Kemarin saya membaca postingan Mbak Rosalina tentang lidah yang mampu menghancurkan hidup seseorang. Saya jadi teringat pikiran beberapa hari sebelumnya. Akibat lidah, seorang pejabat harus tersandung masalah. Akibat lidah, ribuan umat muslim berkumpul di Jakarta. Ah, tapi bukan ini yang mau saya bahas karena saya tidak mau diajak debat. Tapi justru saya berpikir, bahwa lidah memang bisa jadi malapetaka.
Jika seseorang yang Mbak Rosa ceritakan jadi hancur hidupnya, saya pun punya pengalaman yang hampir mirip. Hanya saja, Allah masih sayang pada saya. Ya, saya pernah dibuat down karena lidah seseorang. Seperti yang pernah saya katakan di sini, urusan perasaan setiap orang itu berbeda. Apa yang menurut kita biasa saja, tapi tidak bagi orang lain. Apa yang menurut kita candaan, bagi orang lain itu bisa menyakitkan.
Mungkin dulu maksud orang itu hanya bercanda, tapi diam-diam saya sakit hati. Bahkan saat sampai rumah saya menangis sesenggukkan. Apakah dia tahu? Tidak. Karena saya tidak pernah mau mencari masalah apalagi musuh. Alhasil saya pendam sendirian berhari-hari. Setelahnya justru setiap kali bertemu orang tersebut, hati saya dilanda kebencian. Sampai suatu ketika, dia membantu saya untuk suatu urusan, hati saya pun kemudian luluh dan bisa memandang dari sisi lain.
Ya, lidah memang bisa membuat orang menjadi dibenci, tetapi lidah juga bisa membuat orang menjadi luluh. Tapi yang mungkin jangan pernah dilakukan adalah ketika kita tidak suka atau benci sesuatu justru membuat lidah kita tidak dikontrol. Berapa banyak yang seperti ini? Benci pada orang tertentu atau mungkin orang yang menurutnya jahat, tapi justru tidak bisa menjaga ucapannya, dengan kata lain menghina dengan kata-kata kotor. Berbicara dengan kata-kata yang tidak pantas. Kalau sudah begini, apa bedanya kita dengan orang jahat tersebut?
Padahal kita sudah diingatkan, kalau tidak suka, cukup tidak suka dengan perbuatan atau perilakunya, jangan orangnya. Well, karena memang kita semua ini sama. Sama-sama ciptaan Tuhan yang sejatinya mulia.
Lidah memang tidak bertulang. Tapi lidah akan mengikuti perintah otak kita untuk mengatakan apa yang diperintahnya. Maka bukan lagi menyalahkan lidah yang tidak bisa dikontrol, melainkan otak dan pikiran yang sudah kita gunakan atau belum.
Jangan sampai hanya karena lidah yang tidak bisa dijaga, membuat perpecahan. Jangan sampai karena tidak menjaga lidah, kita justru dibenci orang lain. Dan benar apa kata Mbak Rosa, bukan hanya lidah, di era media sosial pun kita harus menjaga jari-jari kita. Mana yang pantas ditulis, dan mana yang tidak.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Sumber: https://muslimah.or.id/5118-bicara-baik-atau-diam.html
Kadang ngeri sendiri ya mbak sama bahaya lidah. Tapi Subhanallah, jaga lidah memang gak mudah, pantaslah jika balasan yg dijanjikan adalah surga
Betul Mbak. Kadang saking keasyikan, lidah suka ga kekontrol 🙁
salah satu hal terkait menjaga lidah ini ialah menjaga empati.. terkadang omongan orang diucapkan dengan kata kata yang kesan nya lembut.. tetapi apa yang disampaikan nya justru berseberangan dengan kondisi yang dihadapai..
Setuju. Seperti ini juga banyak banget kejadian. Bisa jadi karena kurangnya pengetahuan tentang kondisi seseorang ya 🙂