You win some, you lose some. Pepatah ini sudah menghantui saya dari beberapa hari yang lalu. Nggak tahu, kayak gereget aja pengen nulis. Cuma ya ampun, males buka laptopnya itu lho, hiks. Baiklah, mungkin pepatah ini akan jadi Lessons of Quarter Life Crisis selanjutnya.
Yah, dalam hidup ini kita emang nggak bisa mendapatkan semua yang kita inginkan. Alih-alih mendapatkan semua, kita justru ‘harus rela’ kehilangan jika ingin mendapatkan sesuatu. Sesederhana pas saya lagi ngepel tadi sore. Pilihannya cuma dua kalau saya ingin rumah bersih. Saya mau CAPEK, atau saya mau BAYAR.
Lessons of Quarter Life Crisis: you win some, you lose some
Saya nggak bisa ingin rumah bersih, tapi saya nggak mau capek DAN nggak mau bayar. Dikata punya Jinny Oh Jinny kali ya yang bisa TRING, RUMAH BERSIH! Kita cuma manusia biasa yang kalau mau APA-APA ya harus USAHA.
Kalau saya nggak mau capek, ya udah saya bisa panggil orang buat bersihin rumah, dan BAYAR dia. Tapi kalau saya nggak mau rugi dengan ngeluarin duit, ya terima aja kalau saya harus CAPEK karena bersihin rumah sendiri.
Bayar dan capek sama-sama punya hasil yang sama, yakni rumah bersih. Cuma perkaranya, ada di pilihan mau ambil proses yang mana untuk mendapatkan hasil itu.
Gitu ya, hidup benar-benar ngajarin saya bahwa sebagai manusia kita memang makhluk yang terbatas.
Mendapatkan satu, lalu kehilangan lainnya
Banyak keputusan yang saya ambil juga membuat saya akhirnya harus ‘kehilangan’ yang lainnya. Menutup akun bookstagram misalnya. Saya mungkin sedih tidak lagi bersua dengan teman-teman bookstagram dan mengikuti keseruan mereka seperti dulu. Tapi di sisi lain kan saya jadi lebih sering tafakkur di dunia nyata. Lebih dekat ke anak. Dan saya ngerasa baca buku lebih santai.
Atau ketika saya memutuskan untuk menikah di usia 22 tahun. Saya jadi punya pasangan. Nggak mengalami yang namanya ditanya, “Kapan nikah?” Tapi di sisi lain kan ada yang harus saya ‘korbankan’ yakni masa-masa bersenang-senang layaknya anak 22 tahun lainnya. Yap, semua hal di dunia ini ada HARGA yang harus kita BAYAR.
Lagi, dunia ini bukan kepunyaan kita. Jelas kita tidak bisa bertindak semau kita. Kita tidak bisa memaksakan semua harus sesuai dengan kemauan kita. Kalau semua kemauan kita dapatkan, hidup akan jadi monoton. Dan ya buat apa kita di dunia ini kalau semua hal rasanya seperti surga karena kita tidak pernah diuji.
Menyadari hal ini barangkali membuat saya sedikit lebih dewasa. Bahwa apapun yang ingin saya dapatkan, maka saya harus siap untuk ‘kehilangan’ yang lainnya.
Inget aja you win some, you lose some
Jujur, sebelumnya saya orang yang perfectionist. Semua harus SERBA BISA di satu waktu. Sampai suami geregetan sendiri kenapa kok saya nggak ideng-ideng (nggak sadar-sadar.red) haha. Ya karena saya pikir semua bisa berjalan sesuai ekspektasi saya. Pikir saya, “Masa gini aja nggak bisa sih? A dan B bisa dong berjalan barengan.”
Tapi ternyata NGGAK SEMUDAH itu, Sis! Even saya memaksakan kehendak, mau bersikap gimana juga, akhirnya saya tetap akan ‘kehilangan’.
Saya punya pasangan, tapi harus rela masa muda saya untuk dituntun suami. Saya punya anak, saya harus siap waktu-waktu sendiri saya berkurang. Kalau pun kejadian sebaliknya, saya akan tetap mengalami ‘kehilangan’.
Saya mungkin masih bisa bersenang-senang dengan teman-teman, ya tapi saya nggak punya pasangan. Saya mungkin bisa berkumpul bersama kawan lama, ya tapi saya nggak punya anak.
Gitu deh, you win some, you lose some. Inget aja itu terus. Insya Allah hatimu akan lebih adem. *Eh ini ngomong ama diri sendiri sih.
Comments on “#LoQLC: You Win Some, You Lose Some”