Saya pernah ngerasa #GakPaham kenapa sih ada orang-orang yang rasanya nggak capek untuk ikutin tren masa kini? Kenapa ada orang yang rela ngutang hanya demi feed Instagram? Kenapa ada orang yang sampai plagiat tulisan orang lain hanya demi sebuah status media sosial? Apa mereka butuh pengakuan? Pengakuan untuk apa? Untuk di’aku’ bahwa mereka keren? Bahwa mereka kaya? Atau bahwa mereka bahagia? Kenapa rasa pengakuan ini penting?
Tapi begitu melihat salah seorang anak yang kalau bikin status selalu disanjung, selalu dipuji banyak orang, tapi ketika ternyata diketahui dia plagiat, rasanya saya bisa memahami kenapa pengakuan itu menjadi penting.
Rasa pengakuan hilang, cari pelampiasan
Sebelumnya, saya cuma berpikir, kenapa ada orang-orang yang bisa all out di dunia maya, sementara di dunia nyata dia justru orang yang sangat tertutup. Atau parahnya, dia justru orang yang dijauhi oleh banyak orang. Dari situ, akhirnya saya paham. Rupanya, dia sedang mencari semacam pelampiasan. Ketika di dunia nyata istilahnya dia sudah tidak diperhatikan, tidak digubris, dan tidak didengar, maka ada tempat lain bernama media sosial dan dunia internet tempat dia bisa mencari perhatian yang dia butuhkan.
YAP, kuncinya ternyata adalah di kata diperhatikan! Jadi balik lagi, kenapa pengakuan itu menjadi penting? Ya karena dengan adanya rasa pengakuan, maka seseorang akan merasa dirinya diakui. Merasa dirinya ada. Dan merasa bahwa dirinya ya memang penting.
Itu sebabnya kenapa bisa ada orang-orang yang di media sosial kelihatannya bahagia, di dunia nyata dia depresi. Karena di dunia nyatanya, dia merasa sudah tidak mendapat perhatian dari sekitarnya. Sudah tidak ada lagi yang peduli padanya. Tapi di dunia maya dia bisa dapatkan semuanya. Ketika upload foto misalnya dikomentari, “Wah kamu cantik banget.” Ketika nulis, “Wah tulisannya bagus.” Atau ketika apapun, yang intinya kamu dipuji.
Sayangnya, perhatian di dunia maya seberapa lama bertahan sih? Bahkan perhatiannya cenderung semu, kan? Orang-orang yang memerhatikan dia memang banyak. Tapi apakah nyata? Iya, tapi pada nyatanya apakah benar-benar hadir secara fisik? Tidak.
Makanya, kenapa kehadiran secara fisik itu biar bagaimana pun tidak ada yang mengalahkan, karena kita semua adalah manusia yang pada hakikatnya memang makhluk sosial yang membutuhkan interaksi secara nyata.
Ketika rasa pengakuan hilang, seseorang bisa hilang harapan
Nah, ketika kita dicintai, diperhatikan, didengarkan oleh orang sekeliling kita di dunia nyata, di situlah adanya pengakuan diri kita. Tapi ketika pengakuan hilang, kita akan merasa bahwa kita sudah tidak dipedulikan lagi. Ketika sudah begitu, wajarlah kalau ada orang merasa bahwa dia sudah tidak punya harapan. Dan berakhir depresi. Karena buat apa lagi dia nyari perhatian? Buat apa lagi dia bikin ulah? Karena toh tidak ada lagi yang melihat dia.
Sedih ya? Iya sedih. Ternyata rasa pengakuan itu memang penting sebagai manusia untuk terus punya harapan hidup.
Mungkin ada orang yang kuat dengan bilang “Gue nggak butuh perhatian siapapun, gue cinta diri gue sendiri.” Wah ini sih sudah level teratas. Tapi faktanya tidak semua orang bisa sekuat itu. Dia butuh dukungan. Dia butuh orang-orang untuk duduk di sampingnya. Dan mendengarkan segala cerita dia dengan hikmat. Inilah yang bisa membuat dia kuat dan bertahan.
Mulai dari diri sendiri untuk mendukung orang-orang di sekitar kita
Buku-buku dan video-video motivasi memang menganjurkan kita untuk mencintai diri kita sendiri terlebih dahulu. Karena ketika kita mencintai diri sendiri, apapun yang dilakukan dan ditanggapi orang tidak akan mempan untuk membuat kita jatuh.
Tapi tak ada salahnya jua kita mulai memperhatikan orang-orang di sekitar kita. Mencintai mereka sebagaimana kita ingin dicintai. Dan mendengarkan apapun cerita mereka hingga kita bisa memahami mereka. Ketika mereka mendapatkan semua itu di dunia nyata, maka tak perlu lagi mereka jauh-jauh mencari dukungan ke dunia maya.
