbaik kayaknya diskip deh, kita orang2 menengah ini bikin prioritas, betul sekali mbak saya setuju sama pendapatnya
Yes prioritas mana yang penting ya 🙂