Karena toh nyatanya, ketika semua itu sudah kita lakukan, semua akan kembali lagi pada diri kita. Kita akan diperhatikan, dicintai, didengarkan, serta didukung 😊 Kalau pun itu semua tidak kita dapatkan, yakin saja bahwa Tuhan tidak pernah tidur. Sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, Tuhan akan selalu memperhitungkannya 😊
Pertamax.
Yang penting apa yang kita lakukan diakui oleh tuhan sebagai pahala. Selow gaes….
Yap untuk orang yang mudah bersyukur itu mudah ๐
Mungkin orang-orang seperti itu karena di dunia nyata memang tidak merasa diakui keberadaannya, jadi larinya ke media sosial. Gatau juga sih. Haha
Bisa juga begitu. Orang2 padahal peduli, tapi dia merasa tidak dipedulikan. Atau dg kata lain cara pedulinya bisa jadi salah dan tidak dia harapkan ๐
Karena pelukan di dunia nyata, lebih terasa, dibandingkan dengan pelukan via dunia maya.
Betul ๐
Memang nggak bisa kalau langsung tiba2 dapat perhatian. orang maunya instan aja diperhatiin. padahal kenapa ada orang yang dapat perhatian karena dia pun memberikan perhatian juga ke orang lain sekalipun orang lain nggak nganggap. cara memberikan perhatian pun beraneka ragam termasuk mau mendrngar curahan orang lain
Iyes semua dimulai dr diri sendiri dulu ๐
Kalau menurut pandangan saya, orang-orang yang all out di media sosial itu biasanya (1) kurang mendapat perhatian/apresiasi di dunia nyata, (2) menjadikan media sosial sebagai bisnis/sumber pencaharian, atau (3) memang punya preferensi tertentu aja di dunia maya (misal: bela-belain punya feed IG yang bagus/aesthetic karena memang suka fotografi, dll).
Yang paling kasihan sih yang poin nomor 1, soalnya sesungguhnya dunia maya itu lebih keras ketimbang dunia nyata. Seperti kata Mbak, perhatian dari dunia maya itu semuโalias sementara. Belum lagi menghadapi โkejamnyaโ netizen kalau udah โjulidโ dan mulai โshamingโ. Thank you for sharing your thoughts Mbak โค๏ธ
Iya kalo nomor 2 dan 3 sih ga masalah ya. Cuma yang kasian kalo udah cari perhatian. Dunia maya tidak melulu mulus emang. Kalo ga dijaga attitude kita, habislah sudah ๐
Nah ini juga yang selama ini saya resahkan, bahkan dalam lingkungan pergaulan saya sendiri. Banyak yang setengah mati memilih kata-kata yang tepat untuk caption instagram mereka. Pada dasarnya mereka ingin dilihat sebagai orang yang puitis atau bijak (biasanya foto selfie dirinya lalu isi caption dengan kata2 bijak supaya mirip quote2 motivator gitu). Tak masalah kalau itu memang murni tulisan sendiri dan hasil buah pikir sendiri, nyatanya mereka rela minta dibuatin teman atau nyari quote2 dari mbah Google, atau plagiat dari caption atau tulisan orang lain tanpa mencantum pemilik tulisannya. Demi sebuah pengakuan? saya kira demikian.
Membaca buku tidak pernah, tapi ingin dilihat sebagai orang yang pintar menulis kata2 puitis atau memotivasi, sungguh omong kosong yang tiada dua. Maaf, jadi terbawa emosi, hehehe
Yang begini kayaknya banyak ๐ Makanya saya suka sedih kalau ada yang nulis status atau caption dari sumber lain tapi nggak dicantumin sumbernya hiks. Mungkin banyak juga yang belum tahu kalau kayak gitu namanya plagiat ๐
hal terkecil yang bisa dilakukan memang pedulia kepada orang-orang terdekat ya…
Betul Mbak ๐
tulisannya bener banget, cuma bisa juga kita melihat dari sisi si orang yang ‘mencari perhatian’ di dunia maya itu. menurutku mgkn saja itu cara healing yang dia lakukan agar hidupnya gak makin suram. udahlah di dunia nyata gak diakui, masa cari pengakuan di dunia maya pun salah? dengan catatan memang atitude harus dijaga. Kalau engga ya abis dimana-mana.. dan no respek utk orang2 yang seperti itu.
Yes, attitude termasuk tidak berbohong soal kehidupan pribadi. Karena ada kan, yang di dunia maya seolah2 kehidupan nyatanya sempurna. Padahal itu semua hoax alias dia mengambil foto atau tulisan orang lain supaya keliatan kalo itu dia yang bikin ๐
Sebuah pengakuan rasanya memang penting sih, tapi jangan bikin ketergantungan. Sebenarnya saya sendiri juga tipe orang yang selalu pengen diperhatikan he…he…
Pengen gitu rasanya jadi orang yang “masa bodoh” sama pendapat orang.
Tapi susah juga ya ternyata….
Sepertinya cocok untuk baca buku, “Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat” nya Mark Manson ๐